NovelToon NovelToon
Kejamnya Mertuaku

Kejamnya Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam
Popularitas:25.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Anjani, gadis manis dari kampung, menikah dengan Adrian karena cinta. Mereka tampak serasi, tetapi setelah menikah, Anjani sadar bahwa cinta saja tidak cukup. Adrian terlalu penurut pada ibunya, Bu Rina, dan adiknya, Dita. Anjani diperlakukan seperti pembantu di rumah sendiri. Semua pekerjaan rumah ia kerjakan, tanpa bantuan, tanpa penghargaan.

Hari-harinya penuh tekanan. Namun Anjani bertahan karena cintanya pada Adrian—sampai sebuah kecelakaan merenggut janin yang dikandungnya. Dalam keadaan hancur, Anjani memilih pergi. Ia kabur, meninggalkan rumah yang tak lagi bisa disebut "rumah".

Di sinilah cerita sesungguhnya dimulai. Identitas asli Anjani mulai terungkap. Ternyata, ia bukan gadis kampung biasa. Ada darah bangsawan dan warisan besar yang tersembunyi di balik kesederhanaannya. Kini, Anjani kembali—bukan sebagai istri yang tertindas, tapi sebagai wanita kuat yang akan menampar balik mertua dan iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 27

Suasana haru menyelimuti ruangan itu. Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Anjani yang masih terisak di pelukan Wiliam. Kehangatan pelukan pria itu seolah menjadi penawar luka yang selama ini ia pendam.

“ Selamat Anjani ,kamu sudah bertemu dengan keluarga kandung mu” ucap Wiliam .

"Makasih, Wiliam... aku nggak nyangka akhirnya aku bisa ketemu sama mami kandungku," ucap Anjani dengan suara bergetar.

William mengelus lembut rambut Anjani, menenangkan perempuan yang telah melalui begitu banyak penderitaan.

"Kamu pantas mendapatkan kebahagiaan ini, Anjani... Mami Elisabeth sudah berjuang bertahun-tahun buat menemukan kamu," ujar William dengan suara pelan, namun penuh ketulusan.

Mami Elisabeth berdiri tak jauh dari mereka, matanya berkaca-kaca menahan tangis. Wajahnya yang penuh kerinduan perlahan berubah menjadi senyuman bahagia.

"Anjani... nak... Mami nggak pernah berhenti berdoa, suatu saat kita bisa bertemu lagi... Mami sangat merindukanmu," suaranya bergetar, penuh kasih sayang.

Anjani menoleh, menatap wanita yang selama ini tak pernah ia bayangkan akan menjadi ibu kandung nya. Hatinya terasa hangat, tapi kata-kata seolah tercekat di tenggorokan.

"Mami..." hanya itu yang mampu keluar dari bibirnya, disertai isakan pelan.

William menepuk pelan bahu Anjani, memberi kekuatan di saat emosi sedang meluap.

"Penantian panjang ini akhirnya selesai... sekarang kamu nggak sendirian lagi," ujar William lembut.

Setelah puas melepas rindu, mereka segera kembali ke mansion Robert. William pamit untuk pergi ke kantor karena ada urusan yang tak bisa diwakilkan.

Sesampainya di mansion, suasana hangat masih menyelimuti keluarga itu. Marco mendekati Anjani dengan tatapan penuh kasih.

"Anjani... bagaimana kalau kamu tinggal bersama kami di Italia? Papi dan Mami akan sangat senang jika kamu mau menjadi bagian dari keluarga ini," ujar Marco penuh harap.

Anjani menatap pria paruh baya yang kini dengan tulus menerima dirinya. Hatinya terasa hangat mendengar panggilan itu, namun ia menghela nafas pelan.

"Terima kasih, Papi... tapi aku belum bisa menerima tawaran itu. Di sini aku masih punya banyak urusan yang harus diselesaikan... Besok adalah persidangan perceraianku dengan Adrian."

Marko dan Elisabet tak merasa kaget karena sudah mengetahui semua dari rose.

Bu Fatimah dan Pak Iksan yang mendengar ucapan Anjani langsung terkejut. Mereka saling pandang, seolah tak percaya dengan keputusan yang akhirnya diambil putri mereka.

"Kamu serius, Nak?" tanya Bu Fatimah dengan suara bergetar.

Anjani menoleh, menatap kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, Bu... aku sudah memikirkannya matang-matang. Aku nggak bisa terus bertahan di pernikahan yang cuma menyakitiku... Aku ingin memulai hidup baru."

Pak Iksan menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Meski berat, ia tahu keputusan itu adalah yang terbaik untuk putrinya.

"Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, Ayah dan Ibu akan selalu mendukungmu, Nak. Yang penting kamu bahagia."

Air mata Anjani menetes, hatinya lega mendapat dukungan dari kedua orang tuanya.

