Kesucian yang di renggut secara paksa karena di anggap wanita bayaran, membuat Elnara hamil hingga ia terpaksa harus menikah dengan orang yang merenggut kesuciannya. Lalu bagaimana kalo ia dipaksa membuat perjanjian harus meninggalkan bayi nya setelah lahir? Sanggupkah ia bertahan hidup seatap dengan pria yang paling ia benci yang sudah menghancurkan masa depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiNe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan pergi !
Hari sudah gelap saat Nara seharian berkutat sendiri dengan kesibukannya itu mulai resah karena Aryan yang pergi sejak pagi belum juga kembali. Bukan soal bagaimana dan apa yang dia lakukan di luar sana, Nara hanya kepikiran bahwa Aryan harus menghubungi oma dan opa nya.
“ Hooaamssh !” Nara menguap lebar sampai ia meletakkan kepala dan tangannya tertidur di atas meja kerja yang luas ini. Tak ingin masuk ke kamar dulu karena ingin menyambut Aryan pulang dan langsung memberitahunya kalau oma Herlina sedang tidak baik-baik saja.
Nara selalu lupa dengan kehamilannya saat tidak ada serangan mual melanda hingga dengan enaknya dia tertidur dengan posisi menunduk di meja.
Sementara Aryan baru saja kembali ke penthousenya saat waktu sudah menjelang dini hari. Ia baru saja bertemu dengan teman lamanya dulu saat berada di Los Angeles, yang baru saja datang ke Indonesia dan ingin melakukan kerja sama dengan perusahaannya. Karena lama tak bertemu banyak hal yang mereka bicarakan dari bisnis sampai kehidupan pribadi sampai akhirnya temannya itu mengajak Aryan ke club malam hanya sekedar untuk minum. Tak ingin membuat temannya yang sudah lama tak ia temui itu kecewa jadilah Aryan mengiyakan ajakan temannya itu.
Dengan langkah gontai dan sedikit menyeret, Aryan membuka pintu lalu mengambrukkan tubuhnya ke sofa ruang tengah. Nara yang mendengar suara seperti benda terjatuh keras lantas berjingkat dalam tidurnya. Sekian detik mengembalikkan kesadarannya, Nara kemudian menoleh dan mendapati Aryan yang meringkuk di sofa dengan posisi yang tidak nyaman.
Pelan , Nara memanjangkan kakinya menuju tempat Aryan ambruk. Aroma alkohol langsung menyeruak indera penciumannya . Dengan tangan bergetar Nara, mengulurkan tangan ke arah pundak Aryan yang masih mengenakan jaket kulitnya. Wanita itu tak mungkin merepotkan bik Ina dengan membangunkannya di tengah malam begini.
“ Heh, Bangun !” panggil Nara mendorong kecil pundak Aryan namun pria itu bergeming.
“ Mabuk! Dasar !” umpatnya kemudian tak tega juga melihat Aryan dengan gurat lelah yang tergambar jelas di wajahnya.
Terpaksa Nara yang tadinya menunggu Aryan hanya ingin pria itu segera mengabari sang oma malah membenarkan posisi suaminya agar tidak meringkuk di sofa .Dilepasnya sepatu Aryan secara perlahan dan jaket yang masih suaminya itu kenakan. Dengan susah payah Nara menggeser tubuh Aryan yang jauh lebih besar darinya itu. Agar ia lebih mudah melepaskan jaket yang masih menempel di tubuh suaminya.
“ Haahhhh!” Nara terengah saat membungkukkan tubuhnya lelah.” Kamu ini manusia apa gorila sih! Berat banget, sumpah . Gini nih kalau kebanyakkan dosa .” gerutu Nara yang tidak akan didengar oleh Aryan yang sudah dengan posisi ternyaman karena ada bantal di bawah kepalanya saat ini dan pakaiannya pun sudah dilonggarkan oleh istrinya.
