Jika perselingkuhan, haruskah dibalas dengan perselingkuhan ...
Suami, adalah sandaran seorang istri. tempat makhluk tersebut pulang, berlabuh dan tempat penuh kasih nan bermanja ria juga tempat yang sangat aman.
Namun, semua itu tak Zea dapatkan.
Pernikahannya adalah karena perjodohan dan alasannya ia ingin melupakan cinta pertamanya: Elang. teman kecilnya yang berhasil meluluh lantahkan hatinya, yang ditolak karena sifat manjanya.
Namun pernikahan membuat zea berubah, dari manja menjadi mandiri, setelah suaminya berselingkuh dengan wanita yang ternyata adalah istri dari teman kecilnya.
Haruskah zea membalasnya?
Ataukah ia diam saja, seperti gadis bodoh ...
Novel ini akan membawamu pada kenyataan, dimana seorang wanita bisa berubah, bukan saja karena keadaan tapi juga karena LUKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehadiranku.
Aku menunduk, tak seharusnya aku membantahnya. Elang benar aku memang sudah dibuang disaat aku tak sadarkan diri, dimana aku berada diantara hidup dan mati. Kini aku hidup pun kakiku tak bisa berjalan seperti biasanya, semuanya sudah berubah sekarang.
"Besok mereka akan menikah, elo gak mau kesana?" tanya Elang.
Lelaki itu berdiri, ia memasukkan kedua jemarinya kedalam saku celananya. Berjalan kearah jendela dan berhenti disana dengan mata memandang keluar.
"Buat apa? Aku sudah dicerai, artinya aku bukan siapa-siapa dia lagi," jawabku terasa getir.
"Jadi, elo mau diam saja. Tidakkah elo berpikir untuk balas dendam, mereka sudah berselingkuh, mereka sudah mengkhianati kita," ujar Elang.
Aku tak pernah berpikir kearah sana, semuanya terasa percuma bagiku hidup tenang lebih baik dari pada membalas perbuatan mereka. Tapi, aku ingin bertemu dengan pria yang sedah menjadi mantan suamiku sekarang, hanya ingin bertanya, kenapa ia berubah?
"Tidak, untuk balas dendam. Namun, aku ingin bertemu dengannya, bisakah kamu membawaku kesana?" itulah jawabanku.
"Baik," sahut Elang.
Tak ada lagi percakapan diantara kami, kulihat punggung kokoh itu masih diposisinya. Apa ini takdirku untuk bisa kembali bersama Elang?
Tiba-tiba pertanyaan itu muncul, kurasa bukan. Elang tak akan pernah menyukaiku, ia hanya menggunakan aku sebagai alat untuk membalaskan dendam perselingkuhan mereka.
Akan tetapi, apa yang ia rencanakan?
Malam harinya aku masih memikirkan jalan pikiran Elang, ada yang berbeda dengannya, tapi aku tak tahu itu apa.
Besok adalah momen dimana suamiku yang sudah jadi mantan, berubah jadi suami orang. Besok juga aku akan menyaksikan bagaimana statusnya menjadi suami yang menikahi selingkuhannya.
Disaat itu pikiranku melayang pada bukti perselingkuhan mereka, aku ingat aku sudah menyimpan bukti itu diponselku.
"Bu, barang-barangku seperti ponsel, ada dimana?" tanyaku pada ibu yang sedang bersama Arsya, mereka tengah duduk santai dikursi sopa sembari menikmati makanan yang dibelikan Elang tentunya.
"Didalam laci nakas sebelah kamu," jawab ibu.
Aku bangun dan duduk, tanganku meraba meja nakas yang ibuku katakan. Aku menemukanya, ponselku hampir hancur ada beberapa yang retak akibat kecelakaan itu. Aku menyalakannya dan mencari data yang kusimpan malam itu dan memang masih ada.
Kata-kata Elang tadi siang terlintas kembali, apa harus aku membalas perlakuan dua manusia itu?
Aku kecewa mas Reza menalakku disaat aku dalam keadaan koma, ini tidak adil bagiku. Bahkan ibuku bercerita, aku tak mendapatkan hak apapun selain hak asuh Arsya.
"Kamu benar-benar jahat, Mas," gumamku dalam hati, mataku mengarah pada Arsya yang begitu senang memakan buah yang dibawa Elang.
Aku menggenggam kuat benda pipih ku dan menghela nafas panjang. Ada rasa ingin menghancurkan apa yang sudah dia mulai, kepercayaanku, kasih sayang anakku yang terbagi juga pengkhianatan yang sudah mas Reza lakukan selama lebih lima tahun berlalu.
......................
Keesokan harinya ...
Aku yang sudah mempersiapkan diri dengan bantuan ibu, duduk diam sembari melihat diri sendiri didalam pantulan cermin yang berukuran mini. Tak ada yang istimewa, aku anggap pernikahan mas Reza adalah sebuah hari yang kelam. Maka dari itu aku mamakai dress hitam polos tanpa aksesoris yang menempel dibadanku.
Rambut panjangku terurai, juga flatshoes hitam polos yang menjadi alas kakiku. Diambang pintu Elang sudah siap mengantarku ke tempat dua insan yang menganggap selingkuh itu indah.
Lelaki itu pun sama halnya denganku, ia memakai pakaian serba hitam.
