Tidak direstui mertua dan dikhianati suami, Latisha tetap berusaha mempertahankan rumah tangganya. Namun, kesabarannya runtuh ketika putra yang selama ini ia perjuangkan justru menolaknya dan lebih memilih mengakui adik tirinya sebagai seorang ibu. Saat itu, Latisha akhirnya memutuskan untuk mundur dari pernikahan yang telah ia jalani selama enam tahun.
Sendiri, tanpa dukungan siapa pun, ia berdiri menata hidupnya kembali. Ayah kandung yang seharusnya menjadi sandaran justru telah lama mengabaikannya. Sementara adik tirinya berhasil merebut kebahagiaan kecil yang selama ini Latisha genggam.
Perih? Tentu saja. Terlebih ketika pria yang pernah berjanji untuk mencintainya seumur hidup hanya terdiam, bahkan saat putra mereka sendiri lebih memilih wanita lain untuk menggantikan sosok ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersama
Drakara keluar dari kamar nya setelah ia membersihkan diri. Bibirnya masih terasa perih karena gigitan Latisha tadi. Dilihatnya Latisha tengah meringkuk di sofa ruang tamu.
"Sayang..." Drakara hampir saja mencium pipi Latisha yang tengah meringkuk, namun dengan cepat Latisha bangun dan menegakkan tubuh nya sambil menatap Drakara dengan waspada.
"Buka pintunya. Aku mau pulang." Ketus Latisha.
Ia melirik jam yang menempel di dinding. Ternyata sudah pukul enam pagi. Ia harus segera pulang agar tak kesiangan ke kantor.
"Sabar sayang, aku akan mengantarmu pulang." Ujar Drakara.
"Gak perlu. Aku bisa pulang sendiri, mana kunci mobilku?" Latisha menengadahkan tangannya.
Inginnya Drakara menahan Latisha agar tak pergi kemana pun. Ia ingin menghabiskan waktu bersama Latisha hari ini. Hanya saja ia memiliki janji penting dengan koleganya.
Mau tak mau, Drakara pun menyerahkan kunci mobil milik Latisha. Setelahnya ia pun membuka kunci pintu rumahnya yang semalam ia simpan dikamarnya.
Begitu pintu terbuka, Latisha segera berlari keluar tanpa melirik lagi Drakara yang melongo di belakangnya.
Latisha segera masuk ke dalam mobilnya dan langsung melajukan kendaraannya membelah jalanan ibukota di pagi hari.
Beruntungnya ia memiliki jalan tikus hingga bisa secepatnya tiba di apartemennya tanpa terjebak macet.
Bergegas Latisha memasuki unitnya dan segera membersihkan diri. Ia tak boleh kesiangan. Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam, Latisha sudah siap berangkat ke kantor. Ia tak mempedulikan perutnya yang terasa perih karena sejak kemarin belum terisi apapun. Sepulang dari kantor kemarin Latisha malah ketiduran dan di bawa Drakara ke rumahnya. Ia melewatkan makan malamnya dan sekarang ia juga harus melewatkan sarapan paginya karena takut kesiangan pergi ke kantor.
Fokus Latisha sekarang adalah tiba di kantor tepat waktu. Ia pun bergegas keluar dari unit nya untuk segera pergi bekerja. Lagi, Latisha harus berjibaku di jalanan yang sudah semakin macet di Jam kantor seperti ini. Untungnya jarak apartemennya dan kantor nya tidak terlalu jauh hingga dalam waktu lima belas menit ia sudah sampai di kantornya. Latisha tersenyum dan bisa bernafas dengan lega karena ia tak terlambat. Bergegas ia menuju ruangannya. Namun baru saja tiba di mejanya, ia merasa perutnya begitu sakit. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Sepertinya sakit lambungnya kambuh. Latisha pun berusaha mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Lastri sang office girl yang biasa membelikan sarapan untuk para karyawan yang tak sempat sarapan di rumah. Namun belum sempat ia meraih tas nya, kepalanya tiba-tiba pusing. Hampir saja Latisha jatuh andai Andra tak menahannya. Pria itu terkejut saat melihat Latisha yang duduk di mejanya terlihat meringis kesakitan. Untungnya Langit cepat mendekati Latisha yang hampir saja terjatuh karena lemas. Ia pun akhirnya berhasil menopang tubuh Latisha hingga wanita itu kini berada di pelukan Langit.
