NovelToon NovelToon
Ketika Aku Menemukanmu

Ketika Aku Menemukanmu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Wardani

Ini adalah kisah tentang seorang ibu yang terabaikan oleh anak - anak nya di usia senja hingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidup nya.
" Jika anak - anak ku saja tidak menginginkan aku, untuk apa aku hidup ya Allah." Isak Fatma di dalam sujud nya.
Hingga kebahagiaan itu dia dapat kan dari seorang gadis yang menerima nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mengantar Pulang

*****

Shafa kemudian bergegas menuju UGD setelah Zeyden sudah tak terlihat lagi. Dia hanya ingin memastikan jika keadaan perempuan yang di tabrak anak nya tidak lah terlalu parah.

" Dokter Shafa, ada yang bisa di bantu?" Tanya seorang suster pada Shafa.

Shafa belum menjawab. Dia celingukan mencari perempuan asing di sanam tapi tidak da orang lain selain para perempuan dengan seragam putih nya.

" Tadi anak saya kesini kan sama seorang perempuan? Dimana dia?" Tanya Shafa.

" Oh, dia sudah pergi dokter. Kata nya mau menunggu mas Zey di luar saja." Jawab suster dengan lembut.

" Lalu keadaan nya bagaimana, sus? Apa ada luka yang serius?" Tanya dokter Shafa lagi.

" Tidak ada yang serius, dokter. Dia hanya mengalami cedera di kaki. Dan tadi dokter jaga sudah menjahit luka nya. Dan semua nya baik - baik saja." Jawab suster.

Mata Shafa terbelalak saat mendengar kabar dari suster bahwa perempuan yang ditabrak oleh anaknya hanya terluka di kaki dan sudah meninggalkan UGD.

Kelegaan sejenak menyelimuti hatinya, namun tidak sempat bertahan lama dia langsung melangkah keluar rumah sakit mencari keberadaan Zeyden dan perempuan itu.

" Maaf lama." Kata Zeyden menghampiri Kanaya yang duduk di luar.

" Nggak papa." Jawab Kanaya.

" Aku akan antar kamu pulang." Tawar Zeyden.

Kanaya mengangguk pelan dan bangkit dari duduk nya menahan kan rasa sakit di kaki nya.

" Tunggu." Kata Zeyden."

Zeyden kemudian berlari menuju mobil. Dia membuka kan pintu untuk penumpang lalu kembali berlari menghampiri Kanaya.

" Aaww..." Pekik Kanaya saat Zeyden tiba - tiba saja menggendong nya.

" Kamu nggak bisa jalan kan?" Tanya Zeyden.

Zeyden tidak menunggu jawaban Kanaya, dia segera berjalan. Memasukkan Kanaya dengan hati - hati ke dalam mobil. Lalu berputar menuju bangku kemudi.

Sesaat saat Shafa berhasil melihat keberadaan putra nya di sana. Tapi mobil Zeyden sudah melaju meninggalkan pelataran rumah sakit.

Zeyden, apa yang terjadi?" seru Shafa dengan nada tinggi, mencoba menahan emosi yang bergejolak.

Shafa hanya menghela napas, tanda ia masih mencoba mencerna situasi tersebut. Dia melihat ke arah mobil dimana perempuan itu duduk.

*

*

*

" Berhenti di depan, mas." Pinta Kanaya.

" Rumah kamu yang mana?" Tanya Zeyden saat mesin mobil mati.

" Saya kost di situ." Tunjuk Kanaya pada rumah di depan mobil Zeyden.

" Hemm..."

" Terima kasih ya mas, sudah membawa saya ke rumah sakit. Dan sekarang mas sudah mengantar kan saya ke pulang." Ucap Kanaya tersenyum.

" Saya akan bantu kamu turun." Kata Zeyden membuka safety belt nya.

" Nggak perlu, mas." Cegah Kanaya cepat.

" Saya bisa sendiri. Lagian kaki nya sudah tidak terlalu sakit." Tolak Kanaya.

Zeyden tak menjawab.

" Sekali lagi terima kasih ya, mas. Sudah mau bertanggung jawab sepenuh nya dengan saya. Saya turun dulu. Selamat malam." Pamit Kanaya.

Lonceng pertanda waktu sudah dini hari berbunyi saat Kanaya perlahan turun dari mobil sport mewah milik Zeyden. Dia menggenggam gagang pintu mobil, mengerahkan kekuatan pada kaki kirinya yang terbalut perban putih.

Zeyden, yang masih duduk di balik kemudi, tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Kanaya. Dia memperhatikan setiap detail gerakan wanita itu, dari cara dia meringis menahan sakit hingga kegigihannya untuk berjalan meski pincang.

