" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemani kalian
Hujan turun cukup deras saat Pamungkas turun dari mobil Hendra,
ia berjalan dari garasi ke dalam rumah.
" Pam? banyak sekali bawaanmu?" tanya Adi pada adiknya itu.
" ini baru seperempat mas, disana masih banyak.." Pamungkas mengusap wajahnya yang sempat terpercik air saat berjalan keluar dari garasi.
" Ya sudah.. nanti saja kau atur, sekarang makan dulu, mbakmu masak besar itu.. dia sengaja menunggumu pulang.."
" oh ya.. pantas Hendra menolak di ajak makan dijalan tadi," Pamungkas mengulas senyum,
" tentu saja, masakan mamanya lebih enak..",
Adi dan Pamungkas tertawa.
Pamungkas memindahkan barang barang yang ia bawa ke kamarnya, matanya melirik pintu kamar Ratih, kamar itu tertutup Rapat.
" Ratih masih di cafe jam segini Hen?" tanya Pamungkas saat Hendra membantu mengangkat satu kardus besar barangnya.
" Dia pamit ke mall mencari barang dengan temannya setelah tutup om, sekarang sudah jam lima, sudah pasti tidak di cafe lagi.."
jawab Hendra mendorong kardus itu ke sudut ruangan.
" Sudah tidak pernah pulang malam lagi?"
" semenjak laki laki itu ku ajak bicara, sudah tidak pernah.. paling malam ya jam delapan.. tapi tidak setiap hari seperti kemarin kemarin.." jelas Hendra.
" Coba undang dia makan malam Hen, aku ingin berbincang.." ujar Pamungkas sembari menumpuk kardus,
" Om berharap dia menjadi anggota keluarga? kenapa harus mengundangnya?" tanya Hendra,
" Aku ingin mengenal laki laki yang mungkin kelak menjadi adik iparmu itu,"
" om serius?"
" adikmu terlihat menyukainya.. Ratih bukan tipe perempuan yang gampang menerima orang baru kan?,
kalau Ratih sampai selengket itu, berarti dia punya tempat tersendiri di hati adikmu.." Pamungkas tersenyum tipis.
Hendra memperhatikan gerak gerik omnya dengan teliti, entah kenapa Hendra merasa ada perasaan yang tidak nyaman saat omnya itu membahas Ratih, itu terlihat dari ekspresi omnya yang lebih mirip seseorang yang sedih akan sesuatu namun memendamnya dalam dalam,
senyumnya pun terlihat getir sedari Hendra menjemputnya di bandara tadi.
" Apa om sedang dalam masalah?" tanya Hendra pada omnya yang sedang sibuk menata nata itu.
" Masalah apa?" Pamungkas menghentikan gerakannya dan menatap Hendra yang duduk di atas tempat tidurnya.
" Om seperti menyimpan sesuatu? soal perempuan ya om?",
mendengar pertanyaan Hendra, Pamungkas benar benar menghentikan kesibukannya.
" Memangnya om terlihat sedang dalam masalah?" tanyanya,
" Yah.. om terlihat kecewa akan sesuatu.." Hendra mengangguk.
Pamungkas menghela nafas lalu duduk tak jauh dari Hendra, ia terlihat berpikir.
" Bagaimana menurutmu jika aku menikah?" tanya Pamungkas tiba tiba, membuat Hendra terbelalak,
" menikah om?!"
Pamungkas mengangguk,
" Bukankah om sering berkata tidak mempunyai niatan menikah dan tidak dekat dengan perempuan manapun?"
" benar.. tapi sepertinya aku harus berubah pikiran,
apakah seorang dokter gigi cocok denganku?" lagi lagi senyum Pamungkas di paksakan,
Hendra yang biasanya tertawa seenaknya itu kini diam, ia tau.. bahwa bukan saatnya untuk tertawa.
" Apa perempuan itu mau mengikuti om kesini?" tanya Hendra,
" masalahnya aku tidak tau.."
" kenapa bisa tidak tau? tidak pernah bicara??"
" hanya sekedar menyapa.."
