Key, gadis kota yang terpaksa pindah ke kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan ayahnya. Hal itu disebabkan karena kebangkrutan, yang sedang menimpa bisnis keluarga.
Misteri demi misteri mulai bermunculan di sana. Termasuk kemampuannya yang mulai terasah ketika bertemu makhluk tak kasat mata. Bahkan rasa penasaran selalu membuatnya ingin membantu mereka. Terutama misteri tentang wanita berkebaya putih, yang ternyata berhubungan dengan masa lalu ayahnya.
Akankah dia bisa bertahan di desa tertinggal, yang jauh dari kehidupan dia sebelumnya? Dan apakah dia sanggup memecahkan misterinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kiya cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Ke Kota
Ku coba terus berjalan ke depan, entah menuju arah mana. Perlahan, sayup terdengar suara gamelan khas pulau Jawa. Aku terus melangkah, dan mencari sumber suara itu.
Semakin lama, semakin jelas. Tanda bahwa aku sudah lebih dekat dengan asal suara itu. Lamat-lamat dari jauh, terlihat banyak orang sedang bergerombol. Dan ada sebuah spanduk besar yang terpampang di jalan menuju gerombolan itu.
'Pesta Rakyat Pernikahan Ratih Setyoningsih dan Prakoso.'
Siapa mereka? Kenapa aku ada di sini? Sepertinya yang di samping ini rumah nenek? Rumah yang aku tinggali, sebelum dibangun kembali dengan batu bata. Ada pohon matoa di depanya, yang masih terlihat lebih kecil daripada saat aku menempati rumahnya. Aku pernah melihatnya saat menemukan foto ayah kecil.
Penasaranku berlanjut ke gerombolan itu. Jadi kuteruskan langkah kakiku.
"Pak..... Bu.... Maaf numpang tanya. Ini di mana ya?" tanyaku pada seorang wanita setengah tua yang sedang berbincang dengan laki-laki dihadapannya.
Mereka tak melihatku. Aku mencoba menyentuhnya, tapi tak kurasakan bagian tubuhnya. Tak tersentuh olehku, seperti gambar hologram masa lalu.
" Mamaa...... Papaaaa...... Miaaa......., kalian dimana?" teriakku.
Tak sengaja aku melihat ke atas panggung di depan, setelah lebih dekat lagi.
"Haaaahhhhh, kamu siapaaaa???? Aku dimanaaaa???" teriakku lebih kencang lagi, saat melihat wanita berkebaya itu sedang duduk di atasnya.
Bersamaan dengan teriakan itu, akupun terbangun. Matahari sudah menampakkan sinarnya, dengan masuk di sela pintu jendela.
" Kakak, kenapa?" tanya Mia yang sedang duduk menggambar di meja belajarnya.
"Eehh, engg...nggak apa-apa." jawabku masih dengan mengatur nafas dalam-dalam.
"Tadi kata mama, kalau kaka udah bangun cepetan mandi trus sarapan. Mo diajakin mama ke kota."
"Ohh, iya okey. Kakak bangun kesiangan ya he..he..." jawabku setelah melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
Aku bergegas mempersiapkan diri, untuk segera berangkat ke kota. Setelah selesai persiapan, kami melaju ke rumah Mbah Marto terlebih dahulu.
"Assalamualaikum, Lek Marto," ucap Mama di depan pintu.
"Waalaikumsalam," sahut Mbah Nah dari dalam, dan disertai suara kunci pintu yang sedang di buka.
"Maaf, Lek. Mengganggu waktunya. Hari ini, kami akan ke kota mengantar Key untuk dirukyah. Lek Marto sakit?" ucap papa yang melihat sosok tua itu sedang terbaring lemah, di kursi rotan ruang tamunya.
"Mari masuk dulu. Iya, ini lek Marto sedang meriang. Maaf sepertinya kami tidak bisa memgantar kalian." kata Mbah Nah mempersilahkan.
"Oww, apa mau diantar ke puskesmas dulu lek? Tidak apa-apa kalau tidak bisa mengantar. Kami minta alamatnya saja." tawar papa.
"Gak usah, le. Saya cuma meriang aja. Buk, tolong ambilkan buku dan pulpen." ucap Mbah Marto.
Mbah Nah segera berdiri, dan memenuhi permintaan Mbah Marto.
"Oiya, kalian mau minum apa? Sampai lupa tidak menawari." ucap Mbah Nah dengan senyum ramahnya.
"Tidak usah, lek. Trimakasih. Nanti kesiangan. Ini aja udah agak panas karena nunggu Key yang bangunnya juga kesiangan. Oiya, Haikal ada di rumah, lek?" ucap ayah dengan menerima secarik kertas alamat.
"Ada sepertinya. Coba aja ke sana, toh rumahnya juga di sebelah saja. Meskipun ada jarak kebun, tapi Mbok Darmi itu tetangga yang paling deket dari rumah kami." ucap Mbah Marto.
Kamipun segera mohon diri setelah berterimakasih, dan menuju rumah Ical untuk mengajaknya ke kota.