"Astaga Latisha, kamu kenapa?" Langit langsung meraih tubuh Latisha dan menggendongnya ke ruangan nya. Ia memerintahkan Solene yang baru saja datang untuk meminta Lastri menyiapkan air hangat untuk Latisha. Solene yang khawatir dengan keadaan Latisha pun langsung menghubungi Lastri dan memintanya untuk membawakan segelas air hangat untuk Latisha. Sementara itu, Langit kini tengah membaringkan tubuh Latisha di atas sofa yang berada di ruangannya. Wajah Latisha terlihat pucat dengan bulir keringat di keningnya. Tak berselang lama, Solene datang bersama Lastri yang membawakan Latisha air hangat sesuai permintaan Langit.
"Bangun dulu sebentar. Di minum dulu air angetnya." Ujar Langit sambil membantu Latisha untuk duduk. Wanita itu pun segera duduk dan langsung menyeruput air hangat yang di berikan Lastri padanya, beruntung sakit yang ia rasakan di perutnya sedikit berkurang.
"Kamu itu lagi sakit. Kenapa malah maksain masuk kerja?" Langit menatap Latisha dengan raut khawatir.
"Aku gak papa pak. Aku gak sakit, aku cuma belum makan dari kemarin." Ujar Latisha sambil menunduk malu.
"Astaga...kenapa kamu gak makan? Jangan bilang kamu gak punya duit. " Langit menggelengkan kepalanya. Ia hanya bercanda menebak Latisha tak memiliki uang. Namun Sepertinya Latisha menganggap perkataan langit itu sebuah penghinaan secara halus. Ia pun mencebikkan bibirnya tanpa sadar karena kesal.
Sedang Solene yang melihatnya hanya bisa mengulum senyum mendapati Latisha yang seperti itu.
"Kita makan dulu mbak. Ini aku bawa bekel banyak." Solene mengacungkan paper bag yang ia bawa.
Inginnya Latisha menolak karena malu. Tapi perih di perutnya kini terasa kembali. Akhirnya ia pun menganggukkan kepalanya dan beranjak untuk berdiri. Namun ia mengurungkan niatnya saat Langit mencegahnya.
"Duduk aja di situ. Kalian sarapan di sini aja." Titahnya. Solene pun mengangguk setuju. Lalu ia duduk di samping Latisha dan langsung mengeluarkan makanan yang ia bawa dari rumah.
"Lastri tolong belikan bubur ayam di kantin." Langit meminta Lastri untuk membelikannya bubur ayam. Ia menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada Lastri.
"Baik pak, berapa bungkus?" Tanya Lastri.
"Satu aja."
"Campur apa gimana pak?" Lastri menatap Langit yang kini melirik ke arah Latisha.
"Tanya aja sama Latisha, dia mau bubur kayak gimana?" Langit malah meminta Lastri bertanya kepada Latisha.
"Bu Latisha, buburnya campur apa gimana?" Kini Lastri menatap Latisha yang terlihat bingung.
"Kok nanya saya mbak Lastri? Kan yang nyuruh beli bubur pak Langit." Ujar Latisha polos.
"Aku beli bubur buat kamu. Perut kamu sakit, lebih baik makan bubur dulu." Ujar Langit menjelaskan. Latisha pun mengangguk dan mengucapkan terimakasih.
"Makasih pak." cicitnya.
"Iya. Lain kali sarapan dulu di rumah. Biar gak pingsan kayak barusan." Ujar Langit.
"Malu kalau nanti orang-orang tahu kamu pingsan gara-gara telat makan. Mau di taruh dimana muka saya sebagai atasan kamu?' ujar Langit lagi sambil menggelengkan kepalanya.
"Iya pak maaf." Ujar Latisha untuk kedua kalinya.
"Jadi bubur nya gimana Bu Latisha? Campur aja?" Lastri yang sejak tadi diam kini membuka suaranya.
"Eh iya, maaf mbak Lastri, bubur aja pake ayam suwir aja. Jangan pake apa-apa lagi." Jawab Latisha.
"Baik Bu, di tunggu sebentar ya." Lastri pun undur diri dan segera bergegas menuju kantin.
......................
Agharna menatap Latisha yang baru saja keluar dari ruangannya. Ia telah bersiap untuk pulang ke rumah.
"Latisha.." Agharna memanggil Latisha yang baru saja melewatinya.
Latisha pun menghentikan langkahnya dan langsung melirik ke arah Agharna yang tadi tidak ia sadari keberadaannya.
"Pak Agharna." Latisha terlihat gugup. Ia pun menundukkan setengah badannya sebagai tanda hormat.
"Kamu mau pulang sekarang?" Taya Agharna basa -basi. Padahal sudah jelas jika Latisha memang akan pulang.
