NovelToon NovelToon
Bayangan Si Cupu Tampan

Bayangan Si Cupu Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Taufik

Di balik kacamata tebal, kemeja kusut, dan sepatu bolongnya, Raka Arya Pratama terlihat seperti mahasiswa paling cupu di kampus. Ia dijauhi, dibully, bahkan jadi bahan lelucon setiap hari di Universitas Nasional Jakarta. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada yang peduli pada dirinya.

Tapi tak ada yang tahu, Raka bukanlah mahasiswa biasa.

Di balik penampilan lusuh itu tersembunyi wajah tampan, otak jenius, dan identitas rahasia: anggota Unit Operasi Khusus Cyber Nusantara,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jebakan

Pagi itu, matahari Jakarta belum terlalu garang. Kampus Universitas Jakarta Raya mulai dipadati mahasiswa yang berjalan tergesa-gesa dengan buku di tangan, sebagian lainnya nongkrong santai di taman, menyesap kopi sachet, atau sibuk dengan gadget masing-masing.

Di antara kerumunan itu, seorang mahasiswa berjaket usang, berkacamata bulat dan rambut sedikit menutup mata disisir rapi dengan ransel lusuh menunduk, saat melangkah., kacamata tebal bertengger miring di hidung, dan vespa butut miliknya baru saja dia parkir di belakang gedung fakultas.

Raka Arya Pratama, kembali berperan sebagai mahasiswa cupu yang pendiam. Tak banyak yang meliriknya, selain beberapa mahasiswa iseng yang biasa menjadikan Raka sebagai objek bully ringan pagi hari.

Namun pagi itu, suasana kampus berbeda.

Raka baru saja melangkah masuk ke koridor fakultas ketika ia mendengar keributan di ujung lorong.

> “Eh, lo udah liat belum? Di meja Viola ada surat cinta!”

“Gila... ditulis tangan lho! Romantis banget, hahaha.”

“Wah, siapa nih yang nekat banget nembak Ice Princess pagi-pagi begini?”

Langkah Raka terhenti sejenak. Viola? Surat cinta? Pikirannya langsung waspada.

Ia menyusup ke kerumunan secara perlahan. Di depan pintu kelas Fakultas Bisnis Internasional, terlihat selembar surat terlipat rapi, diletakkan di atas meja yang sudah terkenal sebagai tempat duduk tetap Cheviolla Afanata, sang anak konglomerat yang tak banyak bicara dan selalu menjaga jarak dengan siapa pun.

Mahasiswa lain berdiri di sekeliling sambil berseru-seru penuh rasa ingin tahu.

Salah satu dari mereka membacakan isi surat:

> “Kau seperti pagi yang dingin namun menenangkan. Tatapan matamu menyihir, dan langkahmu membuat dunia sejenak terdiam. Mungkin aku bukan siapa-siapa, hanya mahasiswa biasa, tapi aku ingin mengatakan... aku melihatmu. Bukan sekadar wajahmu, tapi dirimu. -- R.A.P”

Seketika, semua mahasiswa mulai berspekulasi.

> “R.A.P?! Siapa itu?!” “Eh... bukannya nama Raka Arya Pratama juga inisialnya R.A.P?! Hahaha, masa sih dia?”

“Gak lucu ah! Si cupu itu? Mana mungkin dia suka Viola!”

Beberapa mata langsung mencari-cari sosok Raka. Dan benar saja—di ujung lorong, Raka berdiri dengan wajah polos, kaget bukan main. Bukan karena merasa ketahuan, tapi karena dia benar-benar tak tahu menahu soal surat itu.

“Sial... ini bukan gue,” gumamnya pelan.

Namun semua terlanjur mencurigainya. Beberapa mahasiswa mulai menahan tawa, beberapa lainnya menyindir sambil menyikut lengan teman.

> “Wah, lo naksir Ice Princess ya, Ka?” “Berani juga lo, bro! Tapi fix gak bakal dibalas tuh, hahaha!”

Raka hanya tersenyum kikuk dan cepat-cepat menunduk, berpura-pura tak dengar. Tapi pikirannya langsung bekerja cepat. Siapa yang menulis surat itu? Dan... kenapa menggunakan inisial dia?

