NovelToon NovelToon
SUSUK JALATUNDA

SUSUK JALATUNDA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Duniahiburan
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Misda terpaksa harus bekerja di kota untuk mencukupi kebutuhan keluarga nya. Saat Dikota, mau tidak mau Misda menjadi LC di sebuah kafe. Singkat cerita karena godaan dari teman LC nya, Misda diajak ke orang pintar untuk memasang susuk untuk daya tarik dan pikat supaya Misda.

Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti cerita novelnya di SUSUK JALATUNDA

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Bayangan Ki Jombrang berdiri tegak di depan gua keramat, tatapannya menusuk sepi hutan jati. Suaranya bergemuruh, nyaris pecah ketika melontarkan ancaman terakhirnya. 

 "Suatu hari nanti, tubuh kalian takkan lagi diterima bumi maupun langit. Susuk yang menancap dalam darah kalian cuma bisa aku yang cabut. Sedangkan aku sudah mati karena ulah kalian. Tunggulah, kesengsaraan itu pasti datang. Manusia sepertimu takkan pernah tahu rasa terima kasih, bahkan tega melenyapkan nyawa juru kunci seperti aku." 

 Ucapan itu terngiang-ngiang dalam kepala Dona dan Misda, membuat jantung mereka berdebar tak menentu. Dona menatap Misda dengan mata penuh campur aduk; kecewa tapi juga iba. Tangannya masih gemetar, mengingat bagaimana Misda pernah dengan kasar mengepalkan tangan sampai sang dukun hampir tercekik. Semua itu terjadi karena ada kekuatan gelap yang menguasai Misda, makhluk jahat sinden pemilik susuk Jalatunda yang sudah berakar di tubuhnya, berdenyut bersama darahnya. 

Di saat-saat tertentu, susuk itu mengambil alih, mengendalikan gerak dan pikiran Misda tanpa ampun. Dona menelan ludah, hatinya tersayat oleh kenyataan bahwa sahabatnya kini seperti dipenjara oleh kekuatan yang tak kasat mata.

Roh jahat yang mengendap di tubuh Misda mungkin sedang berjuang, ingin melindunginya dengan cara sendiri. Dona bisa merasakan ada sesuatu yang tak rela saat dukun itu mencoba menguasai tubuh Misda, seolah nafsu gelap sang dukun mengincar semua ruang dalam diri sahabatnya. Sementara di dalam gua, Dona sendiri seperti diserang makhluk besar yang menguras tenaga sampai nyaris habis. Kesadarannya samar, tubuhnya seolah berjalan sendiri, hanya bisa menerima tanpa daya. 

"Misda," suara Dona pecah, napasnya masih tersengal saat mereka berdua akhirnya berhasil meninggalkan desa Pleret, 

"Setelah ini kita harus ke mana lagi? Dukun yang memasang susuk di wajah dan tubuh kita sudah mati. Kalau suatu saat kita susah ketika meninggal nanti, apa yang dikatakan Ki Jombrang di hutan terus terngiang di kepala. Aku takut, benar-benar takut." Matanya berkaca-kaca, menggambarkan betapa dalam kecemasannya akan nasib mereka.

Beruntung, tak ada satu pun orang Ki Jombrang yang mencurigai Misda dan Dona saat keduanya muncul keluar dari hutan tanpa sang dukun. Dona menatap wajah orang-orang di sekitarnya dengan mata penuh kepanikan yang tersamar. 

"Pak juru kunci masih bersemedi di gua," ujarnya cepat, suaranya serak namun tegas. 

"Dia yang suruh kita segera meninggalkan hutan larangan sebelum matahari terbit." 

Sejenak, keraguan tampak menghiasi raut beberapa orang, tapi perintah sang dukun membuat mereka segera bergeming. Dengan langkah cepat dan tanpa banyak tanya, mereka mengiringi Misda dan Dona keluar dari desa Pleret. 

Angin dingin pagi berhembus menyapu kesunyian, membawa keduanya menjauh dari bayang-bayang hutan larangan yang kian memudar di balik pepohonan. Tak ada hambatan, tak ada kata mencurigakan, hanya bisik doa agar perjalanan itu benar-benar selesai dengan selamat.

Misda dan Dona menghela napas panjang saat akhirnya sampai di pusat kota. Setelah mengantar Misda masuk ke kost, Dona melangkah pulang dengan langkah lebih ringan, tahu bahwa Misda tak lagi sendiri. 

Begitu pintu kost Misda terbuka, Wono sudah menunggu dengan wajah penuh kecemasan. Matanya merah dan napasnya tertahan, menunjukkan betapa gelisahnya ia sejak semalam, ketika ponsel Misda tak pernah aktif.