Latisha pun sebenarnya sedikit kesal dengan pertanyaan Agharna. Sepertinya pria itu hanya berbasa-basi padanya. Tapi biar bagaimanapun ia harus menjawab pertanyaan dari pemilik perusahaan di mana ia bekerja.
"Iya Pak saya akan pulang karena memang sudah waktunya untuk pulang dan tugas saya pun sudah selesai." Jawab Latisha dengan jelas.
Agharna pun mengangguk kan kepalanya.
"Kemarin kamu ke mana? Akta ingin menemuimu tapi ternyata kamu tidak ada." Ujar Agharna.
Semalam saat dia mendapat kabar bahwa Latisha tidak jadi lembur, Ia pun mengajak Akta untuk mengunjungi unit Latisha. Tapi ternyata setelah berulang kali menekan bel Latisha pun tak keluar dan bisa dipastikan jika wanita itu tidak pulang ke unitnya semalam.
"Maaf Pak semalam saya memang tidak berada di apartemen. Saya mengunjungi Putra saya di rumah." Bohong Latisha. Ia tidak mungkin jujur mengatakan bahwa semalam dirinya diculik oleh Drakara dan hampir saja disentuh mantan suaminya itu.
"Apa hari ini kamu ada acara? bagaimana kalau kamu ikut makan malam bersama kami? Akta ingin bertemu denganmu. Dia sangat merindukanmu." Tanya Agharna. Sejenak Latisha pun terdiam. Ia tengah menimang ajakan Agharna. Sejujurnya Ia pun rindu bertemu dengan Akta tapi untuk menyetujui ajakan Agharna untuk makan malam bersama keluarga mereka rasanya Latisha sedikit canggung dia tak ingin bertemu dengan Gaia yang arogannya gak ketulungan.
"Tenang saja istriku tidak ada." Seolah mengerti dengan keengganan Latisha untuk ikut makan malam bersamanya Agharna pun mengatakan jika Gaia sedang tidak berada di rumah.
Latisha pun merasa terkejut dengan ucapan Agharna, bagaimana bisa Agharna tahu tentang pemikirannya?
"Maaf, bukannya saya menolak keinginan pak Agharna tapi akan lebih baik jika Akta saja yang ke rumah saya dan makan malam bersama. "Usul Latisha.
"Saya tidak mau nanti akan muncul banyak fitnah tentang saya karena makan malam di rumah pak Agharna. Biar bagaimanapun status pak Agharna adalah suami orang." Latisha menjelaskan.
"Astaga, kenapa kamu berpikir terlalu jauh? Di unit saya itu bukan cuma saya dan Akta yang tinggal. Ada ibu saya dan beberapa asisten rumah tangga. Kamu gak usah mikir yang aneh-aneh.'' Agharna menggelengkan kepalanya.
"Kalau kamu gak mau bilang aja terus terang. Gak usah cari alesan. " Ujar Agharna.
"Maaf, bukan nya gak mau pak, kan tadi saya udah bilang. Gimana kalau makan malemnya di unit saya aja?" Ujar Latisha gelagapan. Ia sedikit malu dengan ucapan Agharna yang seolah menuduhnya terlalu overthinking. Padahal ia tidak bermaksud seperti itu. Ia hanya tak nyaman saja berada di unitnya Agharna, ia takut kalau tiba-tiba Gaia pulang dan berpikir yang macam-macam. Ia tak mau terjadi salah paham.
"Baiklah, nanti saya bilang sama mama dan juga Ajta." Ujar Agharna. Ia pun melangkah terlebih dulu meninggalkan Latisha yang hanya bisa menggerutu. Pria itu pergi tanpa sedikit pun basa basi untuk berpamitan.
Latisha sejenak terdiam, ia menatap punggung Agharna yang semakin menjauh. Setelah pria itu sudah tak terlihat, ia baru melangkahkan kakinya menuju parkiran. Sepanjang perjalanan ia memikirkan akan memasak apa untuk makan malam nanti.
Beruntung nya isi kulkasnya masih penuh, hingga ia tak perlu repot belanja lagi. Waktunya mungkin tak terlalu banyak untuk memasak.
Sebenarnya Latisha heran kenapa Agharna dan keluarganya memilih tinggal di apartemen? Padahal ia seorang konglomerat yang mampu memilki rumah mewah di pusat kota. Meski apartemennya begitu luas dan mewah, tetap saja tak senyaman tinggal di rumah.
......................
Latisha masih berkutat di dapur saat bel apartemennya berbunyi. Ia pun segera bergegas membukakan pintu. Ia yakin itu adalah Shena dan Akta. Tadi ia sudah menerima pesan dari Shena jika ia hanya akan datang berdua dengan Akta. Latisha pun bersyukur karena Agharna tak ikut serta. Ia akan merasa canggung jika pria arogan itu ikut serta.