Sementara itu, Cheviolla sendiri baru tiba, melangkah masuk dengan rambut dikuncir rapi, memakai blazer elegan khasnya. Wajahnya seperti biasa: dingin dan tak tersentuh. Begitu masuk, dia langsung melihat kerumunan.

Salah satu temannya mendekat dengan senyum menggoda.

> “Viola... ada yang suka sama kamu, tuh. Romantis banget tulisannya. Nih, suratnya.”

Viola hanya melirik. Tatapannya mengarah pada kertas itu, lalu pada kerumunan. Sejenak, matanya bertemu dengan mata Raka—yang buru-buru menunduk.

Dia meraih surat itu, membuka lipatannya, membaca dengan mata datar. Tak ada ekspresi. Tak ada komentar. Ia hanya melipat ulang suratnya... dan memasukkannya ke dalam tas.

Semua yang menonton menahan napas.

> “Eh... dia simpan dong?” “Jangan-jangan... dia suka juga?”

Namun Cheviolla hanya duduk di kursinya, menyalakan iPad, dan fokus pada catatan kuliah. Tanpa satu kata pun.

Raka perlahan mundur dari kerumunan, menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi. Surat itu tidak mungkin muncul begitu saja. Kampus ini terlalu bersih untuk insiden iseng seperti itu… atau terlalu kotor, tergantung sudut pandangnya.

> “Kalau ini jebakan, siapa yang menjebak gue?” pikir Raka.

Raka, dengan setelan cupu seperti biasa—kaus polo kusam, tas ransel lusuh, dan sepatu yang mulai mengelupas—melangkah masuk ke ruang kelas. Ia sudah terbiasa dicemooh, terbiasa dianggap tak ada.

Namun pagi ini berbeda.

Semua pasang mata menatapnya, beberapa langsung tertawa, sisanya melayangkan ejekan tanpa suara.

Dan sebelum ia duduk, empat mahasiswa dari luar jurusannya masuk. Salah satunya adalah Davin, mahasiswa tajir flamboyan yang dikenal keras kepala dan... terlalu percaya diri menaklukkan perempuan.

"Raka Arya Pratama?" tanyanya keras, suaranya menggema.

Raka menoleh dengan kening berkerut. "Iya?"

Brak!

Kerah bajunya langsung ditarik kasar.

"Lo pikir lo pangeran? Berani-beraninya ngirimin surat ke Viola!"

"Bangun dari mimpimu, katak!"

"Jijik banget sumpah, cupu kayak lo suka cewek kayak dia!"

"Dasar pecundang gak tahu diri!"

Mereka menyeret Raka ke halaman kampus. Belasan mahasiswa mengikuti, beberapa menonton dengan wajah geli, beberapa merekam dengan ponsel.

Di tengah kerumunan, mereka mendorong Raka ke tanah.

"Ngaku! Lo yang tulis surat itu, kan?!"

"Apa lo buta, gak bisa ngaca diri lo di cermin?"

"Sekali lagi lo berani ganggu Viola, gua hajar lebih parah, ngerti?!"

Satu tinju keras menghantam pelipis kiri Raka.

Tubuhnya terjatuh. Darah menetes tipis dari pelipisnya.

kacamata bulat murah yang selalu ia pakai untuk memperkuat citra cupu—terhempas ke tanah, retak dan patah. Salah satu lensanya terlepas, bingkainya bengkok. Suara lirih serpihannya membuat sebagian mahasiswa tercekat, namun tetap tak ada yang bertindak. Banyak yang hanya menonton, entah karena takut atau ikut terhibur.

Ia menggertakkan gigi... tapi tidak melawan. Ia pura-pura kesakitan.

Bukan karena takut. Karena ia menyadari ada sesuatu yang lebih besar sedang dimainkan.

Raka hanya mendongak perlahan. Matanya bertemu dengan kamera salah satu mahasiswa yang sedang merekam, lalu bergerak naik—ke arah jendela lantai dua gedung sebelah.

Di sana berdiri seseorang.

Cheviolla.

Ia melihat semua kejadian itu. Tatapannya dingin, penuh tanda tanya.

1
Suyono Suratman
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!