"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"
Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.
Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Di Tempat Aku Nembak Kamu
Hari sudah sore, seluruh siswa dan siswi SMA Brawijaya berhamburan keluar kelas, masing-masing hendak pulang ke rumah mereka. Begitu pula dengan Nayla, Tania, dan Alika yang berjalan berdampingan keluar kelas.
"Hari ini lo pulang naik taksi lagi Nay?" tanya Alika sambil melirik.
"Iya."
"Kenapa sih kalian gak pernah pulang pergi bareng aja?" sahut Tania penasaran.
"Itu terlalu beresiko Nia."
"Iya juga, sih." Tania mengangguk pelan sebelum kembali membuka suara.
"Tapi Nay, kalau hati-hati aja harusnya gak masalah."
Nayla menoleh sekilas. "Iya lo bener. Tapi beberapa waktu lalu gara-gara gue berangkat bareng dia, ada yang lihat."
Langkah Alika dan Tania langsung terhenti, mereka menatap Nayla penuh tanda tanya.
"Siapa?" tanya mereka hampir bersamaan.
"Zia."
"WHAT!!!" teriak Tania dan Alika serempak hingga membuat Nayla menutup telinganya.
"Kalian bisa gak sih, gak usah teriak-teriak begitu? Telinga gue masih normal tau!" gerutu Nayla sebal.
Alika dan Tania hanya nyengir kuda. "Sorry, sorry," ucap mereka lagi dengan nada sama.
Nayla menghela napas. "Jadi gimana ceritanya, Nay?" tanya Alika penasaran.
"Nia lo inget gak waktu Zia hadang kita pas ngerjain PR?" tanya Nayla sambil melirik Alika.
"Kapan?" Tania mengernyit, mencoba mengingat.
"Waktu itu, saat kita dihukum bareng Pak Barkah, terus gue sempet pingsan."
Tania dan Alika saling tatap. "Ah iya gue inget sekarang."
"Gue juga inget," timpal Alika.
"Nah waktu itu dia sempet nanyain hubungan gue sama Kak Rayyan. Katanya dia lihat gue turun dari mobil Kak Rayyan pas berangkat sekolah."
"Kok bisa sih!" Tania memekik.
Nayla mengangkat bahu. "Gue juga bingung, padahal gue sengaja turun di halte bus waktu itu."
"Mungkin dia kebetulan lewat Nay." Alika menimpali.
"Mungkin aja, tapi...." ucapan Nayla terputus saat terdengar bunyi klakson. Ketiganya menoleh dan mendapati taksi langganan Nayla sudah datang.
"Udahlah gak penting juga. Lagian Zia sekarang udah gak pernah nanyain hal itu lagi," katanya.
"Ya udah, gue pulang duluan ya. Harus siapin makan malam."
Alika dan Tania mengangguk. "Iya hati-hati ya Nay."
Nayla tersenyum lalu mengacungkan jempolnya sebelum masuk ke taksi dan meninggalkan sekolah.
Sementara itu, dari kejauhan Dafa yang tengah bersama Arel dan Rion ikut memperhatikan Nayla masuk ke taksi.
"Gue duluan ada urusan," pamit Dafa sambil menyalakan motor sport-nya.
"Gak jadi nongkrong?" tanya Rion ketika melihat Dafa sudah bersiap pergi.
"Lain kali," jawab Dafa singkat sebelum melaju pergi, meninggalkan Arel dan Rion.
"Makin ke sini, Dafa makin aneh aja," gumam Arel hingga membuat Rion meliriknya.
"Aneh gimana maksudnya?"
"Ya aneh aja, apalagi sejak putus dari Nayla," jawab Arel.
Rion terdiam sejenak. "Lo ada benernya juga. Tapi gak masalah lah, asalkan dia gak balik jadi kayak dulu lagi."
"Tapi gue perhatiin dia sekarang sering menyendiri Rion. Gue khawatir dia bakal lakuin sesuatu yang gak pernah kita duga."
"Maksud lo?" tanya Rion bingung.
Arel hanya terdiam, menatap Rion lebih dalam seolah menyimpan rahasia.
****************
"Iya, aku juga lagi di jalan pulang," jawab Nayla ketika Rayyan menelpon.
"Hati-hati ya. Maaf, aku gak bisa langsung pulang. Tiba-tiba ada klien yang minta ketemu," ucap Rayyan terdengar kecewa.
"Gak apa-apa Kak. Tapi kakak masih bisa pulang buat makan malam kan? Maksudnya, gak pulang terlalu malam?" tanya Nayla.
"Tenang aja. Sebelum makan malam aku udah di rumah."
"Syukur deh kalau gitu."
"Kenapa? Apa kamu udah kangen sama suami kamu ini, hm?" goda Rayyan.
