Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Pekerjaan hari ini ternyata menuntut Andini menggantikan Erna yang sedang hamil untuk presentasi ke kantor lain. Pak Heru mengajak Andini serta Tara yang akan membantunya jika ada kekurangan.
Mereka berangkat bertiga dengan Tara yang diminta untuk membawa mobil sendiri karena dirinya yang akan meninjau pekerjaan lain setelah ini.
"Kamu bawa mobil sendiri saja Tara biar bisa balik ke kantor sama Andini. Karena saya masih harus mengantarkan berkas ke kantor cabang. Pak Vino juga meminta saya singgah ke kantor beliau. Jadi kalian nggak perlu naik taksi pulangnya."
"Baik Pak, ayo Andin sudah siap belum?"
"Bentar aku masukin laptopnya dulu."
"Semangat ya Andin, tugas diluar tuh enak bebas. Yang penting sebelum absen pulang kalian udah balik, tapi ya jangan ngayab juga. Nanti malah lanjut pacaran lagi."
"Mbak Erna apaan sich, ya nggak lah. Nanti kelar aku bakal langsung balik, anak magang nggak mau aneh-aneh mbak. Takut nilainya jelek."
"Tapi bentar mampir ngopi nggak apa-apa kali Din," ucap Tara.
"Lihat nanti dech, yang penting loe jangan ngadi-ngadi aja!"
"Ya udah kalian hati-hati, Tara Andini nya di bantu ya. Aku percaya sama kalian."
"Siap mbak, aku jalan dulu ya.."
"Aku pamit ya mbak," lanjut Andini.
Keduanya berjalan berdampingan, profesional kerja tak membuat Andini keberatan untuk satu mobil dengan Tara. Dia pun tak mau mencampur adukkan masalah pribadi, walaupun jika Rai tau pasti akan protes nantinya.
Keluar dari kantor menuju mobil dengan Tara yang menyempatkan diri membukakan pintu. Sedangkan Pak Heru sudah siap berangkat. Kemudian Tara yang mengikuti di belakangnya.
Sampai jam istirahat tiba Andini dan Tara belum juga datang, mungkin ada kendala atau singgah makan siang di luar. Erna melirik bekal makanan yang ada di meja Andini, sebelum keluar menuju kantin.
"Tuh anak bekalnya nggak ke makan dah nanti. Sayang banget..." Erna berjalan menuju kantin, sempat bertemu dengan Andika yang juga ingin keluar mencari makan karena Rai yang tak mau di ajak.
"Erna..."
"Eh Pak Dika, mau nyari makan juga?"
"Iya, kamu mau kekantin?" Andika melirik bekal di tangan Erna.
"Iya Pak."
"Jangan panggil bapak kenapa sich, kan cuma berdua. Aku boleh ikut nggak ke kantin? nyobain masakan kamu, kangen udah lama nggak makan."
Erna hanya menjawab dengan anggukan tapi membuat Andika berlonjak ria. Semua tau hubungan dulu Andika dengan Erna seperti apa, melihat tingkah Andika yang seperti itu tak membuat mereka yang melihatnya heran.
Keduanya duduk di kantin dengan Andika memesan makanan yang sengaja ia makan berdua dengan Erna. Takut nantinya Erna tak kenyang jika Andika merusuh memakan bekalnya.
"Kok mesen lagi?" tanya Erna melihat Andika datang dengan sepiring nasi rames dan dua jus di nampannya.
"Ini jus alpukat kesukaan kamu, aku pesan makan karena takut kamu nggak kenyang, kalo nggak barter aja. Aku udah lama nggak makan masakan kamu."
Akhirnya Erna pun mengalah, dia membuka bekal nasinya dan membuka bungkusan lauk di dalamnya. "Ini buat kamu, hari ini aja tapi ya ...."
"Selanjutnya juga nggak apa-apa," jawab Andika santai mengambil makanan buatan Erna yang membuat matanya berbinar. "Ayam goreng kesukaan aku, ada perkedel juga. Ini anak kamu kok kesukaannya pas banget sama aku, apa jangan-jangan bapaknya aku kali," ucap Andika asal yang segera mendapat pukulan dari Andini.
"Sembarangan, nanti kedengaran orang lain bisa salah paham!" tegas Erna.
"Iya juga nggak apa-apa," lanjut Andika di tengah-tengah kunyahannya.
"Bagaimana caranya? sedangkan kita nggak pernah di luar batas."
"Transfer!"
Erna mengernyit heran, tak mengerti dengan kata-kata Andika yang terkadang membuatnya kehabisan kata-kata.
"Kamu pikir ATM di transfer bisa gendut."
Erna menarik piring nasi rames pesanan Dika tadi dan memakannya.
"Sayurnya mana?"
"Eh iya lupa belum aku buka, sini aku tuang!"
"Kapan?"
"Apa nya?" tanya Erna setelah menuangkan sayur untuk Andika makan. Oseng sawi putih buatannya, sederhana tapi sehat.
"Cerai!"
"Kalo ngomong jangan sembarangan!" Erna segera memakan kembali dengan lahap. Tak peduli tatapan karyawan lain yang tak suka dengan kedekatan mereka.
"Aku nggak ikhlas kamu terus di sakiti, kalo nggak sanggup aku masih setia menunggu. Biarin aja dia mau seenaknya dengan wanita lain. Tapi kamu jangan khawatir, kamu dan anak ini sudah ada yang menanti. Ku tunggu jandamu Erna...."
Erna diam tak menanggapi, dia paham bagaimana perasaan Andika padanya tapi dia tak ingin memutuskan dan berjanji apa-apa mengingat dirinya yang masih dalam ikatan.