Polesan terakhir Nara mengambil sebuah handuk kecil dengan wadah berisi air hangat untuk sedikit menyeka wajah dan telapak kaki Aryan. Sebuah baskom sudah diletakkan di samping bawah sofa untuk sewaktu-waktu jika pria itu muntah.
Nara mendengus kesal melihat wajah Aryan yang malah seperti bayi tanpa dosa saat ini. Untuk pertama kalinya dalam kondisi sadar ia begitu dekat dengan pria yang berhasil menanam benih di rahimnya itu.
“ Mikir apa kamu waktu itu, hah!” Kamu tuli apa bagaimana, sudah ku katakan aku bukan wanita bayaran , masih saja terus memaksa .” Nara kini seolah melampiaskan emosinya yang telah lampau dan beruntung Aryan tak bisa membalas apapun saat ini.
Merasakan perutnya yang bergejolak, Nara akhirnya mengatur napas kembali untuk tidak emosi pada pria yang sedang tidur di hadapannya saat ini. Nara memasuki kamarnya mengambil sebuah selimut tebal lalu dibawa dan dibentangkan menutupi sebagian tubuh Aryan yang ia biarkan merebah di sofa ruang tengah.
Setelah dirasa Aryan sudah dengan posisi nyaman, Nara kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terjeda . Namun baru saja di ambang pintu, ia mendengar Aryan yang bersuara dalam tidurnya.
“ Tidak ! hentikan ! jangan pergi, Ma!”
Nara mengerutkan keningnya dan hampir menahan napas demi mendengar apa yang diucapkan Aryan dalam tidurnya hingga membuat pria itu gelisah sampai menggeliat tak nyaman.
“ Tolong, jangan ! Papa!”
Nara mengerjap cemas lalu kembali menghampiri Aryan yang sudah mengeluarkan keringat dingin di pori-pori wajahnya. “ Hei, bangun! hei!” Nara menepuk pipi Aryan sampai menaikkan kekuatannya, namun pria itu masih terus saja mengigau dan gelisah.
Menepuk pipinya , mencubit lengannya sampai memukul pundaknya. Semua sudah Nara lakukan hingga wanita itu kini panik sendiri. “ Aduh, bagaimana ini?” tidak pernah menemui orang seperti ini, Nara semakin panik.” Siram, enggak. Siram gak ya ?” ucap Nara ragu sekaligus takut jika harus menyiram air ke wajah Aryan.
Setengah berlari Nara kembali mengambil handuk yang sudah dicelup ke air hangat lalu mengusapnya ke wajah Aryan yang akhirnya tergeragap dan membuka matanya.
” Haahhhh!”
Nara segera mundur takut melihat Aryan yang membelalak lalu refleks membangunkan tubuhnya. Napasnya terengah saat mengembalikan nyawanya yang masih belum terkumpul. Nara kembali mundur saat Aryan kini melihat ke arahnya.
“ Kamu?” Aryan melihat sekeliling dengan dirinya yang sudah bersih dan posisi nyaman di sofa.
Giliran Nara kini salah tingkah.” Ka-kamu.. mabuk. Lalu mimpi buruk.” Nara membuang muka ke arah lain , kini ia berdiri gemetar saat Aryan mengusap kasar wajahnya. Dari pada menunggu Aryan di sini yang tidak jelas, Nara memilih berbaik badan , namun Aryan dengan cepat menangkap pergelagan tangannya.
“ Tolong jangan pergi !”
...----------------...
“ Sssshh!” Nara mendesis saat merasakan telapak tangan kanannya kesemutan. Ia membuka kedua kelopak matanya yang masih lengket, Nara merasakan tangannya kesemutan hampir kram karena tertindih bantal yang ditiduri Aryan samping tempatnya tidur sambil duduk saat ini.
Sejak Aryan memintanya tidak pergi, entah dorongan dari mana yang meminta Nara tinggal. Ia pun seperti menurut saja dan melupakan semua kebenciannya terhadap pria yang malah seperti anak kucing minta dikasihani.
