Kanaya hidup dalam gelembung kaca keindahan yang dilindungi, merayakan tahun-tahun terakhir masa remajanya. Namun, di malam ulang tahunnya yang ke-18, gelembung itu pecah, dihancurkan oleh HUTANG GELAP AYAHNYA. Sebagai jaminan, Kanaya diserahkan. Dijual kepada iblis.Seorang Pangeran Mafia yang telah naik takhta. Dingin, cerdik, dan haus kekuasaan. Artama tidak mengenal cinta, hanya kepemilikan.Ia mengambil Kanaya,gadis yang sepuluh tahun lebih muda,bukan sebagai manusia, melainkan sebagai properti mewah untuk melunasi hutang ayahnya. Sebuah simbol, sebuah boneka, yang keberadaannya sepenuhnya dikendalikan.
Kanaya diculik dan dipaksa tinggal di sangkar emas milik Artama. Di sana, ia dipaksa menelan kenyataan bahwa pemaksaan adalah bahasa sehari-hari. Artama mengikatnya, menguji batas ketahanannya, dan perlahan-lahan mematahkan semangatnya demi mendapatkan ketaatan absolut.
Bagaimana kelanjutannya??
Gas!!Baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nhaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke kantor
Beberapa hari berikutnya berlalu dengan ritme yang baru dan tak terduga di penthouse mewah Artama. Ruangan itu bukan lagi tempat penahanan, melainkan sebuah ruang pemulihan yang dijaga ketat.
Artama benar-benar menepati janjinya. Ia bekerja dari sisi Kanaya, selalu dalam jarak pandang. Ia menghadiri rapat penting melalui video, tetapi tablet atau dokumennya selalu ada di meja nakas Kanaya. Ia menjadi pengawas medis yang ketat, memastikan Kanaya minum obat tepat waktu, mengganti kompresnya, dan memantau setiap sentuhan demam.
Artama tidak membiarkan Sofia melakukan semua tugas merawat. Artama sendirilah yang menyuapi Kanaya (walaupun Kanaya sudah bisa makan sendiri), Artama yang membetulkan selimutnya, dan Artama yang memastikan dia nyaman. Lengan Artama yang terluka menjadi pengingat konstan akan pengorbanan yang ia lakukan demi Kanaya.
Kanaya, yang masih lemah dan trauma, mulai terbiasa dengan kehadiran Artama yang konstan. Ketergantungan fisik dan emosional perlahan tumbuh. Setiap kali Kanaya terbangun di malam hari, ia akan mencari Artama. Artama selalu ada, kembali ke tempat tidur di samping Kanaya,menjaga jarak agar tidak menekan luka, tetapi selalu memberikan kehangatan yang Kanaya butuhkan.
Rasa takut Kanaya pada Artama perlahan terkikis, digantikan oleh rasa aman yang aneh dan rasa bersalah yang mendalam karena telah membuat Artama terluka.
Sofia mengamati dinamika baru ini dengan rasa kagum dan geli. Artama, si tycoon yang dingin, kini berdebat dengan Kanaya tentang apakah bubur ayam lebih baik daripada sup labu.
Suatu sore, Sofia membawa teh untuk Artama.
"Tuan," kata Sofia pelan. "Lengan Tuan tidak akan sembuh jika Tuan terus begadang dan mengurus Kanaya sendiri."
Artama, yang sedang memeriksa suhu Kanaya, mendongak. "Aku tidak akan membiarkan dia sendirian. Kau tahu itu."
"Saya tahu, Tuan," balas Sofia. "Saya hanya ingin mengatakan... perubahannya pada Nona Kanaya sangat terlihat. Nona Kanaya mulai tersenyum saat Tuan ada di dekatnya. Itu adalah kemajuan besar."
Artama tidak menjawab. Ia hanya kembali menatap Kanaya yang sedang terlelap. Namun, Sofia tahu ia telah mencapai inti dari perasaan baru Artama.
