NovelToon NovelToon
DARAH SOKA

DARAH SOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Penyelamat
Popularitas:602
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.

Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.

Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 30

Tepat saat Shinkai dan Hoshi keluar, Aimee muncul dan berlari mendekat.

“Ah, sudah kuduga kau akan mengacau,” ujar Hoshi.

“Maaf, aku hanya takut berjalan sendiri di tempat asing.”

Mereka menengok ke kiri dan ke kanan. Kemudian Hoshi mengulanginya hingga beberapa kali.

Shinkai menatap kebingungan. Apalagi Aimee yang tidak mengerti apapun.

Hoshi mengembuskan napas berat. Sepertinya ia pasrah.

“Egan tidak menunjukkan tanda. Juga tidak meninggalkan jejak yang bisa kita ikuti,” ujar Hoshi.

“Apa artinya?” tanya Aimee.

“Artinya, kemungkinan mereka tertangkap,” timpal Shinkai.

“Kembali ke hutan,” ucap Hoshi.

“Apakah memang semudah itu mereka tertangkap?” Shinkai memastikan.

“Aku tidak mau lagi kembali ke hutan dan melewati rintangan seperti tadi. Cukup, lebih baik aku membiarkan diriku tertangkap!” seru Aimee.

“Tidak ada siapapun yang berniat menangkapmu, gadis galak!” jawab Shinkai.

Menit-menit berlalu. Mereka duduk di rerumputan yang dihiasi banyak anak-anak bermain. Lantas berbincang dengan ekspresi se-normal mungkin.

Sudah lebih dari 30 menit sejak mereka terpisah dengan Egan dan kawan-kawan. Hoshi tampak risau. Tidak biasanya Egan menghilang tanpa meninggalkan tanda untuk Hoshi. Itu membuatkan sangat kepikiran tentang kemungkinan terburuk yang terjadi pada Egan, Luisa, May dan Taza.

“Tak perlu menampakkan wajah kusut begitu. Taza paling menghadapi bahaya,” ujar Shinkai.

“Berisik, kau. Sembuhkan saja dulu lukamu agar aku bisa menghajarmu lagi!” seru Hoshi.

“Barangkali Egan tidak sempat meninggalkan tanda karena ada kejaran mendadak dan sekarang dia dalam pelarian bersama Taza. Lalu Luisa dan May sedang bersembunyi di suatu tempat dengan tubuh ramping mereka.” Shinkai berpendapat.

Hoshi berdiri dan melangkah tanpa bersuara. Shinkai tentu tidak akan membiarkannya pergi sendirian begitu saja, setelah teman-temannya yang lain belum ditemukan jejaknya.

Ia dan Aimee mengikuti dari belakang. Daripada hanya duduk diam, mereka memilih untuk setidaknya memastikan keadaan, sekalipun ada resiko berbahaya jika keberadaan mereka diketahui. Namun, kembali ke hutan pun tidak menyelesaikan masalah. Lebih tepatnya membuat perjuangan mereka yang melelahkan menjadi sia-sia. Apalagi tanpa anggota yang tetap.

Belasan menit menemani langkah. Beberapa meter dari tempat mereka berjalan, ada keramaian. Tampaknya itu adalah sebuah pasar. Persis seperti yang diduga Hoshi untuk dijadikan tempat pertemuan. Letaknya lumayan jauh dari titik awal tepi hutan.

“Cari penutup wajah di sana. kemungkinan jika memang mereka ketahuan, maka pasukan pencari masih berkeliaran di sekitar sana,” ucap Hoshi.

“Kau meminta kami mencuri lagi?” tanya Shinkai.

“Memangnya kau punya uang? Atau kau mau mencuri uang untuk membeli barang, hah?” tegas Hoshi.

“Aku akan menimpakan semua ide busuk padamu.” Shinkai berkata.

“Mencuri barang murah bukan kejahatan berarti bagi buronan besar sepertimu.”

Shinkai dan Hoshi berjalan cepat ke arah salah satu pedagang masker dan kacamata. Mereka dengan gesit langsung menarik benda-benda yang dibutuhkan tanpa ketahuan, seperti dua orang copet profesional. Bahkan Aimee yang menyaksikannya pun tidak melihat bagaimana benda-benda itu berpindah ke tangan mereka berdua.

Aimee juga diberikan masing-masing satu masker dan kacamata hitam.

“Dengan begini kita terlihat lebih mencurigakan,” ucap Shinkai.

“Diamlah jika kau tidak mau masker itu aku sobek dan membiarkan Gloine melihat wajahmu.” Hoshi berkata.

Di tengah-tengah kerumunan, mereka berdesak-desakkan.

Tiba-tiba saja Shinkai berpura-pura batuk dengan suara keras. Ia langsung disenggol oleh Hoshi.

