Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA PULUH TUJUH
Karena jarak cafe tempat Mentari datangi tadi tidak begitu jauh dari apartemennya, jadi hanya dalam 10 menit mobil yang dikendarai Jervario telah tiba di basement apartemen Mentari.
"Jer, emmm ... mau mampir?" tawar Mentari yang sebenarnya hanya basa-basi saja. Tapi Mentari tak menyangka, Jervario meresponnya dengan serius. Ia bahkan segera turun dan membukakan pintu untuk Mentari tanpa mengeluarkan satu patah katapun.
"Ayo!"
"Kamu ... beneran mau?"
"Aku haus. Mau numpang ngopi, boleh?" ujar Jervario datar membuat Mentari menghela nafasnya. Padahal ia hanya basa-basi busuk saja, ternyata ...
"Hmmm ... boleh deh," sahut Mentari sambil berjalan menuju lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai yang dituju. Jervario pun mengikuti langkah Mentari dengan kedua tangan berada di dalam saku celananya. Jervario memang berjalan begitu santai. Dengan kemeja putih yang nampak berwarna kemerahan akibat terkena rembesan jus buah naga dari baju Mentari dan celana bahan yang menutupi kakinya yang panjang, tapi tetap saja tampak menawan dan berkharisma. Mentari mengumpati pikirannya yang tiba-tiba memikirkan sosok Jervario, si duda anak satu yang memang sangat tampan itu. Mentari sebenarnya penasaran, bagaimana bentukan senyum dari laki-laki itu. Yah, sepelit itulah sosok Jervario dengan senyuman. Mentari pun tak habis pikir, kenapa ada orang yang begitu pelit untuk tersenyum.
'Apa tawarannya tempo hari beneran ya? Berani bayar berapa gue biar bisa liat senyum dia? Ih, padahal udah kaya, tapi masih aja matrealistis. Masa' mau lihat senyum dia aja pake bayar. Tapi ... kok gue penasaran sih?' gumam Mentari sambil melirik Jervario dari dinding lift yang memantulkan bayangan diri mereka.
"Kalau mau lihat, tinggal lihat aja, nggak usah diam-diam lirik dari dinding," tukas Jervario membuat Mentari tersentak.
"Hah! Idih narsis banget, pak! Kayak udah jadi manusia paling ganteng sedunia aja!" cibir Mentari sambil memutar bola matanya jengah. Tanpa sadar, Jervario mengulum senyum dan tentu saja hal itu ditangkap oleh netra Mentari.
Mentari sampai tak mampu mengedipkan matanya. Ia begitu terpesona dengan senyuman laki-laki yang berdiri di sampingnya itu.
Sadar kalau ia sedang diperhatikan, Jervario langsung mengubah kembali ekspresinya menjadi datar membuat Mentari cemberut.
"Pelit banget sih!" desis Mentari dongkol.
"Kan sudah aku bilang, berani bayar berapa untuk melihat senyumku?" tantang Jervario sambil mengangkat sebelah alisnya.
Mentari melipat kedua tangannya bersedekap di depan dada.
"Udah nggak minat. Wekkk ... " Mentari menjulurkan lidahnya kemudian gegas keluar bersamaan dengan denting lift yang berbunyi.
Jervario mengulum senyum sambil menggelengkan kepalanya, langkah kakinya mengikuti Mentari masuk ke salah satu unit apartemen yang tidak begitu mewah namun keamanannya cukup terjaga.
Mentari masuk ke dalam kamar dan melempar asal tasnya di atas ranjang lalu ia pun segera berganti pakaian. Setelah selesai, ia segera berjalan menuju dapur untuk membuatkan Jervario kopi.
"Jer, kau mau makan mie instan?" tawar Mentari.
Jervario yang sedang mengetik sebuah pesan di layar ponselnya segera mengangkat wajahnya.
"Jam segini makan mie instan?"
"Hehehe ... aku nggak punya stok makanan lain. Aku juga belum sempat belanja, jadi gimana? Mau atau nggak?" ujar Mentari dengan memasang senyum polosnya.
Jervario memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan senyumannya.
"Boleh deh. Atau kamu mau aku delivery food aja?"
"Kalau kamu mau silahkan aja. Aku maunya mie instan ekstra pedas."
"Yayaya, aku mau. Tapi jangan terlalu pedas ya! Lambungku suka bermasalah soalnya," potong Jervario cepat membuat Mentari terkekeh.
Tak sampai 15 menit kemudian, secangkir kopi hitam dan semangkuk mie kuah ekstra pedas dan semangkuk yang tidak terlalu pedas pun terhidang. Di dalamnya ada toping sosis, udang, dan sayur, tak lupa telur di atasnya membuat mie itu terlihat begitu nikmat.
'Wow!' seru Jervario dalam hati dengan mata berbinar.
