Kisah Cinta CEO & Pelayan Kafe

Malam ini, Razka akan menjemput Hani untuk makan malam bersama ayahnya.

Saat sedang menunggu, Bu Sukma menegur Hani yang memakai tas dari Razka. “Tas baru ya? Kok Ibu baru lihat. Dari Razka ya?”

“Udah lama, Bu,” jawab Hani singkat.

Bu Sukma kemudian mengeluh soal Razka yang sudah jarang main ke rumah. Ia ingin bertemu calon mantunya. Seketika pikiran Hani pun buruk pada ibunya itu.

“Mencari Razka untuk minta uang lagi?” tebak Hani yang curiga pada sang ibu.

“Ya kalau Razka mau memberi ‘kan tidak apa-apa, Han. Lagi pula terakhir Razka memberi uang 500rb waktu itu ‘kan sudah lama, ya sudah habis uang Ibu,” jawab ibunya jujur.

Hani terkejut karena baru mengetahui ibunya telah meminta uang lagi pada kekasihnya itu. “Jadi Ibu minta uang Razka lagi? Hani ‘kan sudah bilang, saat Ibu minta uang 2 juta itu adalah untuk yang pertama dan terakhir kalinya.”

Bu Sukma dengan penuh pembelaannya tak setuju dengan permintaan Hani. Baginya, sudah sewajarnya jika Razka juga memberi uang pada calon mertuanya. Toh, nanti ketika Hani dan Razka sudah menikah, mereka juga masih berkewajiban memberi uang padanya.

Setelah mobil Razka datang, Hani segera berpamitan pada ibunya dan langsung masuk ke dalam mobil tanpa mempedulikan ibunya yang ingin bertemu Razka.

“Kenapa, Sayang? Kok terburu-buru? Aku belum berpamitan sama ibu,” ucap Razka yang kebingungan melihat Hani langsung masuk ke dalam mobilnya.

Hani meminta Razka untuk segera menancap gas. Ia juga menegur Razka yang tak bercerita padanya saat memberikan uang lagi kepada ibunya. Razka berdalih jika hal itu bukan masalah untuknya, ia tak merasa diporoti oleh calon mertuanya itu.

“Ibu kamu benar, kalau kita sudah menikah, kita masih harus memberi uang bulanan untuknya. Aku rasa, ibu kamu tidak sepenuhnya salah kok Han.” Razka membela ibu Hani.

Razka kemudian mencubit pipi Hani yang menggemaskan.

###

Di salah satu restoran mewah, ayah Razka telah menunggu mereka di salah satu meja. Razka mengajak Hani untuk menghampiri ayahnya. Dengan gugup, Hani memandang ayah Razka.

Gutama memandang Hani begitu dalam. Seakan ia teringat pada seseorang. Tatapannya seolah bisa merasakan ketulusan perempuan yang dicintai anaknya itu. Begitu pun dengan Hani saat memandang ayah Razka, mengingatkan kerinduanya pada sang ayah yang sudah lama tiada.

Razka mempersilakan Hani untuk duduk, kemudian mulai memperkenalkan Hani pada ayahnya, dan sebaliknya.

Ayah Razka mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh Hani.

“Hani, apa kabar?” Ayah Razka mulai membuka percakapan.

Hani mengangguk. “Baik, Pak.”

Ayah Razka meminta Hani untuk memanggilnya ayah, agar hubungan mereka tak tampak jauh.

Razka yang sudah banyak bercerita tentang Hani, membuat Gutama tak banyak bertanya tentang kehidupan Hani. Ia masih tampak heran pada Razka yang seolah sama persis dengannya, tentang pilihannya. Gutama kemudian mempersilakan Hani dan Razka untuk memesan menu.

Hani tak banyak bicara karena ia takut salah bicara. Ada perasaan malu dan minder berhadapan dengan ayah Razka, seorang pengusaha sukses. Rasanya seperti ia tak pantas berada 1 meja dengan mereka. Ketakutan Hani ternyata terlihat oleh ayah Razka.

Ayah Razka kemudian meminta Hani untuk lebih santai. “Masa sama calon mertua kamu kaku begini, Han?”

Razka menggenggam tangan Hani yang dingin. Ia seperti mengetahui perasaan kekasihnya saat ini. Razka juga memastikan kembali bahwa sang ayah telah menerima Hani, jadi ia tak perlu takut pada ayahnya.

Sembari menunggu makanan mereka datang, ayah Razka sedikit membahas tentang pekerjaan Hani di kafe. Hani pun sekilas bercerita bahwa ia dipindah tugaskan oleh Angga untuk bekerja di kantor kafe dan mulai belajar tentang tugas dan tanggung jawabnya yang baru. Sontak Razka terkejut mendengar pengakuan kekasihnya itu.

“Oh ya? Sejak kapan? Angga belum bercerita,” ucap Razka tak menyangka Angga akan sebijak itu mengambil keputusan.

Hani juga menceritakan tentang alasan Angga melakukan itu.

