Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Rasa Penasaran
Usai rapat, Bu Ratri bergegas menuju ruangan CEO.
Ia mengetuk pintu, dan setelah diizinkan masuk, langkahnya terdengar mantap di dalam ruang kerja yang luas dan sunyi.
Hanya suara jam dinding yang berdetak lambat, menambah kesan hening yang berat.
Rayno baru saja menutup berkas laporan ketika menatap Bu Ratri.
“Silakan duduk,” ucapnya datar.
Bu Ratri mengangguk, duduk rapi di kursi seberang meja kerja.
“Tuan, saya memutuskan menugaskan Vexia Aurelia Gumilang sebagai koordinator lintas-divisi untuk proyek Integrasi Digital. Anda bisa mulai berkoordinasi langsung dengannya minggu depan.”
Tangan Rayno yang hendak meletakkan berkas di sisi meja tiba-tiba terhenti di udara.
Ia menatap Bu Ratri, rautnya menegang.
“Siapa tadi, Bu?” tanyanya, seolah ingin memastikan pendengarannya tidak mempermainkannya.
“Vexia Aurelia Gumilang, Tuan,” ulang Bu Ratri tenang.
“Yang tadi siang menyerahkan dokumen kepada Anda di depan ruang rapat. Dia staf baru yang direkomendasikan Pak Arman. Dalam waktu singkat sudah menunjukkan kompetensi yang menonjol. Bahkan sistem backup yang dia buat kemarin sudah diadopsi oleh tim IT pusat. Mereka bilang hasilnya efisien dan aman. Saya rasa dia layak mendapat tanggung jawab ini.”
Rayno terdiam.
Ia tak menyangka, wanita yang dari kemarin membuat dadanya sesak kini menjadi sosok yang disebut unggul dan dipercaya banyak orang.
Dalam hati, ia tersenyum getir.
"Aku bahkan tak tahu apa-apa tentang istriku sendiri. Baik di rumah… maupun di perusahaanku sendiri. Aku memang tak layak disebut suami."
Bu Ratri mengerutkan alis, menyadari keheningan itu.
“Tuan…?” panggilnya hati-hati.
Rayno tersentak halus, mengembalikan fokusnya.
Ia berdehem pelan, mencoba menata ekspresi.
“Saya percaya Ibu tidak akan mempercayakan tugas sebesar ini pada sembarang orang. Saya setuju dengan nama yang Ibu ajukan.”
Bu Ratri tersenyum lega.
“Terima kasih atas kepercayaannya, Tuan. Saya akan terus membimbing dan memantau Vexia agar hasilnya maksimal.”
Rayno mengangguk singkat.
“Baik. Lanjutkan seperti biasa.”
Bu Ratri berdiri dan menunduk hormat.
“Kalau begitu, saya permisi.”
“Silakan,” ucap Rayno sambil memberi isyarat tangan.
Begitu pintu tertutup, keheningan kembali menguasai ruangan.
Rayno bersandar di kursinya, menatap keluar jendela, ke langit senja yang mulai berganti gelap.
“Kita akan sering bertemu di tempat kerja, Xia…” gumamnya lirih.
Tanpa ia sadari, takdir baru saja memutar arah. Menyiapkan pertemuan yang akan menguji batas antara masa lalu dan profesionalisme.
***
Jam di dinding menunjukkan pukul 16.45.
Beberapa karyawan mulai berkemas, tapi Rayno justru sudah lebih dulu menutup laptopnya dan merapikan berkas-berkas di atas meja.
Langkahnya cepat, nyaris tergesa.
Dari balik meja kerjanya, Dani yang sedang menyusun laporan menoleh dengan dahi berkerut.
"Biasanya Tuan Rayno baru keluar kantor setelah semua orang pulang. Tapi belakangan ini… bahkan sebelum jam kantor berakhir, beliau sudah pergi."
Ia memerhatikan punggung tegap majikannya yang baru saja keluar ruangan.