"Kamu yakin akan pergi?" tanya ibu, raut cemas tampak jelas terpancar diwajahnya.
"Iya, bukankah aku haru memberikan ucapan selamat pada mereka," jawabku mantap.
"Tante tenang saja, aku akan jagain Zea dan aku sendiri yang akan mengantarnya pulang." Elang memegang stir kursi roda yang ku duduki.
"Tapi, Zea baru bangun," protes ibuku, ia menatapku dengan pilu.
Elang menatap ku, "Apa kamu akan kuat?" tanyanya.
Tubuhku masih terasa lemas, tanganku gemetar mengingat tentang hari ini. Namun, aku menjawabnya dengan anggukan bahwa aku pasti kuat.
Jodohku dengan mas Reza cukup sampa disini, aku tak ingin ada yang membuatku terganjal lagi. Aku harus ikhlas melepaskannya, demi diriku dan juga anakku, Arsya.
"Ayo kita pergi!" ajak Elang mendorong kursi rodaku.
"Ingat! Kalian tak boleh pergi selama lebih dari dua jam, sepulang dari sana akan saya periksa keadaan pasien." Dokter memberikan peringatan.
Awalnya aku dilarang karena baru bangun dari koma, tapi dengan bujukan Elang dokter yang merawatku akhirnya menyerah dan mengijinkan aku pergi. Berbekal obat yang sudah ku minum dan juga infus yang masih terpasang dipunggung tanganku, kami pergi memberikan hadiah untuk pengantin tersebut.
Menit demi menit berlalu dengan cepat, perjalanan ini begitu jauh juga membuatku tegang. Bahkan tanganku tak berhenti bergetar, begitu pun jantungku yang sedari tadi berdebar hebat. Mereka menikah di Hotel terkenal, itu yang Elang katakan.
Mobil yang kami kendarai sudah terparkir, terlihat ada janur kuning yang mengatakan adanya pernikahan di Hotel tersebut, dengan nama pengantin yang menggantung diujung hiasan dari daun kelapa muda itu.
"Jangan tegang, yakinlah elo bisa. Sisanya gue yang lakukan, bukti yang elo berikan sangat memuaskan," ujar Elang.
Ya, aku memberikan bukti perselingkuhan mereka padanya. Aku tak ingin hanya aku yang menontonnya, tapi semua orang harus tahu seberapa buruk dua insan yang menjadi pengantin hari minggu ini.
"Ayo!" ajak Elang, ia turun duluan. Selanjutnya aku digendong untuk berpindah duduk dari mobil ke kursi roda dengan bantuan sopir pribadi Elang.
Supir menutup pintu mobilnya, sementara kami melanjutkan niat untuk menghadiri pernikahan mantan kami.
Pernikahan ini sudah ramai, bahkan ada beberapa wartawan yang diundang untuk membuat laporan tentang pesta pernikahan anak konglomerat pemilik perusahaan skincare terkenal.
Bahkan acara ijab kabul pun sudah selesai, tinggal para tamu yang mengantri untuk memberikan ucapan selamat pada pengantin dan keluarganya.
Dari jauh, kulihat ibu mertuaku dan iparku yang tampak bahagia diatas pelaminan, berbeda jauh saat mas Reza menikah denganku yang tak terlihat wajah senyum mereka sama sekali. Mereka tak peduli padaku yang sakit setelah kecelakaan itu, maka dari itu aku pun tak peduli lagi apa yang akan mereka rasakan setelah ini.
Tanganku mengepal, aku tak banyak menuntut apapun tapi sikap mereka benar-benar membuatku terhina. Mereka tertawa diatas penderitaanku.
"Kamu bilang, orang tua Alana tak tahu tentang perselingkuhan mereka. Apa mereka juga tak tahu tentang anak perempuan mereka?" tanyaku pada Elang.
"Sepertinya belum, apa elo juga punya gambar anak itu," jawab Elang sekaligus bertanya tentang anak usia tiga tahun itu.
"Mending tak usah, dia anak kecil yang gak tahu apa-apa," ujarku.
"Ok, kita lakukan sekarang saja, menunggu antrian itu membosankan," ucap Elang.
Lelaki itu mendorongku ketengah-tengah ruangan, dimana beberapa orang memberikan jalan pada kami. Mungkin melihat keadaanku yang diinfus dan duduk diatas kursi roda.
Begitu tampak kesakitan.
Beberapa orang melirik pada kami, setelah itu keluarga dan pengantinnya mulai menyadari kehadiranku dan juga Elang yang berada tepat didepan pelaminan, hanya saja terhalang bunga-bunga plastik yang disemprot parfum agar wangi semerbak diruangan ini menguar diudara.
Kulihat mata Alana membelalak, mungkin ia kaget dan bertanya kenapa aku ada disini?
Karena kemarin-kemarin bahkan sebulan berlalu aku dalam keadaan koma.
Tak hanya dia, Mas Reza dan keluarganya pun sama. Tapi aku, hanya berusaha tersenyum, walau sebenarnya tanganku tak berhenti gemetar.
Elang menodongkan pengeras suara yang ia pinjam dari host pesta ini, ia memberiku kode agar aku mulai berbicara.
"Selamat atas pernikahan kalian!" ucapku dengan bibir yang bergetar.
dia diancam apa sehingga seorng Reza akhirnya menalak Zea disaat sedang koma??