Karena Fitnah Ibu Mertua ku, rumah tangga ku berantakan. Dia tega memfitnah dan menghadirkan orang ketiga di dalam rumah tangga ku.
Aku tak tahu, kenapa ibu mertua jadi kejam seperti ini, bahkan bukannya dia yang meminta agar aku dan Mas Doni segera menikah.
Ada apa ini?
Bagaimana nasib rumah tangga ku?
Siapa yang akan bertahan, aku atau ibu mertua ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Alvin
Sindy keluar dari kompleks perumahan Doni dengan berjalan kaki.
Tadinya dia memesan mobil travel yang menuju ke kota, hanya saja mobil itu tak bisa mengantarnya kembali.
Mau tak mau Sindy yang hamil 6 bulan itu harus berjalan kaki menuju depan komplek dan harus menunggu bis di terminal.
Rupanya Ada seorang pria yang sejak tadi memperhatikannya.
Tit tit tit…klakson mobil berbunyi.
Sindy tak menggubris dia pikir orang yang berada dalam mobil menyuruhnya untuk berjalan di pinggir.
Mobil pun melalui Sindy kemudian berhenti tak jauh dari Sindy berjalan.
Seorang pria berbadan tegap, berkulit putih berhidung mancung, dengan kacamata hitam, datang menghampiri Sindy.
Sindy menyerngitkan dahinya mencoba mengenal sang pria muda itu kemudian tersenyum.
"Eh Sin, kamu mau kemana?" tanya Alvin.
Alvin adalah teman Doni semasa SMA, mereka juga satu universitas yang sama meski beda fakultas, Sindy juga mengenal Alvin lewat Doni.
Meski hanya beberapa kali Sindy bertemu dengan Alvin di beberapa kesempatan, karena Alvin yang sangat sibuk mengingat dia adalah mahasiswa kedokteran.
Namun ketika Sindy dan Doni menikah, Alvin tetap datang karena dia salah satu teman baik Doni.
"Eh Alvin kamu?" Sindy terlihat pangling ketika melihat perubahan yang terjadi pada Alvin.
Pria yang dulunya culun itu kini berubah menjadi sosok pria dewasa yang terlihat begitu macho dengan kemeja biru dongker dan celana hitam dibalut dengan blazer hitam pula, membuat sosok Alvin perlihatkan semakin karismatik.
"Masih ingat juga kamu?" ujar Alvin.
Sindy hanya tersenyum. "Kan terakhir ketemu waktu pernikahan aku."
"Oh iya, aku lupa, kamu mau ke mana?"
"Ya mau pulang lah, masa aku mau tinggal lagi di rumah mantan suamiku itu,"kelakar Sindy.
"Haha, Iya juga sih."
"Ya udah aku antar yuk."
"Jangan, rumahku kan jauh dari sini perjalanannya saja membutuhkan waktu 2 jam."
"Nggak apalah, sekali jalan keluar kota."
"Nggak usah aku nggak mau ngerepotin banyak kok bis yang menuju arah luar kota, jadi untuk pulang aku nggak pusing tinggal nunggu di halte."
"Yaelah kamu takut ya, aku nggak ngapain ngapain kamu kok Sin. Sekalian jalan aja."
Sindy berpikir sejenak.
"Ayolah niat aku baik kok," ajak Alvin ketika Sindy terlihat ragu.
"Tapi aku nggak ngerepotin kan?"
"Enggak lah, udah lama aku nggak lihat pemandangan luar kota sekalian aja aku ke pantai pulangnya."
"Ya sudah."
Meski tak enak hati menerima ajakan Alvin, Sindy ikut saja naik ke dalam mobil itu. Lagi pula jika dia menunggu bus mungkin akan kemalaman untuk pulang.
Sindy berjalan menghampiri mobil sedan Alvin, kemudian Alvin membukakan pintu mobil untuknya.
Setelah keduanya masuk Alvin membawa mobil itu melesat melewati jalan raya menuju arah luar kota.
Beberapa menit selama di perjalanan tak ada percakapan diantara keduanya, mungkin mereka masih merasa sungkan setelah lama tidak bertemu, apalagi mereka memang tak begitu akrab dulunya.
Alvin melirik perut Sindy yang membuncit. Dia tahu apa yang terjadi pada Sindy dan Doni, karena itulah Alvin bersimpati dan merasa kasihan terhadap Sindy.
Alvin berusaha tak membahas hubungan Sindy dan Doni. Dia tahu saat ini sindy pasti sedang terluka karena pernikahan Doni.
"Kamu praktek di rumah sakit mana Vin?" tanya Sindy membuka obrolan.