Ayah Razka juga bangga pada Hani. “Angga adalah laki-laki berpendidikan yang tidak sembarangan mengambil keputusan. Dia pasti sudah memikirkan matang-matang kenapa memilih kamu, pasti karena dia percaya dan puas dengan kinerja kamu selama ini.”

Setelah pesanan mereka sampai, mereka pun mulai menyantap hidangan makan malam sembari mengobrol santai.

###

Selesai mengantar Hani pulang, Razka kembali ke apartemennya, karena ayahnya sudah menunggu di sana. Ada yang ingin ia bicarakan pada sang ayah. Sementara Razka tak nyaman mengobrol di rumah karena tak ingin ibunya mencampuri obrolannya.

“Jadi, Ayah suka dengan Hani?” Razka memastikan bahwa ayahnya merestui hubungannya.

Ayahnya hanya tersenyum, kemudian mengangguk dan memeluk Razka.

“Hani mirip sekali dengan ibumu,” ucap sang ayah lirih.

Razka seketika melepaskan pelukannya. Ia tak sependapat dengan ayahnya. Ia tak terima Hani disamakan dengan sang ibu. Razka sangat nyaman saat bersama dengan Hani, berbeda ketika ia sedang bersama ibunya.

“Ibu kandung kamu,” lanjut ayah Razka yang membuat Razka bingung.

“Ibu Lita bukan ibu kandung Razka?” tanya Razka mencoba memahami perkataan ayahnya.

Ayahnya menggeleng. Raut mukanya tampak sedih. Ia kemudian berjalan menuju jendela dan memandang ke luar.

“Ibumu sudah meninggal saat melahirkanmu, namanya Suci, sesuci orangnya,” jawab ayah Razka sembari mengambil foto mendiang istrinya dari dompet dan memberikannya pada Razka.

Gutama mulai menceritakan terkait kisah masa lalu keluarganya. Ia merasa Razka sudah cukup dewasa untuk mengetahui semuanya. Bahwa Lita, hanya lah ibu sambungnya. Wanita yang lebih direstui oleh nenek Razka, dibanding Suci. Ternyata, usia Suci tak selama itu, hingga mau tak mau ia menikah dengan Lita, sesuai keinginan ibunya. Agar Razka juga mendapat kasih sayang seorang ibu ketika dia mulai tumbuh.

Mendengar penjelasan ayahnya, Razka cukup terkejut. Seketika ia paham mengapa sifatnya berbeda dengan sang ibu dan mereka sering kali berdebat. Ia kemudian meminta ayahnya untuk melanjutkan bercerita.

Bisnis Gutama mulai berkembang baik saat itu, hingga ia suskes di usia mudanya. Ibunya merasa tak pantas jika ia masih berpacaran dengan Suci, wanita si penjual kue. Gutama dan Suci cukup lama berpacaran, bahkan Suci lah yang menemani Gutama menuju puncak karirnya. Mereka bertemu saat Gutama mengerjakan proyek pembangunan dari pemilik toko kue tempat Suci memasok kuenya.

Gutama jatuh cinta pada Suci yang begitu tulus mencintainya, saat ia belum menjadi apa-apa. Dia sangat lembut dan penuh kasih. Ia bahkan menolak dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya, hanya demi menunggu kesiapan Gutama.

“Begitu besar perjuangannya menunggu Ayah hingga sukses, hingga dia rela telat menikah dan berseteru dengan orang tuanya. Tentu, Ayah juga ingin membahagiakannya dengan menikahinya, juga membuatkan toko kue seperti impiannya. Tapi sayang, nenekmu enggan merestui kami. Tapi Ayah tetap memaksa menikah dengan ibumu karena memang perasaan Ayah sudah berhenti padanya, tidak bisa berpindah ke lain hati. Hingga suatu ketika Ayah menyesal karena tak bisa menjaga ibumu saat sedang hamil kamu. Ayah yang sibuk bekerja, tak menyadari perlakuan nenek pada ibumu begitu kejam dan tega. Malangnya, ibumu tidak pernah mengadukan hal itu pada Ayah. Siksaan batin yang diterima ibumu, membuat kami hampir kehilanganmu. Tapi, ibumu begitu hebat mempertahankanmu. Hingga saat melahirkanmu, mungkin karena tekanan yang dialami ibumu sudah memuncak merusak kesehatan fisik dan mentalnya, ia tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri, setelah ia memperjuangkan hidupmu untuk bisa lahir di dunia,” ungkap sang ayah.

“30 menit setelah ia melahirkanmu, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ibumu sempat berpesan pada Ayah untuk selalu menyayangi dan menjagamu sampai kapan pun. Ia meminta Ayah membesarkanmu dengan penuh cinta, karena hanya Ayah lah yang kamu punya,” tangis ayah Razka menceritakan masa lalu.

Razka pun tak sanggup menahan tangisnya dan kembali memeluk sang ayah. Memang ini lah yang ia rasakan selama ini, dibesarkan dengan penuh cinta oleh ayahnya. Ini juga alasan kedekatannya bersama sang ayah.

“Jika kamu ingin merasakan kasih sayang ibumu, kamu akan bisa melihatnya pada anakmu kelak.”

...****************...