Sebuah kekaguman yang mendalam tiba-tiba muncul di hatinya, sebuah rasa yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Saat Kanaya berhasil masuk ke dalam rumah dan menutup pintu di belakangnya, Zeyden masih terpaku di tempatnya. Ada sesuatu tentang Kanaya yang membuatnya terpikat.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti keabadian, Zeyden akhirnya menyadarkan dirinya.

" Apa yang kamu lakukan, Zey? Kenapa malah melihati perempuan itu?" Gumam Zeyden merutuki diri nya sendiri.

" Sadar Zey, sadar..."

Dia menarik napas dalam-dalam, menghidupkan mesin mobil, dan dengan hati yang berat serta pikiran yang masih melayang pada Kanaya, dia memacu mobilnya pergi, meninggalkan komplek perumahan tersebut.

Namun, satu hal yang pasti, pertemuan pertama ini telah meninggalkan bekas yang tidak akan mudah terhapus dari ingatannya.

*

*

*

Pagi - pagi sekali Ariel sudah bangun dari tidur nya. Dia sudah menyiapkan sarapan bubur yang dia beli dari depan kompleks.

Dengan mata yang masih mengantuk, juga piyama tidur yang masih melekat di tubuhnya, Aris masuk ke dapur dan memperhatikan Ariel dengan heran. Gadis yang tidak bisa bangun pagi malah sudah lebih awal bangun dari ibu nya.

" Tumben sudah bangun? Sudah nyiapin sarapan lagi. Mimpi apa kamu tadi malam?" Sindir Aris tersenyum pada Ariel.

" Aku sudah janji sama ibuk mau bawa ibuk ke dokter. Setelah dari dokter aku akan antar ibuk ke panti jompo. Mas transfer aja uang ke rekening aku, uang aku masih kurang untuk bayar administrasi nya." Jawab Ariel sibuk dengan bungkusan bubur di tangan nya.

Aris yang mendengar nya langsung terdiam. Tak mengira jika sang adik serius dengan ucapan nya tadi malam.

Dengan wajah bingung, Aris menarik kursi dan duduk di depan Ariel.

" Bagaimana jika ibuk tidak setuju?" Tanya Aris.

" Serah kan saja sama aku, mas." Jawab Ariel meyakinkan Aris.

" Terserah kamu aja deh. Yang penting, kalau ibuk marah kamu jangan libat kan aku ya. Karena aku sebenar nya kurang setuju dengan rencana kamu ini." Ujar Aris penuh penekanan.

" Iya, iya. Bawel ah."

Fatma hanya bisa tersenyum getir mendengar pembicaraan anak nya itu. Sebuah kenyataan yang harus dia hadapi dengan lapang dada.

Fatma tidak punya alasan untuk menolak ke panti asuhan. Toh di rumah juga tidak ada yang menginginkan dan mengharapkan kehadiran nya.

Dengan terpaksa dia pun memutuskan untuk ikut dengan Ariel tanpa bertanya.

" Ibuk sudah siap?" Tanya Ariel mencondongkan wajah nya menintip dari pintu.

Fatma menolah sambil tersenyum.

" Sebentar lagi. Ibuk mau beresin kamar dulu." Jawab Fatma.

*

*

*

Fatma menatap kamar itu lama sekali, menelisik setiap sudut yang kaya akan kenangan. Di ruang itu, dia berulang kali berbisik pada Allah, menceritakan rasa kesunyian yang mendera sejak ia tinggal sendirian.

Itu adalah tempat yang telah melatihnya untuk terbiasa dengan dinginnya malam tanpa ada suara yang mengucapkan 'selamat malam' kepadanya.

Setengah jam kemudian, Fatma keluar dari kamar nya. Dia membawa barang - barang berharga nya di dalam tas yang dia sandang tanpa membawa satu helai pakaian.

" Sudah siap, buk?" Tanya Ariel yang sudah menunggu di meja makan.

" Sudah." Jawab Fatma dengan lembut.

" Sarapan dulu buk. Biar ibuk ada tenaga." Ajak Ariel.

Fatma memandang Aris dan Ariel yang sibuk menyantap sarapan di meja makan. Dentingan sendok garpu mengiringi setiap suap, melodi yang seakan menjadi nyanyian rindu dalam hati Fatma. Suasana kebersamaan ini telah lama hilang, terkikis oleh kesibukan yang mendominasi hari-hari mereka.

Kini, setelah sekian lama, momen langka ini muncul kembali, membawa serpihan-serpihan kebahagiaan yang sempat Fatma dambakan dalam diam.

