🏆Novel Legendaris🏆
Kisah seorang gadis berusia 17 tahun yang dipaksa menikah untuk menggantikan adik kandungnya yang di lamar oleh keluarga Van Rogh Costel III tetapi adiknya, yang bernama Jingmi menolak lamaran keluarga bangsawan tersebut yang mengakibatkan kemarahan keluarga Van Rogh Costel III.
Untuk meredakan amarah keluarga Van Rogh Costel III maka Jia Li yang merupakan anak kedua keluarga imigran bermarga Kwee yang sukses itu terpaksa di nikahkan dengan anak pertama Van Rogh Costel III yaitu Van Costel IV anak laki-laki keluarga bangsawan di Rumania.
Sayangnya Van Costel IV yang akan dinikahkan dengan Jia Li, dia bukanlah manusia...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Istana Oranye
Mobil yang dikendarai Heng dan Ho bergerak melambat saat sampai di jurang yang ada di hutan Hoia Baciu.
Terlihat sebuah istana oranye yang terletak di sebelah jurang.
"Itu istana oranye ! Apa kita sudah sampai ?", tanya Ho.
"Aku rasa kita sudah sampai, Ho", sahut Heng.
"Tapi...", ucap Ho.
Ho menoleh ke arah Heng dengan kebingungan.
"Apa !?", sahut Heng.
"Bagaimana kita melewati jurang ini ?", tanya Ho.
"Itulah yang sedang aku pikirkan sekarang", sahut Heng.
"Ya Tuhan... Apa kita harus terbang sekarang ?", lanjut Ho menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Terbang ? Aku pikir itu idea yang sangat menarik, bagaimana kalau kita coba ?", sahut Heng.
"Menerbangkan nyawa kita, itu maksudmu !?", tanya Ho.
Ho menatap ke arah Heng dengan tidak percaya.
"Terbang ke dalam jurang, itu maksudmu ? Apa yang kamu pikirkan dalam kepalamu ?", lanjut Ho sambil memukul kepala Heng dengan topi miliknya.
"Aku tidak mengatakan untuk terbang ke jurang, bodoh ! Tapi terbang ke istana oranye itu !", sahut Heng.
Heng menunjuk ke arah istana oranye yang ada di sebelah jurang.
"Sama saja, bodoh ! Bagaimana caranya kita terbang ?", tanya Ho kesal.
" Aduh ! Jangan memukulku berlebihan ! Kita akan pikirkan cara lainnya, Ho dan jangan marah", sahut Heng.
"Itu baru benar", ucap Ho.
Heng dan Ho lalu duduk terdiam di dalam mobil sambil memandangi istana oranye yang ada di sebelah jurang.
Tidak ada jembatan yang menghubungkan ke istana oranye dan hanya ada jurang curam tanpa jembatan satupun disana.
"Sebaiknya kita mencari jalan lain untuk ke istana oranye, Ho", ucap Heng.
"Ya, aku rasa itu idea yang baik", sahut Ho.
Heng memutar mobil yang mereka kendarai ke arah lainnya dan mencari jalan menuju ke istana oranye.
Mobil melaju kembali pelan melewati sepanjang pinggir jurang.
Masih tidak terlihat jalan lain untuk sampai ke istana oranye yang ada di sebelah jurang yang mereka lewati.
"Masih belum ada jalan lainnya untuk ke istana oranye", ucap Heng.
Heng mulai cemas karena dia tidak menemukan jalan lain yang dapat sampai ke istana oranye.
"Bagaimana ini, kita masih tidak menemukan jalan lainnya ?", tanya Ho.
"Aku juga bingung tapi tugas harus kita selesaikan jika tidak kita tidak dapat pulang ke rumah tuan Kwee Lan", sahut Heng.
"Itu juga yang aku pikirkan, Ho", ucap Heng.
Mobil berhenti tepat disisi lain jurang, tampak Heng dan Ho duduk terdiam.
"Apa kita buat saja jembatan menuju ke istana oranye sekarang ?", tanya Ho.
"Jembatan !?", sahut Heng.
"Iya, jembatan panjang", ucap Ho.
"Lalu bagaimana cara kita membuat jembatan ? Kamu tahu caranya ?", sahut Heng sambil mengangkat alisnya.
"Kita gunakan saja akar-akar dari pohon yang ada di hutan Hoia Baciu ini", ucap Ho.
"Artinya kita harus keluar dari mobil", kata Heng.
"Tidak... Tidak... Itu sangat berbahaya, Ho ! Dan aku tidak mungkin membiarkan kita dalam masalah besar, Ho", sahut Heng.
"Tapi bagaimana caranya kita melewati jurang itu ? Coba kamu pikirkan ! Berhasil menemui Dalca II atau pulang tapi kepala hilang !?", tanya Ho.
"Dua-duanya juga bukan jawaban yang tepat dan benar", sahut Heng.
Heng memandangi kembali istana oranye yang ada disisi lain jurang.
"Kita turun saja ke jurang itu agar kita sampai ke istana", ucap Heng.
"T--turun !? T--turun ke dalam jurang ? Dan dimakan hewan buas ?", lanjut Ho.
"Kita ambil resikonya karena tidak mungkin kita membuat jembatan dalam waktu singkat sekarang", sahut Heng.
"Kamu bercanda, Heng ?", ucap Ho.
"Tidak ! Aku tidak sedang bercanda saat ini tapi aku berkata yang sebenarnya, Ho", sahut Heng.
