Kenzo awalnya adalah siswa SMA biasa, namun karena pacarnya dibunuh, ia bangkit melakukan perlawanan, menggunakan belati tajam dan menjadi pembunuh berantai.
‘Srett…srett… srett… srett’
Remaja itu memenggal kepala setiap orang, dan Kepala-kepala itu disusun di ruang pribadi hingga membentuk kata mengerikan "balas dendam".
BALAS!
DENDAM!
Ruangan itu seolah seperti neraka yang mengerikan!
Kenzo dijebloskan ke penjara sejak saat itu! Di penjara, Kenzo, yang telah berlatih seni bela diri sejak kecil, bertarung melawan para pengganggu penjara dengan seluruh kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Perjanjian Kontrak
Kaito menyesap teh dari cangkirnya, membasahi tenggorokan sebelum berbicara. “Beberapa tahun terakhir, terutama dua tahun belakangan ini, kekuatan dunia bawah di negara kita mulai bangkit lagi. Mereka makin merajalela, membawa ancaman besar bagi masyarakat. Beberapa di antaranya bahkan mendapat dukungan rahasia dari negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika. Ditambah dengan sifat dunia bawah yang penuh tipu daya, pengaruh mereka makin beracun dari hari ke hari. Ketua dan Perdana Menteri merasa sangat tertekan karenanya, dan sebagai Wakil Direktur Biro Keamanan Umum, aku pun merasakan tekanan yang luar biasa."
"Dalam dua tahun terakhir, kami sudah mencoba berbagai cara untuk memberantas mereka—kami menyebutnya operasi 'pemberantasan tikus'. Tapi seperti tikus sungguhan, sekuat apapun racun yang kami gunakan, mereka selalu bisa bertahan. Ini membuat frustasi. Awal tahun ini, Ketua yang sudah tak tahan lagi akhirnya mengeluarkan perintah langsung pada Biro Keamanan Nasional: apapun resikonya, kanker ini harus dicabut sampai ke akarnya. Jika gagal, seluruh struktur pimpinan kami akan diganti total."
"Di bawah tekanan itu, seluruh pimpinan Biro menggelar rapat darurat selama seminggu penuh. Kami berdiskusi panjang dengan pihak pemerintah, hingga akhirnya lahirlah satu rencana khusus. Sederhana secara konsep, tapi butuh waktu panjang untuk eksekusinya: mengendalikan dunia bawah dari dalam. Karena kami sadar, tidak ada cara untuk menghapus dunia bawah sepenuhnya. Maka, kami memutuskan untuk memfokuskan kekuatan pada satu kelompok—mendorong mereka untuk menyatukan dunia bawah, dan menjadikan kekuatan itu berada di bawah kendali negara."
"Setelah rencana itu disetujui oleh Ketua dan Perdana Menteri, kami melakukan investigasi mendalam ke sembilan penjara hukuman mati yang tersebar di seluruh negeri. Tiga bulan penyelidikan rahasia kami menghasilkan 36 narapidana hukuman mati paling berbahaya—dipilih secara khusus karena kekuatan dan kecerdikannya. Mereka lalu diam-diam dipindahkan ke beberapa lokasi strategis. Tugas mereka adalah menguasai kelompok narapidana terlebih dulu, lalu perlahan dibawa ke kota-kota besar untuk mulai menaklukkan dunia bawah dari dalam. Tujuannya: menyatukan seluruh kekuatan dunia bawah dalam satu genggaman yang bisa kami awasi."
Kenzo mendengarkan dengan seksama. Semakin lama, ekspresinya makin serius, alisnya berkerut. “Kalian ingin narapidana paling berbahaya yang sudah divonis mati mengendalikan dunia bawah? Bukankah itu sangat berisiko? Apa kalian tidak takut mereka malah berbalik melawan? Ini terdengar seperti perjudian gila—atau mungkin terlalu percaya diri. Dan... kalau dugaanku benar, saat mereka berhasil menyatukan dunia bawah, saat itulah mereka kehilangan fungsinya. Lalu apa? Kalian akan ‘menghabisi anjing setelah kelinci mati’, seperti biasa?”