"Dan setelah aku selidiki, semua ini mulai terjadi sejak Vexia masuk ke perusahaan."
Dani menelan ludah pelan, lalu berdiri buru-buru, merapikan meja kerjanya.
"Kalau tebakanku benar, aku harus pastikan dengan mataku sendiri."
Ia melangkah cepat ke parkiran bawah.
Begitu tiba, matanya langsung tertuju pada sedan hitam mewah yang sudah menyala. Lampu depannya menyorot temaram sore, seperti sedang menunggu seseorang.
Di dalam mobilnya, satu tangan Rayno menggenggam kemudi, satu lagi di tuas perseneling. Tatapannya lurus, tegang, seolah siap mengejar sesuatu yang tidak boleh lepas.
"Sepertinya bukan sekadar pulang." batin Dani.
Suara mesin motor sport menggelegar dari arah parkiran karyawan.
Vexia dengan helm full face dan jaket kulit hitam meluncur keluar gerbang perusahaan.
Mata Rayno langsung menajam. Tanpa pikir panjang, ia menekan pedal gas.
Mobil hitam itu meluncur keluar, membelah keramaian lalu lintas sore yang padat.
Dani spontan menyalakan motornya, buru-buru mengejar dari belakang.
“Gila, Tuan! Mau kejar siapa sih?” gumamnya setengah panik.
Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya ketika mobil Rayno mulai menyalip kendaraan satu per satu.
"Kalau aku nggak hati-hati, bisa-bisa malah ketahuan atau malah kecelakaan. Tapi… aku harus tahu."
Lampu-lampu kota mulai menyala, membias di kaca helm Dani yang terus fokus mengikuti.
Di depan sana, motor sport yang dikendarai Vexia berbelok ke arah kawasan apartemen mewah di pusat kota.
Rayno menurunkan kecepatan, menjaga jarak.
Mobilnya meluncur dengan stabil mengikuti dari kejauhan, seolah tahu setiap tikungan yang akan diambil motor itu.
Dani yang mengikuti lebih jauh di belakang mendecak pelan.
"Apartemen Armonia? Tempat tinggal kalangan elite. Jangan-jangan…"
Ia menepi sebentar di seberang jalan, pura-pura memeriksa ponselnya.
Dari balik helm, matanya tak lepas dari dua kendaraan itu. Motor sport Vexia yang baru saja menuruni jalan menuju basement parkiran dan sedan hitam milik Rayno yang menyusul tak lama kemudian.
“Serius? Tuan sampai ke sini cuma buat ngikutin motor itu? Siapa pengendara motor itu? Nggak mungkin… Vexia, 'kan?”
Dani menunggu beberapa saat. Tapi mobil itu tak keluar lagi.
Ia memerhatikan papan nama di gerbang apartemen yang dijaga ketat petugas keamanan.
“Parkiran pribadi, ya?” gumamnya pelan. Ia tahu, tak mungkin bisa masuk tanpa izin penghuni.
Matanya menyipit, menatap ke arah bawah. Jalur masuk basement yang kini sepi.
"Apa mereka punya urusan pribadi di dalam sana?"
Helaan napasnya berat.
"Belakangan ini Tuan makin aneh. Pulang cepat, jarang lembur. Tapi kenapa dia mengikuti motor sport itu? Dan kenapa mereka masuk ke parkiran yang sama? Bukannya Tuan Rayno tinggal bersama orang tuanya?"
Ia terdiam sejenak, pandangannya masih menancap ke arah basement.
"Aku kira Tuan mengikuti Vexia… tapi kalau bukan, siapa pengendara motor itu sebenarnya?"
Ia menatap pintu masuk basement sekali lagi, lalu menyalakan motornya perlahan.
"Motor sport. Karyawan di perusahaan kami. Akan kucari tahu siapa pengendara motor itu."
Motor Dani melaju pergi, meninggalkan gedung apartemen tinggi yang berdiri megah di bawah langit malam.
