Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antusiasme
Dapur rumah Lisa terhitung sempit, tapi masih bisa digunakan oleh dua orang beraktivitas bersama. Seperti pagi ini, Lisa sibuk mencuci perkakas masak, sementara ibunya membuat sarapan sederhana untuk mereka.
Lisa sudah tak memiliki ayah sejak SMA, tapi cukup beruntung karena bisa kuliah hingga mendapat gelar sarjana dengan harta yang ditinggalkan sang ayah. Tak terkecuali mobil yang akhirnya harus dijual saat Lisa hampir menyelesaikan studinya.
Selesai dengan urusan dapur, Lisa duduk berhadapan dengan sang ibu di ruang makan. Siap untuk menyantap hidangan paginya sebelum berangkat kerja. Hari ini Lisa harus mengejar bis atau naik taksi, karena mobilnya ada di kantor.
Obrolan ringan mulai mengalir di meja makan. Dimulai oleh ibunya yang ingin terus membicarakan bosnya Lisa. “David beda banget sama Reza ya, Lis? Tiap nganterin kamu pulang, pasti mampir sebentar buat nyapa ibu.”
“Pak David suka maksa banget buat ketemu ibu dulu, katanya nggak enak kalau abis nganter aku, langsung pulang! Tapi … nggak usah dibandingin sama Reza juga, Buk!”
Bu Maryam memasang wajah tak berdosa saat menimpali, “Lho kan memang bener, Reza dulu dari awal pacaran sama kamu, nggak pernah sengaja mampir buat ngobrol sama ibu.”
“Kan dia udah ngasih alasan ‘malu’ waktu itu, lagian walaupun jarang ngobrol kan sesekali masih mampir,” ujar Lisa gusar.
Lisa bukannya membela Reza, tapi berbicara fakta. Bukan berarti karena ibunya sangat suka dengan David lalu bisa menghakimi Reza seenaknya. Bagaimanapun pria itu pernah mengisi hari-harinya dengan cinta dan membuat bahagia hidupnya.
“Trus gimana kabar dia sekarang? Masih sering menghubungi kamu?” tanya sang ibu.
Lisa menggeleng sambil mendengus pelan. “Udahlah buk nggak usah dibahas lagi. Dia udah nyaman di tempat kerja yang baru. Mungkin juga udah pacar lagi sekarang.”
“Ya makanya itu,” timbal Bu Maryam menggantung kalimatnya, “Kenapa kamu nggak sama David aja kalau Reza aja udah punya yang lain di sana? David itu … kelihatan sayang banget sama kamu loh, Lis.”
“Ibuk ini udah kek kompor aja sekarang,” sahut Lisa dengan ekspresi geli. Heran dengan antusiasme ibunya.
Sebagai gadis dewasa yang tak lagi memiliki ayah, Lisa jelas merindukan kasih sayang dan perhatian yang tulus, cinta yang penuh penerimaan dan kedewasaan dalam berbagai hal.
Itulah kenapa Lisa merasa nyaman dengan David, karena pria itu memberi makan egonya dengan sangat baik.
Hanya saja, makin kesini Lisa semakin sangsi, bahkan sangat sangsi jika David akan bersikap sama setelah masa efektif ajian peletnya kadaluarsa.
Huh, memikirkan hal itu membuat Lisa frustasi sendiri.
“Orang bilang, David itu tipe pria yang cocok dijadikan imam,” celetuk Bu Maryam sambil tersenyum, sengaja menggoda Lisa yang sepertinya sedang memikirkan bosnya.
Lisa langsung nyengir. “Eaaa … ibu mulai lagi nih.”
“Kamu mau dinikahin kapan katanya, Lis?” tanya Bu Maryam, kali ini dengan ekspresi lebih serius.
“Kalau bisa sih sekarang, tapi aku kan belum siap, Buk.”
“Kamu masih belum bisa lupain Reza?”
“Iya, Buk. Gamon!”
“Gamon apaan, Lis?”
“Gagal mup on, Buk! Lagian baru juga sebulan putusnya, masa udah punya yang baru? Ibaratnya orang cerai, waktu berkabungnya belum selesai, belum tiga bulan,” jawab Lisa seraya menahan tawa.
“Astaga Lisa….”
“Hmmm … buk, kalau aku emang jodoh sama pak bos, pas nanti dinikahin enaknya minta mas kawin apa ya? Rumah beserta isinya? Akta perusahaan? Atau cincin aja, tapi yang harganya 10M, gitu pantes nggak, Buk?” cerca Lisa penuh canda.
Mendengar putrinya berandai-andai, Bu Maryam mengulum senyum. “Lisa … sebaik-baik mas kawin itu yang ringan dan tidak memberatkan mempelai pria. Bukan yang mewah atau seperti yang kamu sebutkan barusan!”
“Pak David duitnya banyak, Buk! Dia bilang sendiri, aku kalau minta apa-apa yang masuk akal gitu. Maksudnya jangan cuma sedikit.”
“Kalau itu untuk hadiah nggak masalah, tapi kalau untuk mas kawin … saran ibu yang biasa aja! Kenapa? Karena jumlah mahar itu tidak mengurangi martabat wanita, Lisa. Mahar juga bukan tujuan pernikahan. Mahar itu hanya bentuk tanda kasih sayang dan tanggung jawab suami kepada istri.”