"Makasih, Ayah... Ibu... Aku janji, setelah semuanya selesai, aku akan memulai hidup baru."

Mami Elisabeth tersenyum haru, sementara Marco menepuk lembut bahu Anjani.

"Papi bangga sama kamu, Anjani... Kamu perempuan kuat yang tahu kapan harus memperjuangkan dan kapan harus melepaskan."Marco mendekat, menatap Anjani dengan penuh kasih. Tangannya terangkat, mengelus kepala Anjani dengan lembut.

"Apapun yang ingin kamu lakukan, kami akan mendukungmu, Nak... Papi tahu kamu perempuan kuat," ucap Marco dengan suara hangat.

Air mata Anjani kembali menggenang di pelupuk matanya. Sentuhan kasih sayang yang selama ini tak pernah ia rasakan dari seorang ayah, kini ia dapatkan dari Marco.

"Jika nanti kamu sudah siap pindah ke Italia, katakan saja, oke? Rumah ini... keluarga ini... selalu terbuka untukmu," lanjut Marco dengan suara menenangkan.

Anjani menahan isakannya, bibirnya bergetar menahan haru.

"Makasih, Papi... aku nggak pernah nyangka bisa ketemu keluarga sebaik kalian."

Marco tersenyum hangat, sementara Mami Elisabeth menyeka air matanya yang jatuh tanpa sadar.

"Kamu anak kami, Anjani... Dan keluarga selalu ada untuk satu sama lain," ucap Mami Elizabeth lembut.

Kevin menatap Anjani dengan penuh tekad, sorot matanya memancarkan kasih sayang seorang adik.

"Besok Kak Anjani akan melakukan sidang perceraian, aku akan mendampingi kakak," ucap Kevin mantap.

Anjani menoleh, terkejut dengan ucapan adik kandungnya yang baru dikenalnya. Kehangatan menyelinap di hatinya, tak menyangka Kevin begitu peduli padanya meskipun mereka belum lama bertemu.

"Terima kasih, Kevin... Kakak nggak nyangka kamu mau mendampingi kakak."

Kevin tersenyum tipis, wajahnya begitu tulus.

"Kakak adalah bagian dari keluarga kita... Aku cuma ingin ada di samping kakak di saat seperti ini."

Anjani menahan air matanya agar tidak jatuh, hatinya terharu melihat kasih sayang yang begitu tulus dari Kevin.

Di sisi lain, Rose yang sedari tadi memperhatikan mendekat dengan senyum penuh arti.

"Ngomong-ngomong, hubungan kamu sama Wiliam gimana, Anjani ? Mami  lihat kalian semakin mesra... jangan-jangan ada yang disembunyikan?" godanya dengan nada menggoda.

Anjani tersipu, pipinya memerah.

"Nggak ada apa-apa, mami…. Wiliam cuma teman, kok."

Rose mengangkat alis, seolah tak percaya dengan jawaban itu.

"Teman yang selalu ada di sampingmu? Aku rasa lebih dari sekadar teman, Kak."

Anjani hanya tersenyum tipis, memilih tidak menanggapi lebih jauh. Dalam hatinya, ia tak bisa memungkiri bahwa kehadiran William memang memberi warna baru di hidupnya.

Kevin hanya tersenyum kecil melihat kakaknya digoda. Dalam hati, ia berharap Anjani bisa menemukan kebahagiaan sejati setelah semua luka yang pernah ia alami.

Sementara itu, Bu Fatimah dan Pak Iksan berpamitan untuk segera pulang.

"Ibu dan Ayah pamit dulu, ya, Nak... Nggak bisa lama-lama pergi, banyak pekerjaan di rumah yang harus diselesaikan," ucap Bu Fatimah lembut.

Anjani menatap kedua orang tuanya dengan penuh kasih. Hatinya terasa berat melepas mereka pergi.

"Ibu... Ayah... bagaimana kalau tinggal di kontrakan Anjani saja? Biar Anjani bisa lebih mudah menjaga kalian," usul Anjani penuh harap.

Bu Fatimah tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca.

"Terima kasih, Nak... Tapi Ibu dan Ayah masih betah di rumah sendiri. Lagipula, rumah itu sudah menjadi bagian dari hidup kami... Jangan khawatirkan Ibu dan Ayah, yang penting kamu jaga dirimu baik-baik."

Anjani terdiam sejenak, menahan rasa harunya. Ia tahu betul bagaimana kedua orang tuanya sangat menghargai kehidupan sederhana yang mereka jalani.

"Tapi, Bu... Ayah... kalau kapan-kapan kalian butuh sesuatu, jangan sungkan bilang ke Anjani, ya? Anjani akan selalu ada buat kalian."

Pak Iksan menepuk pundak Anjani lembut.

