NovelToon NovelToon
Kurebut Suamiku

Kurebut Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: megatron

Sagara mengalami hilang ingatan setelah kecelakaan tragis, tidak ada kenangan Lania dalam pikirannya.

Lania merasa sedih, terlebih-lebih Sagara hanya mengingat sekertaris-nya yang tak lain adalah Adisty.

Peristiwa ini dimanfaatkan Adisty untuk menghasut Sagara agar menceraikan Lania.

Lantas, dapat kah Liana mempertahankan rumah tangganya?
Apakah ingatan Sagara akan kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megatron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bau Dosa

Cahaya pagi menyusup lewat celah tirai, menerpa wajah Sagara yang terlelap—tidur tengkurap dengan kepala menghadap samping. Mata sembab, kepalanya berat seperti diikat ribuan benang kusut yang tak bisa dijelaskan. kaca jendela memantulkan wajahnya yang lelah dan tenang.

Kesadaran memusingkan kepala, Sagara mengubah posisi—tidur menghadap langit-langit kamar. Dia mengusap pelipis dengan mata terpejam, mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam.

Ingatan melambung pada kejadian tadi malam, ‘apakah aku benar-benar sudah di rumah…? Lania’ senyum di bibir Sagara seketika terbit. Dia ingat sedang memadu kasih dengan istri tercinta.

Namun, ketika mata terbuka sepenuhnya. Benda keras seakan-akan membentur kepala, dia masih di hotel yang sama, tempat terakhir kali mengadakan pesta bersama Adisty dan kolega.

Kilasan wajah Adisty muncul, kabur, seolah-olah bukan bagian dari memori nyata, melainkan mimpi ganjil yang menyelinap saat tidur setengah sadar. Namun, ada juga kilasan suara Lania. Suara lembutnya... sentuhannya ... atau hanya khayalan saja?

Betapa terkejutnya, ketika tangan ramping tiba-tiba memeluk. Sagara menoleh dengan cepat, nyaris mematahkan leher. “Adisty!” teriaknya.

Sagara melompat dan berdiri ke sisi tempat tidur. Celana panjangnya melorot karena tidak dikancingkan dengan benar, dia buru-buru mengenakan kembali.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Sagara tegas.

“Kamu?” Adisty membalik pertanyaan, “Kita, Ga ... ‘apa yang kita lakukan di sini’ begitu seharusnya.”

“Cukup Adisty, ini tidak lucu.” Panik mencekik Sagara saat ini.

Dia melihat ranjang berantakan, pundak mulus Adisty terpampang nyata tanpa sehelai benang pun. Tubuh wanita itu dibungkus rapat menggunakan selimut hotel.

“Ini gila!” bentak Sagara, lebih kepada kebodohan sendiri.

Dalam kebingungan, dia berjalan cepat ke kamar mandi. Memandangi diri di cermin, bukan orang asing yang tampak di sana. Banyak tanda merah samar di lehernya. Wangi feminim yang sangat familiar, parfum miliki Adisty melekat di pergelangan tangan, tidak ... setiap inci tubuhnya diselimuti bau dosa.

“Aku harus bangun, ini pasti mimpi!” monolog Sagara.

Kedua telapak tangan menengadah di bawah keran, Sagara mencuci wajah agar terbangun dari mimpi buruk. Dia merasakan air dingin membasuh seluruh kepala. Satu kali, dua, tiga, tidak terhingga, sampai benar-benar terjaga.

“Brengsek!” umpatnya terhadap sosok di cermin, pantulan wajah merah Sagara.

Dia menatap cermin. Menunggu kesadaran kembali sepenuhnya. Namun, justru yang menatap balik adalah wajah yang sama—lelah, gelisah, dan dipenuhi kebingungan.

Sagara memejamkan mata. Menarik napas dalam-dalam, tetapi dada tetap terasa sesak.

“Kalau memang hanya mimpi… kenapa terasa begitu nyata?”

Jantung berdebar kian cepat, Sagara meninju kaca hotel hingga hancur berkeping-keping. Sekadar memastikan antara kenyataan dan bunga tidur, dia melihat noda darah pada cermin yang pecah.

“Ga! Apa yang terjadi? Bukan pintunya!” teriak Adisty di luar kamar mandi, terdengar panik.

Namun, Sagara belum siap menghadapi wanita itu—asisten pribadinya—teman, dia sahabatnya. Bagaimana bisa seperti ini? Apa yang sudah mereka lakukan?

“Ga, ayo lah buka pintunya,” bujuk Adisty.

Tidak ada rasa untuk menanggapi, Sagara melirik pintu pun enggan. Mual, dia memuntahkan cairan berlendir sisa semalam. Gara-gara segelas minuman laknat, sampai merusak kehormatan teman sendiri.

Bukan hanya itu, Sagara secara tidak langsung telah mengkhianati kepercayaan istrinya. Kini, di benak, wajah Lania muncul. Matanya yang jernih. Senyumnya yang hangat dan menentramkan terkontaminasi oleh sesuatu yang kotor.

Perasaan bersalah karena tak mampu membuktikan dirinya tak bersalah menggerogoti Sagara. Seharusnya, dia tidak melakukan hal menjijikkan. Namun, yang paling menakutkan bukanlah rasa bersalah, melainkan tidak ingat apa yang sebenarnya terjadi.

Sagara melangkah gontai ketika keluar dari kamar mandi. Matanya meneliti penampilan Adisty saat ini. “Pakai bajumu dengan benar, kita bicara di luar.”

Tanpa daya, Sagara berjalan menuju pintu kamar. Dia tidak memedulikan buku-buku jari yang mengeluarkan darah.

Lima menit kemudian, Adisty bergabung di ruang tengah. Dia melihat luka Sagara dengan iba, lalu bergegas mengambil kotak P3K.