" menyapa? bagaimana bisa memutuskan menikah??" Hendra terheran heran.
" Komandan menyuruh beberapa orang datang kepadaku dan menawarkan pernikahan ini.. dan kurasa yang bersangkutan tidak keberatan.."
Hendra lagi lagi diam,
" Kalau mau menikah lalu kenapa mengajukan pindah kemari?" tanya Hendra dengan raut yang tidak biasanya,
" Aku kesini ingin menemani kalian..
papa mamamu sudah tua, sementara kalian belum cukup dewasa bagiku.." ujar Pamungkas pelan,
" kau yang belum memikirkan masa depan, dan adikmu yang tidak tau maunya apa.." imbuhnya,
" jadi karena kami?" tanya Hendra dengan sorot mata sedih,
" om punya kehidupan sendiri, tidak perlu menjaga kami lagi?"
" setidaknya sampai kau mandiri dan mapan.. sehingga kau bisa melindungi adikmu.. setelah itu aku akan pergi..".
Hendra bangkit dari duduknya, ia benar benar tak menyangka bahwa kepindahan omnya bertujuan untuk menjaganya dan adiknya.
Hatinya seperti tak terima, laki laki berusia dua puluh delapan tahun itu berjalan keluar dengan perasaan tak nyaman,
meninggalkan omnya yang duduk dengan bimbang di kamarnya.
Pamungkas membuka jendela kamar selebar mungkin, mengambil satu rokok dari kotaknya, lalu membakarnya.
" Tidak masuk dulu Yun?!" suara Ratih keluar dari mobil temannya,
" Lain kali saja Rat?! suamiku sudah rame ini?!" jawab temannya lalu segera berlalu dengan mobil.
Pamungkas melihat Ratih masuk ke dalam rumah dengan tenang, raut wajahnya Ratih terlihat begitu senang.
Pamungkas menghembuskan asap rokoknya, bukan makin ringan, tapi sesuatu yang tersimpan dalam dadanya semakin berat.
Pamungkas keluar dari kamarnya, ia melirik jam dinding besar yang berada disamping kamar hendra dan Ratih,
" Jam sebelas.." gumamnya.
Ia turun dari tangga dengan tenang, membenarkan resleting jaketnya karena cuaca tak bersahabat mulai dari sore, memang hujan sudah reda, tapi dinginnya masih menusuk.
Pamungkas mengambil kunci cadangan, lalu keluar lewat pintu samping.
Laki laki bertubuh jangkung itu berjalan keluar halaman rumah, membuka pagar dan menutupnya kembali,
Ia berjalan cukup jauh, hingga akhirnya berhenti di tukang nasi goreng.
" Sul.. capcay ono (ada) Sul?" tanya Pamungkas langsung duduk di kursi plastik.
Teman sekolahnya itu kebetulan sedang ketiduran di bawah pohon persis di belakang gerobak nasi gorengnya.
" Duh!! Pamungkas!" si Samsul kaget dan sontak bangun, raut wajahnya campur aduk antara kaget dan lesu karena kantuk.
Tak di sangka Pamungkas yang sedari tadi muram, tertawa lepas melihat ekspresi temannya yang berantakan itu.
" Malah nguyu! (malah tertawa!)" Samsul menggaruk garuk rambutnya yang tidak gatal.
" Di kumpulno nyowo e sek Sul.. ( di kumpulkan nyawanya dulu Sul..)" lagi lagi Pamungkas tertawa lepas.
Pamungkas masuk perlahan melalui pintu samping, setelah mengunci pintu ia mengembalikan kunci cadangan di tempatnya.
Suasana tampak remang karena hanya lampu kecil di sekitaran tangga yang di nyalakan.
Pamungkas berjalan menaiki tangga, sesampainya di atas ia berjalan begitu saja melewati kamar Ratih.
" Ceklekk..!" terdengar suara pintu terbuka, Pamungkas berbalik dan menoleh ke asal suara.
" Mau kemana?" tanya Pamungkas melihat Ratih berjalan menuju tangga, perempuan itu terlihat menggenakan jaket dan membawa dompet di tangannya.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