Di balik megahnya pusat kekuasaan, selalu ada intrik, pengkhianatan, dan darah yang tertumpah.
Kuroh, putra dari seorang pemimpin besar, bukanlah anak yang dibuang—melainkan anak yang sengaja disembunyikan jauh dari hiruk-pikuk politik, ditempatkan di sebuah kota kecil agar terhindar dari tangan kotor mereka yang haus akan kekuasaan.
Namun, takdir tidak bisa selamanya ditahan.
Kuroh mewarisi imajinasi tak terbatas, sebuah kekuatan langka yang mampu membentuk realita dan melampaui batas wajar manusia. Tapi di balik anugerah itu, tersimpan juga kutukan: bayangan dirinya sendiri yang menjadi ujian pertama, menggugat apakah ia layak menanggung warisan besar sang ayah.
Bersama sahabatnya Shi dan mentor misterius bernama Leo, Kuroh melangkah ke jalan yang penuh cobaan. Ia bukan hanya harus menguasai kekuatannya, tetapi juga menemukan kebenaran tentang siapa dirinya, mengapa ia disembunyikan, dan apa arti sebenarnya dari “takdir seorang pemimpin”.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ell fizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebebasan yang sesungguhnya
Dibalik tenang nya kondisi, terdengar suara langkah berat dari belakang. Kerumunan yang berisik kala itu langsung terdiam menepi.
"Tak kusangka, bocah yang pernah melawan kami di gerbang Nozar," ucap nya. "Kini membuat kegaduhan di pusat wilayah."
Mendengar ucapan itu, Kuroh, Xyro dan Albert langsung berbalik. Kuroh sangat mengenali mereka, 5 orang yang sempat ia hambat untuk menjalan kan misi Big four.
"Oh? Pengecut ini kembali lagi ya?," ucap Kuroh dengan nada remeh.
Orang itu semakin mendekat, salah satu pria di depan melesat dengan cepat ke arah Kuroh.
Kuroh menatap tajam ke arah pria itu, langkahnya pelan tapi berat.
Dalam sekejap, bayangan hitam melesat keluar dari tanah.
“Shadow Illustrator!”
Lima sosok bayangan menyerang serentak, mengguncang tanah hingga bangunan di belakang retak.
Pria itu menangkis dengan satu tebasan cepat, darah melayang di udara.
“Hemoblade: Cross Fang!”
Serangan mereka bertemu di tengah — menimbulkan ledakan merah kehitaman, menyapu semua puing di sekitarnya.
Kerumunan yang berada disekitar menutupi mata mereka dengan tangan. Ada juga yang terpental karena kekuatan angin yang sangat dahsyat.
Namun, Albert berdiri dengan santai menatap ke arah pertemuan dua orang itu. Albert sangat mengenal orang yang ditahan oleh Kuroh saat ini.
Dengan nada santai Albert berteriak.
"Tenangkan diri mu Hyoma!!" ucap nya dengan nada santai. "Kau tau kan kita tidak boleh membuat keributan di tengah tengah banyak orang."
Setelah adu kekuatan yang cukup lama antara Kuroh dan Hyoma. Ia memilih mundur beberapa langkah dengan wajah santai namun menusuk.
"Tak kusangka, anak yang pernah ku lawan dulu" tersenyum. "Kini telah berubah menjadi monster."
Mendengar itu, Kuroh sedikit mendecis tertawa tipis.
"Cukup lucu, bahkan raja langit tak mampu memberikan perlawanan pada anak yang baru berlatih 2 bulan."
Mendengar hal itu Hyoma tak terima, ia bahkan mulai menggerakkan tangan nya dengan aneh. Angin tiba tiba berkumpul di belakang Hyoma.
Gladiator spawn!!
Sebuah monster yang lumayan besar perlahan muncul seperti puzzle yang akan tersusun.
"Cukup main main nya bocah," katanya. "Sikap mu terlalu sombong untuk ku biarkan."
Suara detak langkah terhenti. Udara berubah—tekanan magis memadat seperti kabut hitam di tengah siang.
Kerumunan mulai mundur lebih jauh, beberapa bahkan jatuh tersungkur karena aura besar yang muncul tiba-tiba dari tubuh Hyoma.