"Tante.." Akta langsung menghambur memeluk Latisha saat pintu terbuka.
"Akta..." Latisha pun membahas pelukan bocah itu.
Ia kemudian menunduk untuk mengecup puncak kepala Akta.
"Ayo masuk..." Latisha menggandeng tangan Akta untuk melangkah memasuki apartemen nya.
"Ini apa Oma? Kenapa repot- repot bawa kue segala?" Latisha menatap Shena yang malah tersenyum.
"Itu oma sendiri yang bikin, kamu cobain ya." Ujar Shena.
"Iya Oma. Makasih banyak." Ujar Latisha. Ia menyimpan kue tersebut di atas meja.
"Tunggu sebentar ya, Tante siapin dulu makanannya.'' ujar Latisha sambil menyentuh lembut bahu Akta.
"Akta bantuin, Tante." Bocah itu terlihat bersemangat.
"Gak usah sayang, udah tinggal sedikit kok. Akta sama Oma duduk aja di sini.'' Latisha menunjuk kursi yang mengelilingi meja makan. Di atas nya sudah terhidang beberapa makanan yang terlihat menggugah selera.
"Wangi banget, sepertinya sangat lezat" Mata Akta berbinar menatap udang asam manis diatas meja. Ia juga melihat sei sapi serta brokoli daging cincang.
"Kamu masak sendiri makanan ini? Banyak sekali." Shena pun menatap kagum makanan yang berjejer di atas meja.
"Iya Oma." Latisha mengangguk. Ia meletakkan ayam goreng tepung di atas meja.
"Ini banyak banget. Gimana kita bisa menghabiskannya?" Shena menggelengkan kepalanya.
"Aku gak tahu apa yang oma dan Akta suka. Makanya aku memasak dengan berbagai macam pilihan protein. Semoga oma dan Akta suka." Latisha kembali tersenyum.
"Semuanya makanan kesukaan Akta. Gimana Tante bisa tahu?" Akta menatap Latisha penuh kekaguman.
"Benarkah? Ini juga makanan kesukaan Tante. Ternyata kita punya selera yang sama. " Latisha terkekeh.
Semua hidangan yang Latisha masak telah tersaji semua di atas meja. Shena dan Akta pun terlihat senang dengan makanan yang di sajikan Latisha. Baru saja Latisha akan melepas apronnya ketika bel apartemennya berbunyi. Latisha pun mengerutkan keningnya. Namun tak ayal ia pun bergegas untuk membukakan pintu. Latisha tertegun saat melihat Agharna dan Langit yang berada di balik pintu.
"Astaga Latisha, ini kamu kan?" Langit mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Latisha yang memerah. Entah mengapa Langit suka melihatnya dan ingin menyentuhnya. Namun belum sempat tangannya menyentuh pipi Latisha, Agharna menepis tangan pria itu.
Agharna sendiri sebenarnya terkesima dengan tampilan Latisha dengan rambutnya yang di Cepol tinggi dan meninggalkan sedikit rambutnya yang menjuntai di sisi kanan dan kirinya. Pipi Latisha juga memerah alami.
"Pak Agharna, pak Langit. Ayo masuk." Latisha pun mempersilahkan keduanya untuk segera masuk, meski dalam hati heran mengapa kedua pria itu berada di depan apartemennya. Padahal tadi Shena bilang dia hanya akan datang berdua bersama Akta.
Dengan senang hati Langit pun melangkah terlebih dahulu meninggalkan Agharna yang masih terpaku menatap Latisha. Kekaguman Langit kepada Latisha tak berhenti saat ia melihat makanan yang berjejer di atas meja makan.
"Wah..kamu yang masak ini semua?" Tanya Langit dengan mata berbinar.
"Iya pak." Latisha mengangguk.
"Banyak banget. Ga salah tadi Tante Shena bilang kalau kamu jago masak. " Ujar Langit. Latisha pun mengerutkan keningnya lalu menatap ke arah Shena.
"Langit itu sepupu Agharna yang pernah oma cerita in sama kamu. Maaf ya Oma undang dia ke sini." Ujar Shena tak enak hati.
"Iya, ga papa Oma. Pak Langit kan atasan saya juga.'' ujar Latisha. Ia pun langsung membuka apronnya dan duduk di samping Shena.
Namun belum sempat mereka memulai makan malamnya bel apartemen kembali berbunyi. Latisha pun langsung beranjak untuk membukakan pintu.
"Siapa lagi ini?" pikirnya dalam hati.
Buat lebih dramatis dong. 😀