Beberapa hari kemudian, demam Kanaya benar-benar sudah hilang. Luka-luka di tangannya mulai mengering, meskipun kakinya masih harus diperban ketat. Kanaya sudah bisa berjalan pelan, pincang, tetapi sudah bisa bergerak.
Saat itulah Artama memutuskan untuk kembali ke kantornya untuk pertemuan penting, meninggalkan Kanaya di bawah pengawasan Sofia.
Kanaya tahu Artama harus pergi, tetapi rasa panik yang familiar mulai menyeruak.
Saat Artama mengenakan jasnya, Kanaya berjalan pincang mendekat.
"Artama," panggil Kanaya.
Artama berbalik. "Ya,Sayang.Aku hanya akan pergi beberapa jam. Aku akan segera kembali. Ada pertemuan penting di luar."
Kanaya menatapnya. Ia tidak mengemis, tidak merengek.
Kanaya hanya berkata, dengan suara lembut namun tegas:
"Aku butuh kamu di sini."
Artama membeku. Itu bukan lagi permintaan dari pasien yang sakit, melainkan permintaan dari seseorang yang telah mengembangkan ketergantungan.
Artama berjalan ke arah Kanaya. Ia memegang dagu Kanaya, menatap mata Kanaya lekat-lekat.
"Aku tahu," bisik Artama.
"Dan aku berjanji, aku akan segera kembali."
Ia mencium dahi Kanaya, tepat di tempat kompres dingin biasa diletakkan. Ciuman itu cepat, lembut, dan penuh kehangatan. Itu bukan ciuman monster yang memprovokasi, melainkan ciuman pelindung yang memberikan jaminan.
"Tunggu aku. Aku akan urus kekacauan di luar. Setelah itu, kita hanya akan fokus pada kita,oke?jadi gadis yang patuh di sini."
Kanaya pun mengangguk.Artama akhirnya pergi, meninggalkan Kanaya dengan janji yang terasa lebih menenangkan daripada janji Artama yang mana pun. Kanaya tahu, ia tidak hanya mendapatkan Artama sebagai pelindungnya, tetapi Artama juga telah mendapatkan Kanaya,bukan sebagai mainan, tetapi sebagai satu-satunya titik lemah yang ia izinkan untuk menguasai dirinya.
Permainan Artama sudah berakhir. Permainan baru, yang jauh lebih intim dan berbahaya, baru saja dimulai.
Artama kini tiba di kantornya, di puncak gedung pencakar langit megah, langsung disambut oleh kekacauan yang terencana. Pembatalan pertunangan dengan Valencia telah menjadi berita utama di seluruh media finansial dan sosial. Media ingin tahu tentang 'wanita misterius' yang menyebabkan keretakan, dan desas-desus tentang skandal 'percobaan pembunuhan' di acara elit semakin liar.
Artama segera mengadakan konferensi pers mendadak. Ia berdiri di podium, tampak dingin, berwibawa, dan sempurna dalam setelan jas yang elegan. Lengan kanannya dibalut perban yang rapi di bawah jas, pengingat halus akan kekejaman Valencia.
"Saya ingin mengumumkan bahwa pertunangan saya dengan Nona Valencia dibatalkan secara permanen," Artama menyatakan dengan suara tegas yang tidak meninggalkan ruang untuk pertanyaan.
"Keputusan ini murni didasarkan pada pertimbangan profesional dan integritas perusahaan. Saya tidak akan mentolerir perilaku yang tidak stabil dan kekerasan dari siapa pun di lingkungan pribadi atau profesional saya."
Artama mengabaikan pertanyaan tentang Kanaya. "Mengenai rumor tentang wanita lain, saya tegaskan, ini adalah masalah pribadi yang tidak ada hubungannya dengan bisnis. Namun, saya akan memastikan bahwa setiap orang yang berani mengancam atau melukai orang yang di bawah perlindungan saya akan menghadapi konsekuensi hukum dan finansial yang serius."
Pernyataan Artama yang dingin dan mengancam itu berhasil memadamkan spekulasi liar tentang Kanaya, mengubah fokus ke perilaku buruk Valencia dan ancaman hukum dari Artama.