"Kami tahu, Nak... Doa kami selalu menyertai langkahmu."

Anjani tersenyum kecil, meski hatinya terasa hangat sekaligus berat. Ia berjanji dalam hati akan membahagiakan kedua orang tuanya setelah semua urusan selesai.

Kevin yang menyaksikan momen itu ikut merasa haru, semakin kagum pada sosok kakaknya yang penuh kasih sayang dan pengertian.

Tak ketinggalan, Elisabet dan Marco ikut membujuk Pak Iksan dan Bu Fatimah agar bersedia tinggal bersama mereka.

"Tinggallah bersama kami saja... Supaya kita bisa menjaga Anjani bersama-sama," ucap Marco dengan nada penuh harap.

Bu Fatimah saling pandang dengan Pak Iksan. Namun, Pak Iksan kembali menggeleng pelan.

"Terima kasih atas tawaran baiknya... Tapi, kami nggak bisa meninggalkan tanah kelahiran kami. Di sanalah tempat kami memulai segalanya... Kami sudah terlalu cinta dengan rumah itu," jawab Pak Iksan dengan suara lembut, namun tegas.

Elisabet terdiam sejenak, memahami perasaan mereka. Ia menghela nafas, lalu tersenyum penuh kasih. Tanpa banyak bicara, Elisabeth perlahan melepaskan kalung berlian yang melingkar di lehernya. Ia melangkah mendekat, lalu memakaikan kalung itu ke leher Bu Fatimah dengan hati-hati.

"Terima ini, Buk... Sebagai kenangan dari saya. Terima kasih karena sudah merawat dan membesarkan Anjani dengan penuh kasih sayang... Jika bukan karena Ibu, mungkin saya tidak akan pernah bisa bertemu dengan anak saya lagi," ucap Elisabet dengan suara bergetar menahan haru.

Bu Fatimah terkejut, matanya berkaca-kaca. Tangannya meraba kalung di lehernya, tak mampu berkata-kata. Air matanya jatuh perlahan, menyadari betapa besar rasa terima kasih yang diberikan Elisabet.

"Terima kasih, Bu... Saya hanya menjalankan tugas sebagai seorang ibu... Anjani adalah anak kami, dan kami sangat menyayanginya," jawab Bu Fatimah lirih.

Marco menepuk pundak Pak Iksan, memberi dukungan tanpa kata. Suasana haru menyelimuti ruangan itu, menyatukan dua keluarga yang berbeda namun dipersatukan oleh cinta dan kasih sayang.

Kevin dan Anjani yang menyaksikan momen itu hanya bisa menahan air mata, merasa bersyukur memiliki keluarga yang begitu tulus dan penuh cinta.

Segera pak robet memerintahkan sang sopir untuk mengantar pasangan suami istri itu.

*****

Di siang yang terik, Bu Rina duduk santai di ruang tamu. Kipas angin tua berputar pelan di sudut ruangan, berusaha mengusir hawa panas yang menyengat. Tiba-tiba, suara ketukan keras terdengar dari pintu depan, membuat Bu Rina tersentak.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan itu semakin keras, seolah menuntut segera dibukakan. Dengan langkah ragu, Bu Rina berjalan menuju pintu. Setelah dibuka, dua pria berbadan kekar berdiri di ambang pintu, wajah mereka dingin dan penuh intimidasi. Salah satu dari mereka bertato di leher, sementara yang satunya mengenakan jaket kulit hitam dengan wajah garang.

"Bu Rina, masih ingat kami, kan?" suara pria bertato terdengar tajam.

Bu Rina menelan ludah, wajahnya seketika pucat pasi. Tangannya gemetar memegang gagang pintu.

"A-ada apa ya, Pak...? Saya... saya belum ada uang sekarang," ucapnya terbata-bata.

Pria berjaket kulit menyeringai, melangkah masuk tanpa diundang.

"Kami bukan datang buat denger alasan, Bu! Hutang seratus juta yang dulu Ibu pinjam sudah jatuh tempo... Sekarang waktunya bayar!" suaranya penuh tekanan.

Bu Rina langsung bersimpuh, matanya berkaca-kaca.

"Tolong... kasih saya waktu seminggu lagi... Saya janji akan bayar semuanya... Jangan ambil rumah ini... Ini satu-satunya tempat tinggal saya dan anak saya..."

Pria bertato menunduk, menatap Bu Rina dengan tatapan dingin.

"Seminggu? Kami udah bosan dengar janji, Bu! Kalau dalam tujuh hari uangnya nggak ada, rumah ini bakal kami sita! Ibu siap-siap angkat kaki!"

Air mata mulai mengalir di pipi Bu Rina.

"Tolong... saya mohon... jangan rumah ini yang diambil... Saya pasti bayar..."