"Tuhan... Lindungi kami !", ucap Ho sambil mendongakkan kepalanya.
"Bawa ini !", lanjut Heng menyerahkan pedang berukuran besar kepada Ho.
"P--pedang ? Buat apa ?", tanya Heng gemetaran.
"Untuk memotong daging hewan buas", sahut Heng santai.
Heng meraih pedang lainnya lalu keluar dari dalam mobil.
"T---tunggu, Heng ! Aku belum menyelesaikan ucapanku ! Astaga !", ucap Ho panik.
"Ayo, keluarlah ! Kita turun ke bawah, Ho !", kata Heng sambil melongokkan kepalanya ke dalam mobil.
Heng memerintahkan kepada Ho untuk segera turun dari mobil dan melanjutkan perjalanan mereka tanpa mengendarai mobil.
"Ayo !", perintah Heng seraya memukul atas kap mobil.
Heng bergegas pergi meninggalkan Ho yang masih duduk didalam mobil melamun.
Ho melihat Heng melangkah pergi dan mulai menuruni jurang.
"Astaga ! Tunggu, Heng ! Jangan tinggalkan aku, Heng !", ucap Ho bertambah panik.
Ho lalu dengan cepat keluar dari mobil dan berlari menyusul Heng yang sudah bergerak turun ke jurang terlebih dahulu.
"Heng ! Heng ! Tunggu aku, Heng !", teriak Ho keras.
Terlihat Ho berlari cepat memburu Heng yang sudah tidak tampak oleh Ho.
"Aduh ! Dia benar-benar nekat melakukannya", ucap Ho.
Ho mengikuti Heng yang mulai turun ke jurang.
Dia terlihat kesulitan untuk menuruni jurang ditambah lagi dia membawa sebuah pedang sekarang.
"Heng ! Heng ! Tunggu aku !", teriak Ho.
Heng tidak menjawab teriakan Ho dan terus bergerak ke bawah jurang tanpa menghiraukan keberadaan Ho yang ada diatasnya.
"Heng !!!", teriak Ho lagi.
Salah satu kaki Ho hampir tergelincir ketika menapaki jurang dan dia nyaris celaka saat menuruni jurang yang sangat curam.
"Aduh ! Aduh ! Kaki ini tidak bisa bekerja sama rupanya", keluh Ho.
Ho memegangi area jurang yang terjal dengan erat-erat agar dia tidak terjatuh ke dasar jurang.
"Haruskah aku terus berdoa ?", ucap Ho sambil melirik ke arah bawah.
Ho menejamkan kedua matanya rapat-rapat kemudian menarik nafas panjang dan mulutnya komat-kamit tidak karuan.
"Matilah aku ! Matilah aku !", lanjut Ho.
Ho kembali menuruni jurang, menyusul Heng yang sudah tidak terlihat lagi.
Jurang yang mereka turuni sangatlah gelap dan curam bahkan sangat dalam tapi itu yang harus mereka lakukan.
Untuk menuju ke istana oranye hanya ada satu cara yaitu melewati jurang yang menghubungkan ke istana oranye.
"Apakah Heng sudah sampai ke dasar jurang ?", ucap Ho berbisik.
Ho terus bergerak menuruni jurang.
"Heng ! Heng ! Heng !", teriak Ho kembali.
Ho lalu melihat cahaya dari arah jurang yang bergerak-gerak ke arahnya.
"Apakah itu sinyal yang ditunjukkan oleh Heng ?", ucap Ho.
Ho mempercepat gerakannya yang menuruni jurang tapi saat kakinya dia pindahkan tiba-tiba Ho terpeleset sehingga membuatnya jatuh.
Terdengar suara teriakan Ho saat tubuhnya jatuh ke dalam jurang dan meluncur kebawah dengan sangat cepat.
Tubuh Ho terbang melayang tajam ke arah dasar jurang.
"BRUK !"
Ho merasakan tubuhnya jatuh di atas tempat yang sangat empuk dan nyaman.
Dia tidak merasakan sakit ditubuhnya ketika jatuh kedasar jurang.
"Ehk !? Kenapa aku tidak merasa sakit ?", ucap Ho bertanya-tanya.
Ho meraba bawah tubuhnya dan dia merasakan tangannya menyentuh kain yang lembut serta halus.
"Apa ini ?", tanya Ho kaget.
Ho menoleh ke arah bawah tubuhnya, dia melihat Heng tengah berada dibawah tubuhnya dan terbaring diam.
"Heng !", teriak Ho cepat.
Ho beranjak berdiri dan menatap diam dengan wajah pucat pasi.
"Heng !", teriak Ho kembali.
lom ada endingnya
diasaat Antolin memohon mohon lo aja hati u aja membatu. giliran itu baru so soan. aku bantuin karena dia ga tau apa apa.
Heh Kalau mau nolongin orang dengan tulus gak mungkin lo itu masih berbelit dengan masakelam yang lo alami. kesannya gak ikhlas nolonginnya. Katanya GURU kok kelakuan tak mencerminkan seorang Guru/Pooh-pooh/.
disaat Dimitri Peka ,Masonn gak peka.
di saat mason bicara ambigu disitulah Dimitri bertanya kemudian disaat dimitri berbicara ambigu disitulah mason juga bertanya tanya./Shame//NosePick//Pooh-pooh/
Teruslah kalian berdua planga plongo
terus kami yang baca juga ikut bertanya tanya dengan percakapan kalian yang ambigu/Shame/
wahai wanita...
cintailah aku...