NovelToon NovelToon
Secret Admirer

Secret Admirer

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Macet

Ketika Laura mendapatkan surat cinta, dia dengan tekad bulat akan menyusuri jejak sang pengagum!

....

Laura ingin rasanya memiliki seorang pacar, seperti remaja di sekitarnya. Sayangnya, orang-orang selalu menghindar, ketika bersitatap dengannya. Jadi, surat cinta itu membawanya pada ambisi yang kuat! Mampukah Laura menemukan si pengagum dan mendapatkan akhir bahagia yang ia impikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Macet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Pengagum Rahasia

Pengagum Rahasia

Aku sudah sampai di taman yang dimaksud, dan benar lokasinya ramai dan begitu indah dengan lampu-lampu yang menyala di sepanjang jalan. Festival memang tidak pernah mengecewakan.

Saat itu juga, sebuah kertas yang tergulung terjatuh di kakiku. Aku berjongkok dan membuka gulungan. Siapa orang iseng yang bisa-bisanya melakukan hal ini?

"Selamat datang. Kau tampak cantik malam ini, mau jadi pacarku tidak? Ini aku sang pengagum. Kau harusnya mengerti dan melihat aku adalah orang yang berbeda, jauh lebih baik dari tersangka pengangum yang kauduga." ulangku membaca isi kertas. Kuremukkan kertas itu dan menatap tajam ke depan, tidak ada yang mencurigakan.

Aku mengedarkan pandangan, berharap menemukan seseorang yang mencurigakan. Kemudian lemparan kertas kedua mengenai punggungku, aku berbalik dan memungut kertas itu, melakukan hal yang sama. "Siapa sih? Jika memang ingin membuatku kesal tunjukkan dirimu." kataku lirih, tidak bisa kupungkiri bahwa aku senang dengan kata-kata manis yang tertera di sana. Tetapi di sisi lain aku takut jika pengirim surat ini adalah Wafi, bisa saja dia ingin mempermainkan aku lagi.

"Laura!" seru Mutia, dia datang dari belakang dan menarik tanganku dengan ekspresinya yang malu-malu. Aku terkesima melihatnya, bisa-bisanya si manusia datar ini malu-malu kucing? Apa gerangan yang telah terjadi?

"Kau beruntung!" kata Mutia kemudian menyungging senyum, dia mendorong tubuhku begitu saja. Aku melotot horor, menatap perempuan itu tajam dan kurasakan tubuhku dalam dekapan seseorang. Aku melihat ke belakang, sepintas kulihat Cindy yang tersenyum miring dan mendorongku sekuat tenaga ke belakannya lalu tanganku terasa berat karena digenggam.

"Kau!" Aku sangat kesal. Posisiku dengan laki-laki yang tidak kuketahui siapa namanya sangat aneh. Kami layaknya sepasang kekasih yang sedang berdansa. Dia salah satu teman Zen, aku tahu karena dia berkunjung ke rumah tadi. Setelahnya laki-laki itu juga menjatuhkanku ke belakang, kupikir kepalaku akan membentur tanah.

"Apa-apaan?!" Aku memekik, berharap suaraku terdengar di semaraknya festival. Tetapi tampaknya semua sia-sia. Bisa-bisanya pinggangku di tarik ke samping dan berhadapan dengan teman laki-laki Zen yang satu lagi. Laki-laki itu tersenyum sinis dan menarikku ke belakangnya sehingga aku jatuh ke hamparan bunga yang entah sejak kapan ada di sana. Untung saja tidak terlalu sakit.

"Ini perundungan!" seruku tajam. Mereka tampak tidak peduli dan membuang muka menghadap ke arah lain, untung saja tubuhku tidak merasakan sakit karena hamparan bunga itu cukup tebal. Aku menoleh ke belakang, mematung kala melihat senyuman Zen dengan matanya yang menyipit.

"Selamat datang," kata Zen. "Kau senang dengan penyambutanku?"

"Jadi kaudalangnya? Aku akan memberitahu kepada Tante Zena bahwa kaumerundungku! Aku yakin kau sengaja memancingku datang ke sini untuk balas dendam karena sudah mengadu," kataku. Itu adalah alasan yang paling masuk akal.

Zen tidak menanggapi, dia meraih tanganku dan menciumnya. Aku syok, tidak bisa berkata apa-apa. Tatapan Zen berikutnya menjadi sendu, berkata, "Kupikir kau akan mengerti? Menurutmu, apakah perundungan semenarik ini? Kau jatuh di hamparan bunga yang indah. Ini kusiapkan khusus untukmu."

Cindy tertawa, semuanya memusatkan atensi padanya. "Maaf-maaf, ini sedikit lucu. Si berandalan dan si tidak peka memang adalah cerita yang menghibur. Lanjutkan dramanya." kata Cindy.

Aku mendengus, kutatap Zen meminta penjelasan.

"Mungkin kau tidak akan menyangka," kata Zen memalingkan wajah. "Bahwa selama ini aku selalu diam-diam memperhatikanmu. Mengirim surat secara rahasia ke loker pribadi dengan cara meminta kunci loker dari Ibumu. Ya, itu curang, tetapi tidak ada hal lain yang bisa kulakukan. Gengsi. Dan siapa yang tahu, si Wafi sialan itu malah mengaku sebagai pengirim surat, jika saja kau tidak percaya padanya, aku akan membuatnya babak belur. Yang pasti hanya satu hal, aku menyukaimu."