Monster di belakangnya selesai terbentuk. Kulitnya seperti baja, dengan sayap tajam dan tubuh yang terbuat dari angin padat.
Gladiator itu mengangkat kepalanya, matanya bersinar merah—bernafas seperti badai yang hendak meledak.
“Raja Langit ke-4, Hyoma ‘The Crimson Gale’,” gumam Xyro pelan. “Kita ketemu makhluk yang dulu disebut badai berjalan…”
Kuroh mengangkat wajahnya sedikit, rambutnya bergerak pelan tertiup tekanan angin yang semakin kuat.
Tatapannya tenang, nyaris tanpa emosi, tapi hawa hitam di bawah kakinya mulai menggeliat—seolah menunggu perintah.
“Lucu juga,” katanya datar. “Bahkan raja langit turun tangan sendiri buat urusan kecil kayak gini?”
Hyoma tersenyum miring. “Kau pikir ini kecil? Anak bodoh… kau sudah menodai kehormatan Nozar. Aku takkan biarkan itu terjadi dua kali.”
Bukan nya takut, Kuroh malah tersenyum lebar seperti tidak takut akan apapun.
Kuroh berlari maju.
crushing sickle!
Kuroh melompat dan menebas lengan dari Gladiator itu. Namun, tak ada luka dan goresan -- Gladiator itu malah tersenyum dan mengaum sampai menakuti kerumunan di sekitar.
Albert mencoba mendekati Hyoma namun....
"Minggir kau, kau telah mengkhianati jabatan sebagai raja langit." Ucap nya.
Wajah Albert langsung terdiam, kaku tak bisa berkata apa apa lagi. Bahkan ketika ia melihat ke arah raja langit di belakang tak ada ekspresi sedih atau ragu. Hanya wajah dingin dengan tatapan yang menyakitkan.
Rantai di badan Albert mulai menggeliat, mengerang seperti binatang buas yang kelaparan kembali. Albert memegang rantai rantai itu dengan kedua tangan nya.
"Tenang lah, kalian akan bergerak sebentar lagi" ucap Albert dengan wajah menunduk menahan air mata.
Tak lama, salah satu rantai nya mendekati wajah nya. Albert terkejut, ia melihat rantai nya seolah olah memiliki wajah.
"Tenang saja ayahanda" terdengar dari rantai. "Kami disini menggeliat bukan karena ingin menyulitkan ayahanda. Namun, kami takut ayahanda lebih memilih mundur daripada maju dan mengalahkan musuh"
Albert memegang rantai yang berbicara itu, menempelkan nya pada wajah nya yang penuh air mata.
"Mengapa bisa kalian berfikir begitu?" tanya Albert.
"Kelemahan ayahanda adalah ucapan seseorang" katanya pelan. "Dan ayahanda harus segera mengatasi itu sebelum ayahanda mati dalam kesedihan sendiri."
Kata kata itu menusuk, bukan hanya hati tapi seluruh tubuh Albert merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelum nya. Albert tahu kalau selama ini pertarungan nya tak lebih dari hanya mengincar gelar tertinggi, tak ada tujuan yang sebenarnya selain mencapai gelar tertinggi.
"Kali ini ayahanda, dengarkan isi hati mu yang sesungguhnya" katanya. "Rantai rantai yang kau miliki sekarang adalah hasil dari orang yang pernah kau bunuh."
Albert makin terpukul setelah mendengar kata itu. Dia menegakkan kepalanya, melihat Kuroh yang sedang berjuang melawan Hyoma.
"Apa benar begitu? Aku hanya sampah dan pengecut jika dibandingkan dengan anak yang di depan sana" ia menghapus air mata yang turun. "Dan saking bodoh nya aku dulu, aku malah mengidolakan sosok monster di kala itu yang mengalahkan bayangan Kurosaki" ia tersedu sedu. "Padahal diri ku ini tidak cocok untuk itu, aku lebih cocok berbuat kebaikan dengan tulus."
Rantai nya berjalan melewati lehernya sambil berkata.