“Apa yang kau lakukan, bodoh? Semua orang melihat ke arah kita!” ucap Hoshi, panik.

“Agar mereka tidak bertanya-tanya mengapa kita memakai masker siang bolong begini. Anggap saja kita sedang terkena flu,” jawab Shinkai.

“Siapa yang flu dengan suara batuk seperti orang tersedak kepala kerbau!”

Tiba-tiba Aimee turut berpura-pura batuk dengan suara yang dibuat-buat.

“Kau ngapain ikut-ikutan, gadis sialan!” seru Hoshi.

“Aku berperan sebagai orang yang tertular penyakit Shin,” jawab Aimee, sekenanya.

Hoshi memukul kepalanya. Ia merasa sedang bersama dua orang yang tak waras.

Sampai keluar pasar. Tak ada juga tanda-tanda adanya Egan dan kawan-kawan. Hoshi benar-benar kesal.

“Kita akan mencari mereka, Hoshi.” Shinkai menghibur.

“Kita mencari tempat bermalam dulu sekarang. Ayo, cepat.”

Tepat di saat Hoshi melontarkan kalimat itu, ia mendengar suara jeritan kencang yang sangat ia kenal.

“Luisa?” Hoshi berputar balik dan kembali ke pasar.

Sekali lagi, suara jeritan itu terdengar. Shinkai dan Aimee mengikuti dengan jarak cukup jauh.

Terdapat sebuah pintu di samping pasar itu. tanpa basa-basi, Hoshi membuka pintu dan menemukan sebuah tempat yang cukup luas. Seperti nuansa malam yang gelap oleh kain hitam yang mengelilingi.

Ada banyak sekali anak-anak kecil di sana. Sebab di tempat itu banyak macam permainan. Seperti pasar malam. Kali ini malam dengan selimut siang di luarnya.

Baru dua langkah di tempat itu, terdengar dua suara tawa yang sangat dikenali Hoshi. Ia melirik dengan tatapan buas. Tampak Taza dan Egan sedang memegang pistol mainan untuk mengenai target agar mendapatkan hadiah. Lalu dari jarak yang tidak terlalu jauh, ada May yang sedang bermain gelembung dengan anak-anak.

“Hoshi, kau baru sampai?” Luisa bertanya setelah menepuk pundak Hoshi dari samping. Wajah gadis itu pucat pasi.

Saat melihat tulisan yang terpampang dari jarak lurus dengan Luisa. Tertulis, “Wahana Rumah Hantu.” Sebagai penyebab jeritan hebat dari Luisa hingga menembus dinding kain kegelapan itu.

Suara tawa Shinkai terdengar amat lepas dan puas. Suaranya sangat keras hingga orang-orang menengok. Tak ada hal yang lebih membahagiakan selain melihat Hoshi, sang musuh bebuyutan tertipu oleh tebakannya sendiri. Padahal ia sudah membuang-buang tenaganya untuk mengkhawatirkan mereka semua.

Dengan kecepatan kilat, Hoshi berlari ke arah Egan dan merebut pistol mainan itu. Lantas menarik rambut Egan, “Kenapa kau tidak meninggalkan tanda dan seenaknya bermain di tempat seperti ini? Kau pikir kita ke sini untuk bertamasya?”

Sambil meringis, Egan menunjuk Taza. “Manusia ini tiba-tiba menarikku karena mengaku sangat kehausan dan aku tidak sempat memberimu tanda.”

Taza menunjuk dirinya dengan ekspresi bingung, “Apa aku berbuat kesalahan?”

Satu tangan Hoshi yang menangguk kini digunakan untuk menarik kerah baju Taza, “Kau apakan mata-mataku, Taza?”

“Dia bilang merasakan sesuatu yang mencurigakan dari pintu misterius di tengah-tengah pasar. Jadi, dia mengajakku masuk,” jawab Taza, membela diri.

Setelah mendengar penjelasan Taza, Hoshi mempererat tangannya pada rambut Egan, “Kenapa kau begitu menikmati tempat yang kau anggap mencurigakan, hah?”

“Dia bilang tempat ini aman untuk bersembunyi,” jawab Egan.

“Sudah, sudah. Tidak perlu marah-marah seperti itu. jangan mengaku kuat kalau takut dengan wahana rumah hantu,” timpal Luisa yang membantu melepaskan Taza dan Egan dari cengkraman Hoshi.

“Aku tak mau mendengar itu dari seseorang yang menjerit seperti hendak diterkam anaconda.” Hoshi berkata.

Sementara itu, May bahkan tidak mempedulikan teman-temannya yang sudah berkumpul saking asiknya bermain gelembung dengan anak-anak yang lebih muda dibanding Neptune.

“Lalu, kau. Si cebol di sana. Sampai kapan kau akan mengabaikan kami?” seru Hoshi dengan sisa rasa kesal.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!