Lisa mengangguk setuju, lalu diam cukup lama. Ekspresinya mendadak berubah muram. “Tapi ya gitu …,”
“Apa?”
“Maminya pak bos kek kurang suka sama aku. Keliatan banget kalau beliau nggak begitu setuju anaknya punya hubungan spesial sama aku.”
Bu Maryam langsung mengangkat wajah untuk memperhatikan cerita Lisa. “Kok bisa?”
Lisa mengedikkan bahu, lalu meletakkan sendok makannya, “Maminya kek nggak percaya sama pilihan anaknya, jadi nyodorin cewek lain yang mungkin lebih setara, gitu lah intinya!”
Bu Maryam mendengus, tapi tetap memberikan nasehat bijak untuk putrinya. “Kadang mertua memang suka sulit nerima pilihan anaknya. Tapi, selama David berdiri di sisimu, menjaga mentalmu, selalu membelamu di tiap kesempatan, dan kamu yakin sama dia, semua akan baik-baik saja. Nanti juga ibu mertuamu capek sendiri karena harus bermusuhan dengan anaknya.”
Lisa kembali mengangguk, meski wajahnya masih agak ragu. “Iya betul, tapi aku memang kepikiran banget soal itu. Kalau pak bos sih nggak usah diragukan lagi, dia selalu membela dan melindungiku dari segala hal yang mungkin bisa menyakiti hatiku.”
Dalam kepalanya, Lisa masih ingat betul bagaimana ia nangis bombay karena ulah Reza dan asistennya. Besoknya, ia langsung menerima berkas pemindahan Reza dari HRD yang butuh segera ditandatangani direktur utama.
Bu Maryam menepuk punggung tangan Lisa, “Jadi, apalagi yang kamu ragukan?”
“Nggak ada, Buk!” jawab Lisa sembari nyengir.
Andaikan saja Lisa menjawab jujur apa yang menjadi masalah utama hubungannya dengan David… .
“Jadi kapan kamu pastikan David bisa datang sama keluarganya buat melamar kamu?”
“Kalau itu aku belum tau. Sabar ya buk, ini lagi aku pikirin matang-matang.”
Bu Maryam menghembuskan nafas panjang, “Ya sudah, ibu tunggu kabar baiknya. Oh ya, hari Sabtu atau Minggu kalau kamu nggak sibuk, anterin ibu ke pusat furniture ya? Ibu mau cari sofa buat ruang tamu, udah jelek banget itu, udah waktunya ganti. Biar kamu nggak malu juga kalau keluarga David kesini. Sekalian mau cari gorden.”
“Oke, nanti sore duitnya aku kasih ke ibu!” sahut Lisa.
Seratus juta yang ditransfer David masih utuh, ada baiknya kalau digunakan untuk mewujudkan keinginan ibunya.
“Nggak usah, Lis! Lima belas juta yang kamu kasih kemarin itu udah cukup. Ibu juga kan ada tabungan. Nggak niat beli sofa yang bagus banget kok. Pokoknya sesuai kemampuan dan nggak malu-maluin.”
“Iya, terserah ibuk,” tukas Lisa tak berkeberatan. Ia membaca pesan yang baru masuk dari bosnya. “Ya udah aku mau mandi dulu, Buk! Sebentar lagi dijemput sopir kantor.”
Bu Maryam mengekori Lisa mengambil handuk, sambil menjabarkan rencananya. “Nanti sisa uang beli sofa buat renovasi kamar ibuk ya, Lis? Sebentar lagi kamu nikah, jadi pasti butuh kamar tidur yang lebih luas dan nyaman. Nah, rencananya ibu mau bikin kamar mandi di dalam kamar itu biar kamu sama suamimu punya privasi kalau pas nginap di rumah ini.”
“Maksudnya aku pindah kamar ibuk setelah direnov? Trus ibuk tidur di kamarku?” Tiba-tiba saja Lisa merasa sangat terharu. Matanya sampai berkaca-kaca mendengar antusiasme ibunya.
“Iya lah, masa ibu tidur bareng kalian?”
Lisa berbalik, memeluk ibunya tanpa bisa berkata-kata.
“Lis, ibu nanti beli baju juga ya pas kita cari sofa? Sungkan ketemu calon besan kalau kurang rapi. Ibu takut kamu malu.”
“Ibu ngomong apa sih?”
Bersambung,
jika itu harus tak perlu dikatakan pun biarkan Dapid tau sendiri.
tapi kan udah tamat yak wkwkwkwk
Witing tresno jalaran Soko kulino
Alaa bisa kna biasa wkwkwkwk.
seenggaknya wlpn awalnya Liss salah dia udah ksh milik nya yg berharga.
dan untunglah satset ada antisipasi pelet lain.
klo tak pke pelet MJ itu, Liss yg bakalan sakit hati dicampakkan Dapid. iya kan?
Bwt kalian reader Budiman yang suka bacaan horor Fantasi wanita...
Cerita Liss dan David dan lika-liku perjalanan cintanya.
Penasaran kan, kan, kan ... kuy lahh GPL baca aja yaak guys 👌
makasih karyanya, ditunggu cerita berikutnya 🙏🙏
aduhh kk otor aq jd dagdig dug iki
wisss piye yoooo
Happy ending tapi kurang banyak lagi happy2nya