Hening. Aku tidak tahu seberapa merah pipiku saat ini, jantungku berdebar-debar mendengarnya. Ini bukan mimpi kan? Kenapa aku tidak lagi tertawa dengan kata-kata yang keluar dari mulut Zen? Mutia yang berada tepat di depanku tersenyum dan mengedipkan mata. Aku merasa, segalanya berubah.

"Pertanyaan yang sama, apa istimewanya laki-laki itu sehingga dulu kau lebih memilih Wafi? Tidakkah aku sudah cukup selalu ada di setiap harimu, walaupun nyatanya itu menyebalkan," kata Zen. Dia menoleh dan menarik daguku, sehingga kami bersitatap. "Bukankah aku ini lebih tampan dari dia?"

Plak!

Serius, itu reflek karena aku kaget dia memuji diri. Dengan cepat aku memegang pipi Zen yang memerah, bersamaan dengan itu suara tawa terdengar menggelegar, yang paling kencang suara teman laki-laki Zen.

"Lawak! Bisa-bisanya si Zen ditampar! Padahal udah romantis-romantisnya,"

"Gabriel, kuingat kau juga mengalami hal yang sama ketika kencan pertama dengan Citra. Wajahmu saat itu begitu menggelikan!"

Gabriel mendengus kesal dan menjitak kepala laki-laki itu. "Jomblo diam saja!," Mutia dan Cindy langsung menatap tajam. "Maksudnya Joshua diam saja! Iya itu." Gabriel mengelus bulu kuduknya yang tiba-tiba meremang. Sial, alaram tanda bahaya sudah terdengar.

"Ampun!" pekik Gabriel ketika dijambak oleh Cindy.

Aku memilih abai dengan mereka, sekarang atensiku sepenuhnya teralih pada Zen. Aku panik karena dia tampak murung dengan memegang pipinya yang memerah, sekeras itu tamparanku?

"Maaf-maaf, aku tidak bermaksud. Kau juga salah, kenapa harus memuji diri?" Kutatap Mutia yang diam memandang perkelahian Cindy dan Gabriel. Aku meminta tolong pada Mutia untuk mencari obat P3K, jangan aneh-aneh, aku hanya butuh kapasnya dan sedikit obat antibakteri.

Setelah beberapa saat menunggu, Mutia datang dengan kotak P3K. Aku memegang kotak dengan gemetaran, pipi Zen tak kunjung kembali pada warna semula dan aku mengusapnya kasar.

"Berengsek!" seruku tajam dan Zen langsung berdiri, sebelum dia pergi aku tarik kerah bajunya. Bisa-bisanya laki-laki ini menggunakan pemerah pipi? Kapan dia menggunakannya? Kenapa aku tidak sadar.

"Kau khawatir artinya kausayang!" celetuk Zen tanpa rasa bersalah. Dia tersenyum menggoda membuatku menarik nafas dalam-dalam. "Aku senang. Bagaimana jika jadi pacarku saja? Pasti menyenangkan jika menjahilimu setiap saat."

Aku melotot dan dia tertawa kecil, tangannya beralih untuk mengusap kepalaku, menarikku ke dalam pelukannya. "Jawab saja, aku akan menerima keputusanmu. Tetapi ketahuilah, aku benar-benar menyayangimu. Tidak peduli, kau percaya aku adalah si pengirim surat atau tidak."

"Aku... ma-mau, dengan syarat berhenti menjahiliku. Jika kausakit, itu tidak lucu." kataku lirih bertepatan dengan kembang api yang dinyalakan. Festival semakin semaraknya dan Cindy melompat-lompat kegirangan, dia menarik tanganku dan aku menoleh ke belakang, Zen tersenyum.

"Terimakasih untuk jawabannya." Tunggu, dia dengar?

"Mari kita rayakan malam ini karena mereka berdua sudah jadian! Akhirnya Zen yang bodoh mendapat kesempatan untuk mengutarakan rasa sukanya," kata Cindy. Dia juga menggengam tangan Mutia. "Mutia, kapan kita berdua menyusul ya?"

"Entahlah. Tetapi aku senang karena berhasil memecahkan masalah yang selama ini mengurungku."

Sekali lagi kupandang ke belakang, kupasang senyum terbaik dan menunduk sebagai permintaan maaf. Kemudian mengancungkan dua jempol dan berseru bahagia, "Terimakasih, Semuanya!"

Ah, akhirnya aku menemukan pengagum yang asli dan melepas masa jomblo. Terlepas dari itu, aku memakan omomganku sendiri ya, Cindy? Lihat sekarang, aku dulu membenci Zen tetapi sekarang perasaanku malah sebaliknya. Berdebar-debar ketika memikirkannya.

Tamat

1
tishabhista
lanjutttt...
Pena Macet: ceritanya udah tamat kak/Smile/
total 1 replies
Mona
lanjut kakkkk
Mona
Asekk dapat surat cinta 🔥
Khana Imoet
absen dl kk
Shinn Asuka
Tidak bisa menunggu untuk membaca karya baru dari author yang brilian ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!