Sementara di dalam basement, Rayno baru saja mematikan mesin mobilnya dan menunggu istrinya melepas helm sebelum masuk lift bersama. Jauh dari pandangan siapa pun.
Di dalam lift, suasana hening nyaris bisa memotong udara.
Lampu putih keemasan memantul di dinding logam, menyorot dua sosok yang berdiri bersebelahan tanpa sepatah kata.
Vexia bersandar ringan, tangan terlipat di dada, wajahnya menatap pantulan diri di pintu lift.
Rayno berdiri di sisi kirinya, diam, sebelum akhirnya membuka suara. Suaranya terdengar rendah dan datar.
“Ke depannya kita akan sering bertemu di kantor.”
Vexia hanya menghela napas pelan, lelah.
“Tenang saja,” ujarnya tanpa menoleh. “Aku akan bersikap profesional. Urusan pribadi tak akan kubawa saat bekerja.”
Kata-kata itu terdengar ringan, tapi menghujam dalam.
Rayno menatap sekilas wajah istrinya. Wanita yang dulu cerewet, yang selalu berusaha membuka pembicaraan.
Dan kini, ketika keheningan itu berbalik padanya, ia justru merasa kehilangan sesuatu yang dulu tak pernah ia hargai.
“Selama ini aku yang menjauh. Menjaga jarak.Sekarang, giliran dia yang menarik diri,” batinnya getir.
Lift berdenting pelan.
Pintu terbuka.
Vexia melangkah keluar tanpa menoleh, meninggalkan Rayno yang masih diam di dalam.
Sementara itu, di gedung kantor…
Dani kembali dengan langkah cepat menuju ruangan kontrol CCTV.
Sebagai asisten sekaligus sekretaris pribadi CEO, aksesnya ke sistem keamanan hampir tak terbatas.
Ia duduk di depan layar besar yang menampilkan puluhan kamera, lalu mengetik beberapa perintah.
Begitu rekaman dari parkiran basement muncul, matanya membulat.
“A–apa? Jadi yang bawa motor sport itu… Vexia?!”
Tangannya refleks menutup mulut.
“Gila… istri bos ini benar-benar lain dari yang lain. Badas!” gumamnya kagum tak percaya.
Namun rasa penasaran menelannya bulat-bulat. Jemarinya kembali mengetik.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
asisten keren👍😂😂
Vega masih cari gara-gara maunya - dasar muka badak hati culas.
Nah..nah...nah...Rayno ke club yang sama dengan istrinya 😄.
Dani kaget wooooy.
Yovie teman Rayno ternyata tahu juga tentang masa lalu Rayno.
Masih mengharap gadis di masa lalunya - tapi pikiran dan hati tak bisa dipungkiri - Vexia menari-nari dibenaknya. Dasar Rayno o'on 🤭😄
Nah lo istri pergi gak pamit - rasain Rayno.
Sampai sepuluh kali Rayno menghubungi istrinya baru diangkat.
Dani jiwa kepo-nya kambuh lagi - tertarik melihat Vexia di tempat hiburan malam.
Vexia pergi mentraktir karyawan satu divisi di tempat hiburan malam paling mewah di kotanya.
Nova ikut ya - tak tahu malu ini orang - suka sirik terhadap Vexia - ee ikut bergabung. Ngomong gak enak di dengar pula.
Vexia hafal berbagai macam minuman - Vega semakin menjadi siriknya.
Jangan-jangan Rayno juga ke tempat yang sama dengan Vexia.
kira2 apa mereka saling menyapa pas ketemu.atau pura2 gak liat..harus banget nunggu ya thor...gak bisa sekarang aja apa? baiklah bakalan sabar menunggu, tapi gpl lho
hayo siapa tuh yang panggil vexia rayno atau cowok lainnya
Apa Vexia akan dikasih hukuman oleh Rayno atw malah Rayno yang dihukum Vexia dengan tidak disapa & tidak kenal yang namanya Rayno alias dicuekin 😛