Dengan gerakan yang tidak terkontrol, Sagara menepis tangan Adisty sampai terdorong. Wanita itu kini terduduk di lantai.

“Ga! Kamu apa-apa, sih?” teriak Adisty, amarah berkobar nyata di kedua mata. “Paling tidak izinkan aku mengobati lukamu!”

Sudah sepantasnya Adisty berteriak kepada Sagara, mencaci-maki, menuntut keadilan, meminta pertanggungjawaban. Lantas, sanggupkah dia menanggung—mengabulkan semua tuntutan dari sang teman.

Jawabannya tentu tidak, Sagara sudah beristri. Pasti Lania sangat amat terpukul, jika pulang membawa wanita lain. Dalam artian bukan asing, jauh lebih buruk—musuh bebuyutannya.

Baru beberapa hari lalu konflik antara Sagara, Lania, dan Adisty mereda, tidak sepenuhnya— masih ada bara yang sebentar lagi akan menyala kembali karena perbuatan bejat ini.

“Siapkan pernikahan,” ucap Sagara dingin.

“Ga, tidak perlu buru-buru, gima—”

“Semua biaya aku yang tanggung,” potong Sagara, tatapan mata tak bernyawa.

“Bukan gitu, tapi ini terlalu cepat. Gimana sama Lania?”

“Dia akan baik-baik saja,” jawaban datar Sagara lebih menakutkan ketimbang menghadapi malaikat maut. “Aku tidak mau buang-buang waktu.”

Setelahnya, Sagara meninggalkan Adisty sendiri di ruang tengah. Di dalam kamar, dia mengambil kemeja yang tergeletak masai dan membuangnya ke tempat sampah. Lantas, masuk kamar mandi untuk membersihkan diri.

Ini kali pertama Sagara menghabiskan waktu begitu lama di kamar mandi. Sekitar dua jam baru keluar dan bergegas berpakaian lengkap.

Ketika keluar dari kamar, Sagara tidak melihat Adisty di sana. Mungkin wanita itu sedang mengemasi barang-barangnya di kamar sebelah.

Mereka kembali ke Jakarta sesuai dengan yang sudah diagendakan, sepanjang perjalanan tidak ada percakapan apa pun. Bahkan untuk sekadar makan pun tak terpikirkan.

Dengan berat hati, Sagara mengabari Lania bahwa begitu tiba, alih-alih ke rumah—dia mengatakan langsung menyelesaikan pekerjaan di kantor. Selain itu, juga memerintahkan Adisty untuk ambil cuti sampai waktu yang tidak ditentukan.

Sagara telah menginjakkan kaki di gedung tinggi pencakar langit miliknya.

Hari mulai petang, di kantor, dunia seperti di awang-awang—melayang. Suara para kerja terdengar jauh. Pandangan Sagara buram, seperti melihat dari balik kaca yang dipenuhi embun.

Saat menatap layar laptop, dia sempat melihat pantulan dirinya sendiri, duduk bersama Adisty, bersulang dengan kolega.

Lalu, seteguk wine mengguncang kesadaran. Sagara sepenuhnya tak terkendali, dalam ingatan dia mencium... atau dicium? Perempuan yang dilihat kala itu adalah Lania, tetapi mengapa saat terbangun pagi hari justru Adisty?

Tarikan napas terasa berat, Sagara mengedipkan mata, kenangan itu memusingkan. Ilusi semata.

“Aakkhh!!!” teriak Sagara putus asa, dia tidak mengingat bagian tengah dan akhirnya. Jelas terpotong.

Sagara mulai mempertanyakan segalanya—

Mengapa Adisty tidak menolak?

Apakah semalam benar-benar terjadi?

Apakah dia sedang dikendalikan… atau sedang menghancurkan diri sendiri?

1
[AIANA]
wah dia bukan mak lampir, ternyata dia iblis,
[AIANA]
mak lampir plis hus hus hus.
[AIANA]
tantang aja. kalau kamu (Sagara) masih memperlakukan lania dg buruk dan memilih mak lampir, aku dg tangan terbuka akan menampungnya. hahahaha
Mega: Hahaha, siap jadiin ayam geprek ya.
total 1 replies
Queenci Kim
💃🏻💃🏻
Iza
😭😭😭
[AIANA]
nah, jadi orang bodoh lagi kan. sebel aku lama2
Mega: Sabar-sabar, masih awal.
total 1 replies
[AIANA]
ini si Sagara, sekalipun ilang ingatan. sekalipun yg dia ingat adalah perdebatan tentang perceraian. kok dia lupa sama hatinya ya? ada hal lain kah yg belum dibahas?

jujur selain hasutan nenek lampir, atau ingatan ttg Lania, smp saat ini keinginan sagara sendiri ga jelas
Mega: Sagara jadi korban penulis plin-plan. kikikikik
total 1 replies
[AIANA]
waktu istri
Mega: Banyak banget typo ternyata ya. kikikikik. nulisnya sambil-sambil. Nanti, deh, revisi lagi. makasih
total 1 replies
[AIANA]
bentar, aku ga salah kan? skg ini si Lania kondisi hamil kan ya?
Mega: Iya, kikikikikikik.
total 1 replies
Mega
MasyaAllah dapat kejutan aku. Makasih sudah sempatkan mampir. kikikikikikik
[AIANA]
lihai bener sih ini nenek lampir
kamu dapat inspirasi dari mana jal
[AIANA]
meninggal kamar. sereeem.
hai sayang. aku datang karena penasaran
Mega: Ayo mulai nulis lagi
[AIANA]: semangat!!! aku bangga padamu. kamu aja kyk gt apalagi aku. malu udah hiatus 1th
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!