"Disalah satu rumah sakit swasta, tapi aku ada buka praktek sendiri kok, di salah satu apotek."
"Kamu gak jadi ngambil spesialis bedah?" tanya Sindy.
"Belum, nyokap sama bokap aku memintaku untuk menikah terlebih dahulu, sebelum mengambil spesialis.
Katanya takut aku ketuaan ntar kawinnya."
Sindy tersenyum mendengar ucapan Alvin itu.
"Bener juga, kata orang tua kamu, nikah dulu lah Vin. Sekarang saja umur kamu sudah berapa?"
"Nah itu dia, karena kesibukan aku aku jadi nggak sempat cari jodoh."
"Hahaha, jodoh nggak usah dicari ntar juga datang sendiri kok. Rezeki umur dan jodoh sudah ditentukan dari yang di atas."
"Nah itu dia, sebenarnya aku juga berpikir begitu. Tapi nyokap tetap menyuruhku untuk menikah terlebih dahulu, baru boleh melanjutkan kuliah di bidang spesialis."
"Kamu nggak kerja Sin?" tanya Alvin.
"Enggak lah aku nggak bisa kerja, Mungkin setelah melahirkan nanti."
"Oh ya, rencananya bokap sama nyokap aku mau bikin klinik tuh. Entar kalau kamu sudah melahirkan kamu hubungi aku saja Sin, Siapa tahu aku bisa bantu kamu kerja di klinik nyokap ku."
"Wah makasih banget, tapi jauh lah Vin. Aku kan tinggalnya di luar kota."
"Iya juga sih, tapi nggak ada salahnya lah Sin kamu tinggal di kota, daerah kamu kan susah cari kerjaan seperti itu."
"Iya juga sih, aku rencana mau bikin rumah makan kecil-kecilan setelah melahirkan. Aku maunya bisa cari uang tanpa harus meninggalkan anakku. Karena aku kasihan juga kalau ibuku yang harus mengurusnya."
"Oh begitu."
"Sayang juga sih ijasah kamu Sin, nggak dimanfaatkan dengan baik."
"Ya mau bagaimana, itu sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang ibu untuk menjaga anakku. Kalau urusan cari makan kan aku bisa sambilan."
"Ya bener juga sih Sin."
Sindy dan Alvin terus mengobrol, kebanyakan mereka menceritakan kisah mereka saat kuliah dulu.
Tak sedikitpun mereka berdua membahas hubungan antara Sindy dan Doni.
Mobil Alvin terus melaju tanpa terasa Mereka pun sudah sampai di depan rumah Sindy.
Sindy keluar dari mobil sambil meregangkan otot-ototnya.
"Ayo masuk dulu Vin, lumayan loh capeknya menyetir hampir 2 jam."
"Iya." Alvin pun masuk ke dalam rumah Sindy. Kebetulan saat itu ada Bu Anita dan Pak Bramantyo yang juga baru saja pulang dari luar kota.
Sindy memang tak memberitahu kepergiannya pada Bu Anita.
Dia nekat pergi ke resepsi tersebut sebenarnya untuk mengukur seberapa kuat hatinya melepas kepergian Doni untuk Viola, dengan menyaksikan sendiri pernikahan mantan suaminya itu Sindy berharap bisa mengubur sisa rasanya terhadap Doni
Setelah berbincang sebentar Alvin pun memutuskan untuk berpamitan pada keluarga Sindy.
"Siapa dia Sin?" tanya Bu Anita ketika Alvin pulang.
"Oh dia temannya Mas Doni. Tadi Sindy pergi ke resepsi Mas Doni Bu, terus dianterin pulang sama dia."
"Oh, Ibu pikir siapa."
"Emang kenapa Bu?"
"Nggak apa-apa. Hanya saja ibu gak mau ada fitnah lagi hanya gara-gara Kamu diantar dengan seorang pria."
"Iya Bu tadi Sindy juga ingin menolak Tapi nggak enak."
"Yaudah sekarang kamu istirahat saja."
Sindy memang merasa lelah, setelah berbincang dengan Bu Anita dia pun memutuskan untuk naik ke kamarnya.
Kini perasaan Sindy merasa lega, dia tak lagi mengharap pada cinta Doni. Karena Doni kini telah menjadi milik orang lain.
Sindy mengusap perutnya yang sudah membuncit sambil tersenyum.
"Ternyata mengikhlaskan sesuatu akan membuat kita merasa damai dan bahagia. Mulai saat ini aku takkan lagi pernah berharap kembali padamu," ucap Sindy sambil tersenyum menatap dirinya di depan cermin.
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
tahniah buat kehamilan mu Ainun
tahniah Ainun