 “Misda, bilang ke aku! Dari mana kamu? Kenapa baru pulang? Bahkan semalam kamu nggak kerja. Dan Dona... aku yakin kamu kena pengaruh buruk gara-gara dia,” suara Wono bergetar antara marah dan takut. Misda menghindari tatapan tajam itu, dadanya berat dan suara serak saat menjawab, 

“Mas, tolong jangan banyak tanya dulu. Aku capek banget.” 

Ia menunduk, berusaha menahan lelah yang tak hanya dari tubuh tapi juga hati. Namun di balik itu, ada lega yang perlahan menghangat di dada Wono, setidaknya Misda sudah kembali, dan ia tak harus menanggung kekhawatiran sendiri lagi malam ini.

Wono memeluk tubuh Misda erat begitu mereka masuk ke dalam kamar kost yang sunyi. Misda membiarkan pelukan itu, diam sejenak seolah menenggelamkan rindunya yang lama tertahan. Setelah melepas pelukannya, Wono bangkit dan mengambilkan minuman dari meja. 

Dengan tatapan samar, Misda menerima gelas itu dan meneguk perlahan. Napasnya bergetar saat dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hati yang bergejolak. Pikiran Misda melayang ke Ki Jombrang, pria yang mati karena dirinya sendiri kenangan itu membuat dadanya sesak. Lebih dari itu, bayang-bayang makhluk halus sinden yang menguasai tubuhnya masih menghantui. Wono menatap lembut, suaranya seraya bertanya, 

"Kamu mau cerita sama aku sekarang, Misda?" tanya Wono pelan, matanya menyelidik ke arah kekasihnya.

 Misda menggeleng cepat, bibirnya terkatup rapat seolah menyembunyikan sesuatu yang berat. Wono hanya tersenyum kecil, memberi ruang dan waktu. 

"Kalau begitu, aku tunggu sampai kamu siap," ujarnya lirih. 

 Diam mengisi ruangan di antara mereka, namun dalam hati Wono, ada getar kecemasan. Rahasia apa yang tersembunyi di balik bisu Misda? Tiba-tiba, Misda gemetar hebat, napasnya tersengal. Tangan yang semula lemah kini mencengkeram leher Wono seakan ada kekuatan lain yang menguasainya. Wono buru-buru mengambil kalung bermotif hati yang selalu dipakai Misda, lalu menempelkan liontin itu di dahinya dengan lembut. 

 Sesaat setelah itu, tubuh Misda luruh tak berdaya di pelukan Wono. Pria itu segera membopongnya ke kamar, jari-jarinya sigap mengoleskan minyak kayu putih di kening dan lehernya. Tatapan Wono penuh kekhawatiran dan teka-teki.

 "Benar dugaan ku. Misda dan Dona pasti baru dari tempat keramat... Mereka mungkin sedang memasang susuk pemikat," gumam Wono dalam hati sambil menatap wajah cantik kekasihnya yang kini tertidur dalam ketidakberdayaan.

Dona duduk di kamar kost yang pengap, tangannya sibuk menekan-nekan ponsel sambil memanggil tukang pijat lewat aplikasi. Ia butuh melepas penat, mencari rileksasi sejenak agar pikiran tidak terus terjebak dalam bayang-bayang kejadian di desa Pleret. 

Memori dukun yang meninggal masih terus menghantui, membuat dadanya sesak tanpa henti. Ketika tangan-tangan sang tukang pijat mulai mengalir lembut menyusuri punggungnya, Dona hampir terbuai. Namun tiba-tiba, pijatan berubah menjadi keras, seolah menekan dadanya hingga susah bernapas. Matanya membelalak, tubuhnya tersentak kaget. 

 “Bu, hentikan! Jangan terlalu keras, sakit, tahu!” suaranya meninggi sambil menarik napas pendek, wajahnya memerah karena rasa nyeri. Ibu tukang pijat mengerutkan kening, tatapannya penuh kebingungan.

 “Ini sudah pelan, nona. Biasanya pelanggan suka yang agak kuat pijatannya.” 

 Dona menelan ludah, dadanya masih berdenyut tak nyaman, seakan-akan ada niat tersembunyi di balik sentuhan itu. Hatinya makin tidak tenang. Segera ia mengeluarkan uang seratus ribuan, meletakkannya di meja, lalu menatap tajam ibu tukang pijat.

 “Sudah, Bu. Terima kasih. Kalau begitu saya cukup di sini saja.” 

 Ibu tukang pijat mengangguk canggung, langsung berkemas tanpa banyak kata. Dona menegakkan punggung, menarik napas dalam-dalam, berusaha menepis bayang-bayang ketegangan yang tak kunjung hilang dari dadanya.

1
NAIM NURBANAH
Semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!