Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.
Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.
Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Mulai saat itu, dunianya pun berubah.
Dunia yang dipenuhi estetika keindahan, ternyata banyak menyimpan hal yang tak pernah terduga sebelumnya.
(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Syuting belumlah berakhir. Kali ini kami diminta berempat sekaligus. Aku berniat untuk membuat kelompok bersama Anna dan Viola, tapi apa daya, mereka berdua sudah ditempatkan di kelompok yang sudah ditentukan.
Sudah pasti begitu karena mereka digadangkan sebagai wajah generasi ketiga. Mereka berdua ditambah dengan Ema dan Amel. Sementara aku bersama Bella, Indri dan Shanika.
Bagiku bukan masalah. Aku cukup mengenal mereka bertiga. Kami sering bertemu di bagian belakang barisan. Mereka adalah rekan senasib yang selalu mendapat blocking-an di garda terbelakang.
Kami pernah mengobrol beberapa kali. Sebagai sesama penghuni lini belakang, kami cukup terbiasa kerja sama. Harusnya tidak akan ada masalah yang berarti.
Dalam hal ini kami hanya perlu membuat gerakan yang kompak. Kurang lebih mirip dengan yang kami lakukan ketika sendiri tadi.
Seperti tadi juga, kami bergantian per kelompok. Hingga semuanya kebagian. Setelah itu, barulah syuting untuk hari ini berakhir karena matahari mulai menutup diri di balik ufuk barat.
Berakhir harinya, bukan berarti berakhir syutingnya. Ternyata masih berlanjut pada hari berikutnya.
Berangkat dari pagi hari juga. Berkumpul di Bongori. Berangkat persis seperti kemarin. Namun yang tak biasa, perjalanan terasa lebih lama dan panjang.
Mungkin karena hari ini hari libur, jalanan menjadi padat merayap. Untung saja waktu tak terasa berkat obrolan seru bersama teman-teman.
Tiba di sebuah bangunan padat berdempetan. Di mataku, bangunan ini seperti sebuah sekolahan. Namun, bentuk bangunannya membuatku ragu. Terkesan sekali kemegahannya. Sudah seperti gedung elit untuk pertemuan suatu organisasi besar.
Aku kini penasaran dengan isi dari bangunannya. Sayangnya tirai bercorak indah membentengi setiap jendelanya.
Kukubur penasaran, segera membawa tasku mengikuti teman-teman. Berjalan di sebuah lorong yang hanya ada barisan kami di sana.
Dari kejauhan, terlihat segerombol orang yang bergumul dengan kabel dan alat. Kamera-kamera pun telah stand by menangkap gerakan. Siap menyorot ke satu arah tepat di tengah lapangan hijau.
Kami harus syuting di sana huh?
Benar saja. Saat briefing tadi, kami diminta untuk menari di sana. Dengan outfit stage yang sama, kami pun mengikuti arahan Miss Myeong. Menampilkan performa kami diiringi oleh lagu yang menggema.
Lagi-lagi, aku merasa kehilangan gairah melihat kamera yang terasa jauh. Belum lagi posisiku yang tertutup oleh teman-teman. Kalau diumpamakan, sudah seperti jarum dalam tumpukan jerami. Masuk dalam video pun tidak akan terlalu ketara.
Aku yakin, setiap idol pasti berharap, suatu hari nanti, bisa berada di depan walaupun sekali seumur hidup.
Walau bukan hari ini, aku harus tetap serius. Anggap saja, hari ini adalah langkah awalku untuk bisa berada di barisan terdepan menyusul kedua temanku itu.
Ya, benar! Aku tidak boleh kehilangan fokus meski penontonku cuma staf dan kamerawan.
Aku bergerak sedinamis mungkin tanpa mengendurkan antusiasme. Gerakanku harus selaras dengan melodi agar terlihat seciamik mungkin. Tapi karena itu, aku jadi tak memperhatikan gerakan teman-temanku.
Fokusku hanya ke kamera. Meski dalam gerakan, tatapanku intens hanya menuju ke sana. Hingga akhir lagu, aku berhasil mempertahankan fokus walau cukup melelahkan.
Tak hanya aku sendiri yang ngos-ngosan, semua temanku pun tampak senasib. Aku yang merasa cukup puas dengan penampilanku, mengangkat telapak tangan. Sontak Bella dan Shanika menepuknya hampir tak bersuara.
Miss Myeong yang duduk menatapi kami, segera melihat hasil rekaman. Dahinya berkerut, matanya memicing.
"Kita re-take." ujarnya melalui megafon.
Berkat sepotong kata itu, semua yang kami lakukan menjadi sia-sia. Kupikir tadi sudah cukup bagus. Persis seperti yang kami lakukan saat latihan.