Artama sengaja menggunakan kata 'perlindungan'.Sebuah pengakuan publik atas tanggung jawabnya terhadap Kanaya.
Setelah konferensi pers, Artama kembali ke ruang kerjanya. Pikirannya terus tertuju pada Kanaya. Ia sesekali menelepon Sofia, memastikan suhu tubuh Kanaya dan apakah gadis itu sudah makan.
Siang harinya, saat Artama sedang meninjau dokumen penting, pintu ruang kerjanya tiba-tiba dibuka dengan paksa.
Bukan Sofia atau sekretarisnya yang masuk, melainkan Valencia.
Valencia terlihat kacau, matanya merah dan bengkak, pakaiannya mahal tetapi kusut. Ia berhasil menyelinap melewati keamanan dengan dalih mendesak.
"Artama, tolong!" Valencia memohon, langsung menjatuhkan diri di karpet mewah di depan meja kerja Artama. Seluruh keangkuhan dan arogansinya hilang, digantikan oleh keputusasaan.
Artama tidak bergerak. Ia menatap Valencia dengan dingin, tanpa emosi.
"Artama, aku tahu aku salah! Aku tidak sengaja! Aku panik! Kau tidak bisa melakukan ini padaku!" isak Valencia.
"Ayahku menelepon. Saham keluarga kita anjlok 30% setelah konferensi pers itu! Dewan Komisaris menuntutku mundur dari semua posisi!"
Artama mengambil napas perlahan. "Kau yang memilihnya, Valencia. Kau mengancam orang yang kucintai dan mencoba melukai tanganku. Apa yang kau harapkan?"
"Kucintai?" Valencia mendongak, matanya melebar tak percaya. "Kau mencintai p3l4cur itu? Kau tidak mencintai siapa pun! Kau monster! Kau hanya mencintai uang!"
"Mungkin," jawab Artama, suaranya sedingin baja. "Tapi kali ini, aku akan melindungi investasi ini dengan segala cara. Kanaya adalah bagian dariku sekarang. Dan kau mencoba menghancurkannya."
Valencia merangkak mendekati meja Artama, memohon dengan putus asa.
"Artama, tolong! Kita sudah bersama sejak lama! Kita bisa memperbaiki ini! Aku akan meminta maaf pada gadis itu! Aku akan melakukan apa pun yang kau mau! Jangan hancurkan keluargaku! Jangan hancurkan hidupku!"
Artama akhirnya berdiri. Ia berjalan mengitari mejanya, berdiri di depan Valencia yang sedang berlutut.
"Terlalu terlambat, Valencia," kata Artama, suaranya tajam dan final.
"Kau melukai Kanaya, kau melukai diriku. Dan kau memperlihatkan pada dunia bahwa kau tidak berharga. Aku tidak bisa menahan pertunangan dengan seseorang yang ingin dihancurkan oleh musuhku."
Artama mencondongkan tubuh sedikit. "Kau tidak hanya merusak vas itu. Kau merusak kepercayaan. Sekarang, keluar dari kantorku. Anggap ini adalah pelajaran terakhir yang kuberikan padamu. Jangan pernah dekati Kanaya lagi. Jangan pernah. Jika aku melihatmu di sekitarnya, aku tidak akan hanya menghancurkan bisnis ayahmu. Aku akan menghancurkan nama keluargamu sampai ke akar-akarnya."
Artama memencet interkom. "Keamanan, bawa Nona Valencia keluar."
"ARTAMA!!KAU K3JAM!!".
Valencia menjerit, menangis histeris saat keamanan masuk. Artama kembali ke kursinya, wajahnya dingin dan tak terpengaruh.
Setelah Valencia dibawa pergi, Artama kembali mengambil tabletnya. Ia tidak langsung melanjutkan pekerjaan. Artama membuka folder foto, menatap foto Kanaya yang diambilnya secara diam-diam beberapa waktu lalu.