Dering ponsel membuat Andika memutuskan pandangan pada bumil yang masih lahap dengan makanannya. Bahkan jus alpukat yang mengenyangkan sudah habis setengah.
"Halo."
"Adek loe mana?"
"Ya mana gue tau, emang gue kantongin!"
"Dari tadi gue tungguin nggak datang, loe makan dimana?"
"Gue di kantin sama Erna, disini juga bocahnya nggak ada." Andika menyapu pandangan di setiap sudut ruangan kantin yang begitu besar.
"Ck, cari!"
"Loe nyuruh gue?"
"Sebagai asisten gue bukan sebagai kakak ipar."
"Aa_ii, loe bisa telpon gue ngapa nggak telpon orangnya langsung sich!" kesel Andika.
"Kalo di angkat gue nggak bakal hubungin loe, lagian ke ganggu amat sich loe. Inget itu bini orang!"
"Sedep yang begitu!"
"Gila loe, cepetan gue tunggu!"
Tut
"Monyet!"
"Kasar banget itu mulut!" Erna menegur Andika yang tak sadar jika Erna paling tidak suka dengan Dika yang terkadang kasar.
"Eh maaf lupa, maaf ya nak papah keceplosan." Andika spontan mengusap lembut perut Erna.
"Malu di liat orang, jangan gini!" ucap Erna memperingati. "Kenapa sich sampe kesel gitu, dari dulu nggak berubah berantem terus sama si bos."
Andika lupa jika Rai memintanya untuk mencari Andini. " Untung kamu nanya, aku duluan ya. Mau nyari Andini, si Rai kelimpungan!"
Erna kembali heran dengan ucapan Andika, "kenapa memangnya? ada masalah sama kerjaan mereka?" tanyanya lagi. Erna sedikit khawatir juga karena ini perdana Andini presentasi menggantikannya.
Andika lupa jika Erna tak tau hubungan mereka, tapi beruntung Erna menanyakan tentang pekerjaan bukan hubungan. "Kamu tau dimana Andini? tadi maksud kamu mereka, mereka siapa?"
"Tara dan Andini gantiin aku ikut pak Heru, aku nggak bisa. Lagian biar mereka belajar juga. Jadi saat aku cuti nanti kan mereka sudah pintar."
"Jadi yang presentasi ke PT Garuda Gemilang mereka berdua?"
"Iya."
"Mampuuus loe Rai, bini loe makin dekat sama Tara, kan gue udah ngingetin loe dari awal. Sekarang mereka bekerja bareng-bareng terus."
Setelah jam makan siang usai Andika dan Erna kembali ke ruangan, mengantarkan sebentar Erna hingga benar-benar masuk ruangannya kemudian Andika melangkah menuju ruangan Rai.
"Ngapa loe?" tanya Andika saat melihat Rai dengan wajah kusut.
"Andini sama Tara?"
Andika duduk di sofa dengan santai, "loe udah tau?"
"Hhmm...."
"Mereka kerja, profesionallah!" ledek Andika. Dia paham betul Rai kesal. "Gue udah ngingetin loe di awal, tapi loe kata apa? biarin aja sesuai sama kemampuan dia. Ya udah bro mamaaaaaam...."
"Kampreeet....gue nggak tau kalo Tara juga di divisi itu!"
"Udah nyantai aja, adek gue nggak bakal berani aneh-aneh!"
Raihan menghubungi kembali bagian marketing, ntah kenapa ia sangat tak tenang. Apa lagi perutnya yang lapar, rencana makan siang bersama tapi gagal karena Andini yang tak kunjung datang.
"Selamat si_"
"Andini ada?"
"Baru sampai pak, ada yang bisa saya bantu?"
" Suruh dia keruangan saya sekarang!"
"Baik pak."
Andika tertawa melihat ekspresi dari Raihan, dia mendekati Rai dan duduk di seberang meja kerjanya. "Bucin ya loe? baru nggak liat berapa jam aja udah kayak kebakaran jenggot!"
"Balik loe, bini gue mau datang. Jangan ganggu!"
"Loe ngusir gue?"
"Kerja Andika!"
"Baik Pak Rai!" Andika segera beranjak dari duduknya kemudian keluar ruangan, "inget ini kantor bukan tempat mesum!"
Andini masuk setelah beberapa menit Andika kembali keruangannya, tanpa mengetuk pintu Andini langsung masuk, cukup kesal karena baru sampai sudah di suruh menghadap. Dengan bekal makan di tangannya Andini segera duduk di sofa.
"Kenapa?"
"Kakak yang kenapa?"
"Aku cuma minta kamu kesini, aku laper."
"Suruh siapa nggak makan? aku baru banget sampe belum juga duduk udah suruh kesini aja."
"Kenapa nggak pamit tadi? aku nungguin kamu sampe nggak keluar ruangan. Aku pikir kamu bakal kesini tapi lagi keluar sama Tara."
"Aku kerja kak," jawabnya tak ingin Raihan berpikir macam-macam.
"Iya aku tau, udah makan belum?" tanya Rai yang sudah duduk di samping Andin.
"Kakak makan aja, ini udah aku bawain bekal. Aku mau balik ke ruanganku nggak enak kalo lama-lama disini. Nanti pada curiga, apa lagi sekertaris kakak yang tau aku lama-lama di sini."
Raihan menarik nafas dalam, waktunya berdua gagal. Mau tak mau dia mengiyakan dari pada membuat Andini tak nyaman.
mkasih bnyak thorr🫰