"No. Kurang kompak. Banyak gerakan yang kurang pas. Cuma beberapa orang yang bagus."
Kami serentak menghela nafas. Kembali ke posisi semula. Syuting pun dimulai kembali.
Jujur aku tidak tahu di mana salahnya. Apa aku termasuk dalam "beberapa" tadi? Ataukah gerakanku juga kurang bagus? Seperti biasa, Miss Myeong selalu memberi saran yang penuh misteri.
Kalau masalahnya pada kekompakan, itu artinya aku harus memperhatikan juga gerakan yang lain. Mungkin aku harus ikut menyelaraskan gerakanku juga.
Kupandangi gerakan teman-temanku, justru pusing. Memang sih gerakan mereka sudah bagus, tapi, sekilas memang tampak tak selaras.
Kalau begini, siapa yang harus kujadikan patokan? Kalau kuikuti salah satu, tak mengubah keselarasannya. Serba salah jadinya.
Aku yang kebingungan menari begitu saja. Tanpa sadar, telah selesai begitu saja. Untuk yang kali ini, aku merasa tak puas dengan penampilanku.
Sambil mengatur nafas, kupandangi Miss Myeong. Ia menggeleng pelan. Air mukanya memasam. Menghela nafas panjang. Ini pertanda buruk.
"Big no untuk yang ini! Masih mending yang tadi. Terutama Kirana ..."
Aku yang masih mengatur nafas, mendadak angkat kepala. Terkejut.
"... Kamu tadi sudah oke, kenapa malah kacau begini?" Nadanya sedikit meninggi.
Yah, wajar sih. Aku terlalu bingung tadi. Tapi, di saat yang sama, aku kaget ia menyadarinya, padahal tubuhku saja cukup samar-samar terlihat kalau dari depan.
"Retake! Aku tidak mau tahu."
Apa yang kami khawatirkan terjadi. Kami yang memang sengaja menunggu, kembali merapikan posisi. Kami ulang lagi yang sudah kami lakukan tadi.
Lagi dan lagi. Entah sudah pengulangan ke berapa. Saking seringnya, aku kehilangan jumlah hitungannya.
Lagi-lagi ia menghela nafas untuk kesekian kalinya.
"Kita break sebentar." Ujarnya dengan air muka memerah yang belum luntur, "tapi ini kesempatan terakhir. Kalau sampai kalian tidak ada perubahan, kalian jangan protes kalau hasil rekaman yang ditampilkan terlihat buruk."
Peringatan terakhir telah dilontarkan. Otakku benar-benar buntu. Rasanya Sudah kukerahkan semua yang kubisa. Kalau terus begini, yah apa boleh buat.
Kalau sampai MV tayang dalam kondisi mengenaskan dan sepi penonton, mungkin memang kami belum layak untuk disebut idol. Itu juga berarti, jalan kami dalam menapaki dunia per-idol-an masih teramat sangat panjang.
Kami mengulangi semua prosesi pengambilan gambar dari awal. Bergerak sesuai nada. Mencoba mencari tahu penampilan ideal yang diinginkan oleh Miss Myeong. Namun, aku sekali lagi mencoba memandangi kamera dan fokus dalam-dalam terhadapnya. Sama seperti sebelum-sebelumnya.
Lagu berakhir. Kami semua hampir serempak memegang lutut. Nafas beberapa orang di antara kami tersengal lebih dalam. Seperti orang sekarat yang nafasnya hampir putus.
Mereka pasti merasa tersiksa lantaran pengulangan intens. Untung saja aku tak begitu. Aku tersengal, tapi tak separah mereka. Sepertinya staminaku mulai meningkat perlahan deh.
Kini saatnya Miss Myeong memutuskan. Menatap rekaman kami lekat-lekat. Rasanya amat was-was. Beberapa menit kemudian, ia mencubit dagu. Menggeleng pelan. Menghela nafas dengan helaan yang sama.
Ia membuang muka. Pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun.
Kami hanya bisa menangkap ketidak puasan dari raut wajah itu. Setelah punggung itu menghilang, Kak Neza pun mengambil alih komando.
"Terima kasih untuk kalian karna sudah memberikan yang terbaik, dengan ini kita cukupkan syuting kita untuk hari ini."
Huh? Apakah akan ada syuting di lain hari? Kalau dilihat dari Respon Miss Myeong mungkin saja itu bisa terjadi.
Yah, setidaknya aku paham. Memuaskan seseorang ahli per-idol-an adalah hal yang tak mudah. Terlebih buat kami yang masih berumur jagung. Jangankan memuaskan ahlinya, memuaskan penonton pun aku tak yakin.
Tapi, setidaknya, hari ini bisa jadi pelajaran.