"Benar ayahanda, apa yang kau ucapkan tadi sangat benar" ucap nya lalu. "Satu hal lagi, kau itu sangat kuat. Kau memiliki kepintaran diatas rata rata disetiap pertarungan. Ku harap kau kembali ke jalan itu tapi tetap dalam versi baik" berhenti sejenak. "Dan yang paling kuharapkan adalah kau bergabung dan berkelana dengan anak bernama Kuroh itu."
Mendengar kalimat terakhir itu, tubuh Albert terkejut, wajah nya kaku namun mulutnya masih bisa bergerak.
"Apa boleh aku mengikuti nya?" tanya nya. "Terlebih lagi aku adalah raja langit, tak mungkin aku meninggalkan jabatan ku untuk mengikuti nya."
Rantai nya mendecis, menamparkan dirinya pada punggung Albert berusaha menyadarkan nya.
"Kau bahkan tetap peduli kepada jabatan setelah semua ini?" mendecis kembali. "Anak itu lebih baik daripada tetap di dalam jabatan yang membuat mu tak nyaman."
Kata kata itu mendengung di kepala Albert, hatinya menerima namun ego yang masih ada di tubuh nya menolak dengan tegas. Albert memukul kepala nya dengan keras, tak nyaman dengan suara suara aneh yang menghantui nya selama ini.
Albert berhenti memukul kepalanya. Tangannya bergetar, tapi bukan karena takut—melainkan karena ia mulai sadar.
Suara rantai di tubuhnya kini bukan lagi jeritan menyakitkan, melainkan dengung harmoni, seperti jiwa-jiwa yang dulu ia ikat kini ikut berdamai.
Perlahan, cahaya lembut keluar dari setiap belenggu di tubuhnya. Rantai-rantai itu bergetar… lalu pecah menjadi partikel cahaya biru keunguan yang berputar mengelilinginya.
“Jadi ini... perasaan bebas?” ucap Albert pelan. “Aku lupa... sejak kapan aku berhenti menjadi manusia.”
Ia menatap Kuroh di kejauhan, yang masih menahan badai milik Hyoma. Di mata Albert, anak itu bukan sekadar pejuang — tapi cerminan dirinya yang dulu seharusnya ada.
Sosok yang berani melawan langit, bukan untuk ambisi, tapi karena hati.
“Terima kasih... sudah membuka mataku, bocah hitam.”
Langkah Albert menjadi mantap. Aura di tubuhnya berubah drastis — tidak lagi kasar dan membebani, melainkan stabil, hangat, dan penuh tekad.
Rantai-rantai sisa yang belum hancur kini berputar di udara, membentuk pusaran berbentuk mandala.
Di tengahnya, muncul simbol cahaya — “Aether Chain: Sol Vindicta.”
Albert mengangkat tangannya tinggi-tinggi, memanggil kekuatan yang dulu ia tolak mentah-mentah.
“Rantai yang dulu membelengguku…” katanya pelan, namun suaranya menggema di seluruh area,
“…kini akan menjadi pedang yang menebas kesalahanku.”
Aura cahaya membungkus tubuhnya, lalu rantai-rantai itu berubah menjadi pedang raksasa transparan, menancap ke tanah di antara Hyoma dan Kuroh.
“Aku... Albert, Raja Langit yang telah berhenti menjadi boneka.”
Tatapannya tajam, tapi damai.
“Mulai sekarang, aku bukan lagi penguasa langit… tapi pengembara yang mencari arti pertarungan.”
Hyoma terkejut — suaranya tercekat.
“Albert... kau...”
Namun sebelum Hyoma sempat melanjutkan, Albert sudah menatapnya lurus,
“Diam, Hyoma. Kau bukan musuhku… tapi bayangan masa laluku. Dan hari ini, aku akan mengubur bayangan itu.”
Rantai cahaya melesat — cepat, tajam, tapi bersih. Bukan tebasan amarah, melainkan tebasan pembebasan.
Aura badai Hyoma langsung pecah saat pedang rantai itu menghantam tanah, memisahkan monster Gladiator dari tubuhnya.
Dalam sekejap, badai pun berhenti. Hening menggema.
Malam yang berisik, kembali tenang, menyisakan suara rantai yang jatuh pelan ke tanah.
Albert tersenyum, menatap Kuroh.
“Jika kau tak keberatan,” katanya sambil menunduk sedikit.
“Mulai hari ini… izinkan aku berjalan bersamamu.”