Alhasil , Aryan pun tidur ditemani Nara di sofa dengan satu tangan Nara sebagai alas bantal pria itu. Sungguh tak ada yang tau bahwa mereka adalah sepasang suami istri baru yang tidak saling mencintai. Dan benar saja, Aryan langsung tak terdengar lagi mengigau sampai pagi.
“ Awwhh!” decak Nara makin keras karena tangannya mulai kram. Apalagi dengan posisi tidurnya yang hanya duduk bersandar pada sofa, membuat serangan pagi rutin kini menerjangnya.
Nara merasa ada sesuatu yang mendorong naik ke kerongkongannya hingga ia membungkam mulutnya dengan tangan kiri. Akhirnya Nara menarik paksa tangannya lalu mengibaskan tangannya dan membangunkan dirinya hingga Aryan pun terkesiap ikut bangun.
Nara segera berlari ke kamarnya menuju kamar mandi dan menumpahkan muntahnya di wastafel. Aryan yang melihat Nara berlari sontak mengikuti dengan langkah besar.
“ Haahhh!” Napas Nara tersengal naik turun dengan wajah memerah teraliri air mata yang otomatis keluar setiap kali serangan morning sickness datang.
Aryan yang bingung harus apa kini menyibakkan helaian rambut istrinya ke belakang lalu memijat tengkuknya. Namun lagi-lagi Nara menampik dan risih dengan sentuha pria itu di salah satu bagian sensitifnya.
“ Maaf…” Aryan mengibaskan tangannya setengah malu dan canggung pada Nara yang masih sibuk mengembalikkan tubuhnya ke mode normal.
Nara mendongak agar air matanya tidak lagi tumpah sementara kerongkongannya terasa panas dengan ulu hati yang perih. Wanita itu memegangi perutnya yang selalu tak karuan.
“ El……”
“ Jangan sentuh aku !” kesal Nara tiap kali tubuhnya seperti dihantam sesuatu yang menyakitkan namun entah apa itu.
“ Maaf, aku sudah membuatmu seperti ini.”
Nara membersihkan mulutnya lalu membasuh wajahnya dengan napas masih tersengal. Dilihatnya wajah pucat dan layu miliknya dari bayangan cermin yang memantulkan wajah Aryan pula di sana.
“ Apa maaf bisa mengembalikan semuanya?” ketus Nara yang selalu emosi saat tubuhnya terasa sakit semua. Ia berharap ini akan berakhir dan dia akan kembali hidup normal bersama ibunya kembali ke kehidupan mereka tanpa sentuhan kemewahan apapun.
“ Lalu maumu aku harus seperti apa?” tanya Aryan yang tak dipungkiri begitu iba melihat Nara yang tersiksa setiap hari seperti ini.
“ Seperti apa kamu itu bukan urusanku. Seperti apa mauku aku juga tidak tahu karena aku bahkan tidak memiliki daya untuk menginginkan apapun!” kesal Nara dengan suara lantang menggema hingga sejurus kemudian ia terisak lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
“ El. sepertinya kita harus bicara baik-baik. kita tidak bisa seperti ini terus.” Aryan sudah akan mengulurkan tangannya kembali saat bik Ina datang dengan segelas air minuman hangat di tangannya.
Aryan segera tahu untuk memberikan ruang pada Nara sendiri. Pria itu tidak ingin memaksa dengan kondisi Nara yang sangat sensitif dengan hormon kehamilannya.
“ Nyonya muda , silahkan minumnya.”
Nara mengusap wajahnya dan kembali membasuhnya dengan air dingin yang sejenak menyejukkan pori-pori kulitnya. Segelas air lemon madu dengan jahe diminum Nara sampai habis, kini bik Ina memilih bersama Nara duduk di tepi tempat tidur . Setelah tubuhnya lebih membaik , Nara pun tak ingin kembali mengeluarkan air mata.
...****************...
ingat ya, kalau hidupmu berantakan itu mungkin balasan dari tuhan atas kelakuanmu yang sudah mencuri karya saya.