Hidangan di meja bukan sekadar makanan, melainkan ikatan yang kembali menyatukan hati yang sempat terserak. Fatma merasakan setiap detik berharga, seakan waktu berjalan begitu lambat, memberinya kesempatan untuk memperpanjang momen istimewa ini.

Aris dan Ariel jarang sekali sarapan di rumah. Setiap pagi mereka akan terburu - buru berangkat ke kantor. Bahkan untuk makan malam, Fatma juga harus makan sendiri karena anak - anak nya yang belum pulang.

" Aris berangkat duluan ya, buk." Pamit Aris menarik tas nya.

" Tunggu, Aris." Cegah Fatma.

Langkah Aris yang hendak menjauh terpaksa berhenti. Dia kembali menoleh ke arah sang ibu.

Fatma bangkit dari duduk nya dan merapikan pakaian sang putra. Mengelus pakaian itu dengan penuh perasaan.

" Jangan terlalu capek ya kerja nya. Jangan lupa makan. Kamu harus jaga kesehatan." Pesan Fatma menatap ke dalam mata sang putra.

Ada tumpukan air mata yang sejak tadi di tahan Fatma.

" Iya." Jawab Aris singkat seraya mengangguk.

Aris kemudian pergi meninggalkan meja makan.

" Ayo, habis kan sarapan nya buk. Kita harus segera berangkat. Aku juga harus ke pabrik." Ujar Ariel.

" Memang kamu nggak papa kalau ngantar ibuk ke dokter? Nanti kamu bisa telah lagi ke pabrik nya." Tanya Fatma.

" Aku sudah izin semalam. Hari ini akan masuk terlambat. Nanti waktu nya di tambahin setelah jam kerja." Jawab Ariel.

Fatma hanya mengangguk pelan.

*

*

*

Setelah menghabiskan sarapan, Ariel dan Fatma pun meninggalkan rumah. Masuk ke dalam sebuah taksi dan menuju klinik dokter.

Tak perlu menunggu lama di klinik, Fatma langsung di tangani oleh dokter karena memang pasien hari itu tidak terlalu ramai.

" Kita mau langsung pulang kan?" Tanya Fatma saat mereka berada di dalam taksi setelah dari klinik dokter.

Ariel menatap Fatma. Di mata sang putri selalu saja terlihat sebuah ketegasan tanpa keraguan.

" Tidak, buk." Jawab Ariel menggeleng.

" Lalu kita mau kemana lagi?" Tanya Fatma heran, walau pun dia sudah tahu kemana taksi akan membawa mereka.

Namun di dalam hati, Fatma berharap Ariel akan mengurungkan niat nya.

" Kita akan ke panti jompo." Jawab Ariel.

" Panti jompo? Untuk apa?" Tanya Fatma lagi.

Ariel membuang nafas nya panjang sebelum dia menjawab pertanyaan dari Fatma.

" Belakangan ini ibuk kan gampang sakit. Sedangkan aku dan mas Aris sibuk dengan pekerjaan kami. Jadi kami nggak bisa menjaga ibuk di rumah. Dan kita nggak mau ibuk itu sampai kenapa - kenapa di rumah. Makanya kita sepakat menitipkan ibuk ke panti jompo. Hanya untuk sementara. Sampai kai selesai dengan pekerjaan kami." Jawab Ariel menjelaskan pada Fatma.

Fatma tak lagi menatap Ariel. Kini mata nya hanya menatap lurus ke jalan. Bahkan Fatma sempat melihat supir yang sedang melirik mereka. Mungkin supir itu sangat prihatin dengan keadaan Fatma sekarang yang akan di antar ke panti jompo.

" Ibuk nggak perlu sedih atau khawatir. Justru di sana ibuk akan lebih terjaga. Ada yang memantau dan menjaga ibuk 1x24 jam. Nggak kayak di rumah. Di sana juga ramai, jadi ibuk nggak akan kesepian. Ariel sudah urus semua nya. Tinggal pembayaran sisa administrasi nya saja. Nanti kalau kami dapat libur, kami akan jenguk ibuk." Ucap Ariel lagi.

Runtuh sudah dinding pertahanan yang selama ini dibangun Fatma. Air matanya yang telah dia tahan selama ini akhirnya pecah, membasahi pipinya tanpa henti.

Sesekali tangannya terangkat, menyeka derasnya air mata yang tak kunjung padam. Sementara Ariel, tanpa sadar dan tak menyadari betapa hancurnya hati Fatma, terus asyik dengan dunianya sendiri.

1
partini
baca sinopsisnya penasaran
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!