Pria bertato itu tertawa sinis, lalu meraih vas bunga di meja dan membantingnya hingga pecah berkeping-keping.

"Kami nggak butuh air mata, Bu! Kami cuma butuh uang!"

Bu Rina terlonjak, tubuhnya semakin gemetar. Pria berjaket kulit mengeluarkan selembar kertas dari saku jaketnya, lalu melemparkannya ke lantai di depan Bu Rina.

"Itu surat peringatan terakhir! Tujuh hari... Kalau nggak ada uang, siap-siap angkat kaki! Dan jangan coba-coba lapor polisi... Kamu tahu siapa bos kami, kan?"

Mereka menatap Bu Rina dengan tajam sebelum melangkah keluar, meninggalkan ruangan yang kini dipenuhi ketakutan.

Bu Rina terduduk di lantai, menangis tersedu-sedu. Pikirannya dipenuhi rasa takut kehilangan rumah. Namun, dibalik ketakutannya, hatinya membara oleh dendam...

"Ini semua gara-gara Anjani... Kalau saja dia tidak ikut campur, hidupku pasti nggak seperti ini!" gumamnya penuh kebencian.

Apakah Bu Rina akan terusir dari rumah dan apakah Adrian sanggup membayar hutang sang ibu??.....

1
Cookies
siapa musuh William??
Sulfia Nuriawati
mertua kyk bu rina tuh y, mantu yg pas itu turunan jin br cck, biar skalian jd santapan alam ghoib
Lee Mba Young
Jangan jd laki letoi kevin, keadilan kluargamu lbih penting drpd wanita yg gk ada hub darah sama kamu.
jng krn cinta trus ngorbanin keadilan yg jelas buat kakakmu.
wanita macam Alana mudah di cari bnyak pun, tp keadilan tidak bisa di cari kl kita tdk menegakkan. ingat jng lemah.
Cookies
PD sekali, Anjani jg kg mau x
Dian Utami
maaf Thor cerita ny kebanyakan ada yg lewat dan sifat Anjani kurang tegas lagi masih setengah² dan William pun sm kurang pas lah cerita ny 🙏🏻
Lee Mba Young
salah sendiri si william itu, pengusaha kn punya asisten pribadi laki laki yg bisa merangkap bodyguard istilahnya jika ada sprti ini dia gk sendirian. eh mlh pergi berdua dng rekan kerja yg jls perempuan. aneh sih sekelas william terjun ke proyek sendiri tnp asisten kcuali dia cm pengusaha kecil ya maklum gk ada duit untuk gaji asisten pribadi yg stanbay kemana mana.
Cookies
good job anjani
Cha Sumuk
kurg badas mc cewek nya lemah
Lee Mba Young
Kl nnti di luar kota wiliam gk masuk jebakan jenifer berarti penulise gk nyontek ide penulis lain. tp kl masuk jebakan fix penulise ngikuti ide penulis lain. krn bnyak dan pasaran bnget konfliknya. si laki di jebak si wanita.
Lee Mba Young
Yakin Williams nnti di jebak jenifer bobok berdua, tiap baca novel pasti bgini kl si laki ke luar kota dng rekan kerja wanita.
pa lagi Williams bnyak pikiran pasti mudah jenifer njebak.
smp hapal bner krn tiap penulis selalu bikin konflik bgini, jarang ada lelaki yg gk bisa di jebak pasti kebanyakan masuk jebakan 😂😂😂😂😂
Fatimah Bajari
oooo pasti anjani bahagia
Sulfia Nuriawati
adrian pertaruhkan karurnya bw ninipelet sm mak lampir kacau pastinya
Sulfia Nuriawati
berbakti dg ortu apa lg ibu bgs banget, tp ibu sprt ibunya adrian bs bikin bhya posisi d kantor, bgs cr kan d tmpt lain g perlu sekantor biar g jd bumerang jg resiko ckup tggi, apa lg dg karakter dita yg plek mak nya
Fatimah Bajari
oh dasar ibu rina mertua matre
Cha Sumuk
bagus dn menarik jika klrg mc cewek dn cowok nya kuat dn tdk lemah
Nikma: Permisi kakak Author ...

Halo kak reader, kalau berkenan mampir karyaku juga 'Kesayangan Tuan Sempurna' yaa..
Terima kasih😊🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Arsyi Aisyah
Ya Silahkan ambillah semua Krn masa lalu Anjani tdk ada hal yang membahagiakan kecuali penderitaan jdi ambil semua'x
Arsyi Aisyah
katanya akan pergi klu udh keguguran ini mlh apa BKIN jengkel tdk ada berubahnya
Linda Semisemi
greget ihhh.... kok diem aja ya diremehkan oleh suami dan keluarganya....
hrs berani lawan lahhh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!