Kaito tertawa kecil. “Kekhawatiranmu wajar. Tapi jangan khawatir, aku tidak akan mengusulkan rencana sebesar ini kalau belum memikirkan semua resiko nya. Termasuk soal penghabisan setelah tugas selesai—itu sudah masuk dalam perhitunganku. Tapi... ada satu pengecualian dalam seluruh rencana ini: kamu, Kenzo."
"Keberadaanmu tidak kami prediksi. Awalnya, Harimau Gila adalah salah satu dari sepuluh kandidat terbaik kami. Tapi begitu aku melihat rekaman pertarunganmu dengannya, semuanya berubah. Tepat saat itu, sahabat lamaku, Tuan Vincent, datang padaku. Setelah penyelidikan singkat, aku langsung tinggalkan Solaria dan datang sendiri untuk melihatmu."
“Dan hasilnya? Aku puas. Sangat puas. Laporan tentangmu sudah kuberikan langsung pada Ketua, dan ia menyetujuinya. Maka kami membuat keputusan—kami akan membebaskanmu. Lebih dari itu, kami memberimu hak untuk membawa pergi delapan puluh narapidana dari gedung Timur. Itu batas maksimalnya. Siapa yang kamu pilih, itu ada di keputusan mu. Aku tidak akan ikut campur.”
Kenzo meletakkan cangkir teh yang sudah dingin, lalu berkata dengan nada tenang, “Tadi kau bilang ada tiga puluh enam narapidana hukuman mati yang dipilih. Kalau masing-masing dari mereka menguasai wilayah dunia bawah sendiri, ketika saatnya tiba untuk menyatukan semuanya, apa mereka akan dengan mudah menyerahkan kekuasaan yang sudah mereka genggam?”
“Ini bukan permainan biasa. Ini adalah permainan hidup dan mati. Permainan perebutan kekuasaan berdarah. Aku bisa jelaskan aturannya padamu. Sesuai rencana, tiga puluh enam orang ini akan ditempatkan di tiga puluh enam wilayah berbeda di seluruh negeri. Mereka boleh memilih lokasi sendiri dan mengembangkan pengaruhnya masing-masing. Tapi, proses pengembangannya tidak bebas sepenuhnya—ada batas waktu yang ketat. Sejak mereka dilepaskan, waktu mulai berjalan. Dalam waktu enam bulan, jika mereka tidak bisa menaklukkan kelompok dunia bawah di satu kota, agen-agen rahasia kita akan langsung mengeksekusi mereka tanpa ampun."
"Dalam satu setengah tahun, mereka harus bisa menguasai dunia bawah di tingkat provinsi. Dalam dua tahun, target mereka naik—mengendalikan dunia bawah di tiga provinsi. Ya, empat provinsi dalam empat tahun memang berat, tapi tiga puluh enam orang ini adalah yang terbaik dari yang terbaik. Mereka adalah predator di antara para pembunuh."
“Dan kalau empat tahun sudah berlalu?”
Kaito menyipitkan mata sedikit, lalu tertawa pelan. “Heh... empat tahun ke depan? Tak ada yang tahu berapa banyak yang akan tersisa. Perkiraan kasarku, tidak lebih dari enam orang.”
Mata Kenzo menyipit tipis. “Masih cukup banyak.”
Kaito tersenyum penuh makna. “Tentu saja. Bahkan mungkin dua di antaranya akan berhasil menguasai dunia bawah dari empat atau lima provinsi sekaligus. Tapi... kamu bukan salah satunya.”
Kenzo tidak menanggapi. Seolah tidak mendengar ucapan terakhir Kaito, ia malah bertanya santai, “Boleh aku tahu informasi tentang tiga puluh enam orang itu?”
“Tidak.”
Kenzo mengangkat bahu acuh. “Kalau begitu, kapan kau berniat membiarkanku keluar dari tempat ini?”
“Jadi, kau sudah membuat keputusan?”
“Memangnya aku punya pilihan?” Kenzo tersenyum tipis. “Kau sudah menjelaskan semuanya dengan sangat detail. Kalau aku menolak, jelas aku tidak akan pernah keluar dari ruangan ini.” Ia melirik ke sekeliling, menunjuk dinding dengan dagunya. “Meski aku cepat, aku tidak secepat enam penembak jitu yang sudah bersiap di luar tembok ini.”