"Gimana? Enak?" tanya Mentari saat melihat Jervario terus menyantap mie itu tanpa henti. Namun Jervario sepertinya terlalu fokus dengan mangkuk mie di hadapannya sehingga ia tak menggubris pertanyaan Mentari sama sekali.
"Dia itu lapar apa rakus sih?" gumam Mentari sambil menyeka air mata yang bercucuran karena kepedasan. Mentari merupakan salah satu orang yang mudah kepedasan tapi suka makan pedas jadi kalau makan yang pedas-pedas, air pun bercucuran bukan hanya dari mata, tapi juga hidung bahkan dahi. Jervario yang lebih dahulu selesai lantas mendongakkan wajahnya. Matanya seketika membulat melihat wajah Mentari yang tampak ... speechless.
"Kenapa lihat-lihat?" ketus Mentari. Lalu ia mengambil tisu dan membersit ingusnya ke arah samping.
Dalam hitungan detik, Jervario tergelak kencang melihat wajah Mentari yang sangat kacau itu. Hidung dan bibirnya memerah, matanya tak henti-hentinya mengucurkan air mata, belum lagi hidung, dan dahi yang terus berkeringat.
"Astaga, Riri, kamu kok bisa selucu ini sih?" seloroh Jervario yang langsung beranjak menuju dapur dan mengambilkan segelas air hangat. "Nih, minum! Kalo nggak tahan pedas, nggak usah dipaksain, Ri. Yang ada jadinya ya gini. Atau kamu emang sengaja mau nangis lagi alih-alih kepedasan? Kalo iya, kamu bisa pinjam dada aku kok buat numpang nangis lagi. Tenang aja, gratis kok. Tapi kalau mau bayar juga nggak papa, aku terima dengan lapang dada," seloroh Jervario panjang lebar membuat Mentari mendengus. Lalu ia mengambil air hangat itu dan meminumnya sampai habis.
"Apa-apa pake bayar. Kayak kekurangan uang aja. Padahal kalo dibandingin kamu, aku masih belum apa-apanya. Aku cuma pemilik perusahaan furniture yang baru berkembang, sedangkan kamu bukan cuma pemilik showroom mobil mewah, tapi seorang COO dari perusahaan besar. Aku yakin, duit kamu bahkan lebih banyak dari aku," sahut Mentari dengan mata mendelik.
"Memangnya aku minta bayaran dengan uang?"
Terang saja, Mentari jadi melongo mendengarnya.
"Kalo bukan uang, jadi apa? Dimana-mana kan bayaran itu berupa uang," sahut Mentari sambil membereskan mangkok bekas mie yang barusan mereka santap.
"Adalah. Kalau itu, rahasia. Bayarannya bisa aku sesuaikan dengan kondisi dan situasi," jawab Jervario cuek yang kemudian ia langsung mengambil alih mangkuk kotor di tangan Mentari dan membawanya ke kitchen sink kemudian tanpa rasa ragu mencucinya.
"Eh, bisa aku aja, Jer, kamu duduk aja!" titah Mentari yang tak enak hati melihat Jervario yang hendak mencuci piring. Mentari hendak merebut spons cuci piring yang sudah terlebih dahulu berada di dalam genggaman Jervario, tapi Jervario tetap kekeh ingin mencuci mangkuk-mangkuk itu.
"Biar aku aja. Kan kamu udah jadi aku makan, sekarang giliran aku yang cuci piring," ujar Jervario.
"Tapi kan nggak enak, masa' tamu disuruh cuci piring."
"Kan aku yang mau, bukan kamu nyuruh aku. Atau nggak gini aja, Jangan anggap aku tamu, gampang kan!"
"Hah! Gimana tuh maksudnya? Aku kok gagal paham ya?"
Karena terlalu sibuk merespon Jervario, Mentari tak sadar, mangkuk-mangkuk itu telah selesai di cuci. Bahkan kini mereka tengah berdiri saling berhadapan.
"Pikir aja sendiri!" sahut Jervario tepat di depan wajah Mentari kemudian tanpa rasa canggung Jervario mencolek ujung hidung Mentari membuatnya terkesiap dengan mata membulat.
...***...
Adem-adem dulu sebelum kita dibuat ngomel-ngomel lagi. 😝
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
nyirih tu era 80an deh.. entahlah klo emak2 suku pedalaman
atau bnyk novel istri tua diusir malam² trus hujan deras ditengah jln diseruduk banteng eh mobil, bukannya berteduh dl di teras atau numpang rmh ttangga yg paliing dekat dg dia atau mushola.. malah jln hujan deras basah2an, bikin nyengir drama..
atau pas istri pergi tak bw perhiasan dan tabungan yg mmg hak pribadi pemberian nafkah suami..mau2nya merugikan diri..lagi2 template ah elap 😅
Tq athur,ceritanya bagus/Good//Good//Good/