Wajah Nayla langsung merah padam. "Ish, apaan sih! Bukan! Aku cuma mau mastiin harus masak makan malam apa gak. Soalnya aku takut udah capek-capek masak eh kakak malah pulang telat."
"Masa sih? Kok aku kayaknya gak percaya ya."
"Kalau gak percaya ya udah! Ih sebel!" Nayla langsung menutup telepon sambil manyun menatap jendela.
Di ruangannya, Rayyan hanya tersenyum. Ia yakin wajah istri kecilnya itu pasti sedang bersemu merah sekarang.
Kembali pada Nayla, ia yang tengah melamun kaget ketika sopir taksi mengerem mendadak.
"Kenapa, Pak?" tanyanya.
"Itu Mbak," jawab sopir sambil menunjuk ke depan.
Nayla menoleh, dan matanya melebar saat melihat seseorang yang menghentikan laju taksi.
****************
Di rumah Aditama
"Assalamu’alaikum," ucap Aditama saat baru tiba.
"Wa’alaikumussalam," sahut Pandu yang sedang asyik main playstation.
Aditama mendekat, tersenyum, lalu mengacak rambut putranya. "Main apa Pan?" tanyanya.
"Game baru Yah."
Aditama melirik layar televisi. Tapi tak lama Pandu mematikan permainan dan menghadap ayahnya.
"Gimana Yah?"
"Apanya?"
"Soal main ke rumah Kak Rayyan sama Kak Nayla," jawab Pandu.
"Oh itu? Papah udah bilang sama Rayyan. Katanya kapan pun kita mau main, dipersilakan."
Pandu mengangguk. "Terus kenapa sampai sekarang kita belum juga main ke sana?"
"Coba kamu tanya Mamah kamu. Kali aja Mamah kamu mau ikut, soalnya akhir-akhir ini dia sibuk sama ibu-ibu arisan," jawab Aditama.
Pandu diam sebentar lalu mengangguk cepat, berlari ke lantai dua di mana Manda menonton TV.
"Mah," panggil Pandu.
"Ada apa?" Manda menjawab tanpa menoleh.
"Ayah niatnya mau main ke rumah Kak Rayyan sama Kak Nayla malam ini, Mamah mau ikut gak?"
"Kalian aja. Mamah lagi sibuk," sahut Manda.
"Sibuk apa Mah? Bukannya malam ini gak ada acara?"
"Ya sibuk aja Pandu. Jangan banyak tanya."
Pandu menarik napas. "Jadi, Mamah gak mau ikut ke rumah menantu Mamah?"
Manda menggeleng. Pandu hendak berbalik ke bawah, tapi langkahnya terhenti saat Manda kembali memanggilnya.
"Ada apa Mah?"
"Mamah ikut," jawab Manda mendadak berubah pikiran.
"Beneran Mah?" Pandu sampai melongo.
"Iya," sahut Manda malas.
"Kalau gitu aku kasih tau Ayah. Pasti Ayah seneng kalau Mamah ikut."
Manda hanya mengangguk. Pandu lalu turun dengan wajah ceria, sementara Manda menyuapkan potongan mangga ke mulutnya.
"Kita lihat nanti seperti apa rumah kamu, Nayla. Mamah yakin rumahmu gak bakal sebagus rumah ini," gumamnya dengan senyum sinis.
...****************...
Nayla menoleh ke arah yang ditunjuk sopir. Kedua matanya membesar saat menyadari siapa orang di depan sana.
"Dafa?" gumamnya pelan.
"Mbak kenal sama dia?" tanya sopir taksi sambil melirik motor sport yang menghadang.
"Kenal Pak. Dia teman sekolah saya."
Sopir mengangguk. Tak lama terdengar ketukan di kaca jendela. Nayla menoleh, menemukan Dafa sudah di sana.
"Pak tolong turunin kacanya," pinta Nayla.
"Baik Mbak." Sopir pun menurunkan kaca.
"Ada apa lagi Daf?" tanya Nayla menatapnya.
"Ada hal penting yang harus kita bicarain," ucap Dafa serius.
"Bukannya udah gak ada lagi yang perlu kita obrolin?" sahut Nayla.
"Ada Nay. Kalau gak, aku gak bakal ngelakuin ini."
Nayla menatapnya lekat. Ia mengembuskan napas pelan.
"Mau bicara di mana?"
"Di tempat aku nembak kamu dulu," jawab Dafa.
Nayla terdiam. "Kenapa harus di sana? Kita bicara di tempat lain aja."
"Karena ini penting Nay," ucap Dafa lirih tapi tegas.
"Please ikut aku."
Nayla menunduk ragu, lalu perlahan mendongak menatap mata Dafa yang penuh harap.