Mata Kaito berkilat tajam, sejenak terkejut. “Seperti yang kuduga dari Darah Elang. Matamu... memang setajam elang. Karena kau sudah membuat keputusan, maka ada satu hal yang harus kita lakukan lebih dulu—kita buat kesepakatan. Isinya sederhana saja: kau tidak boleh menggunakan kedok pengabdian kepada negara untuk menyakiti rakyat.”
Kenzo menerima lembaran perjanjian yang disodorkan Kaito. Di atas kertas itu tertera cap resmi Dewan Negara, Komisi Inspeksi, dan Administrasi Keamanan Negara. Tanpa perlu membaca panjang, dia langsung menekan sidik jarinya.
Ini bukan sekadar perjanjian biasa—ini kontrak yang diakui penuh oleh negara. Entah dibaca atau tidak, sekali tanda tangan, tak akan ada jalan keluar dari sistem yang sudah membelit.
“Bagus.” Kaito tersenyum tipis sambil menyerahkan sebuah buku kecil berwarna merah marun dengan lambang bintang lima di atasnya. “Ini juga akan berguna untukmu.”
Kenzo membuka dan membaca singkat. “Anggota Khusus Biro Keamanan Nasional... Kenzo?”
“Hehe, lihat baik-baik. Foto di sertifikat itu hanya 70 persen mirip denganmu. Itu adalah ‘dirimu’ yang baru—identitas masa depanmu.”
“Diriku di masa depan?” gumam Kenzo.
“Ya. Kau, dan tiga puluh enam lainnya—total tiga puluh tujuh orang—semua akan menjalani operasi plastik ringan sebelum dilepas. Nama kalian pun akan diubah. Identitas baru, wajah baru, misi baru. Posisi ‘Anggota Khusus Biro Keamanan Nasional’ ini fiktif. Tidak besar, tidak kecil. Semua tergantung bagaimana kau memanfaatkannya.”
Kaito menatap Kenzo dalam-dalam. Suaranya kini terdengar lebih berat. “Dan satu hal lagi—ingat baik-baik. Empat tahun. Hanya empat tahun. Karena partisipasi kalian, tatanan sosial akan terguncang hebat. Itu adalah batas waktu maksimal yang bisa kami tahan. Tidak boleh lebih. Jadi, gunakan waktumu sebaik mungkin. Rencanakan, bertindak, dan bertahan. Setelah itu, semuanya akan berakhir.”
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Kau punya lima hari. Dalam lima hari ini, aku akan mengirimkan seluruh data tentang narapidana di gedung Timur. Kau bisa memilih siapa pun yang kau mau untuk bergabung. Setelah itu, pada hari kesepuluh, kau akan menjalani operasi plastik. Dan pada hari kelima belas, seseorang akan menjemputmu keluar dari penjara ini. Masa depan—kami serahkan padamu. Kecuali dalam keadaan luar biasa, aku tidak akan ikut campur.”
Kenzo tertawa kecil. Matanya tajam menatap mata Kaito, lalu ia berkata pelan namun tegas, “Kau juga harus ingat satu hal. Aku... harus menjadi yang terakhir bertahan hidup. Itu sudah pasti.”
Kaito tertawa lebar. “Bagus. Punya rasa percaya diri itu penting. Tapi ingat, narapidana lainnya juga bukan orang sembarangan. Dua di antaranya... sangat berbahaya. Jangan pernah meremehkan mereka. Anggap saja ini nasihat dari seseorang... yang peduli karena hubungan baikku dengan Tuan Vincent.”
Kenzo tak banyak bicara lagi. Ia hanya mengangguk pelan, lalu berbalik dan berjalan menuju pintu.
Namun, sesaat sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, suara Kaito kembali terdengar dari belakang.
“Oh ya, hampir lupa. Orang tuamu... kini berada di bawah perlindungan negara. Fokus saja pada misi dan lupakan mereka untuk sementara.”
Tubuh Kenzo menegang sesaat. Rahangnya mengeras, pipinya sedikit berkedut. Kilatan dingin melintas di matanya. Tapi ia tak berkata sepatah kata pun. Ia membuka pintu dan melangkah keluar tanpa ragu.