Kuliah? Haruskah aku menjadi cepat dewasa, menemukan pasangan lalu menikah? Tunggu, aku harus meraih gelar sarjanaku lebih dulu. Tapi, bagaimana kalau bisa meraih keduanya?
Oh, Tidak ...! Ini benar-benar membingungkan.
Ini kisah Adinda Dewi Anjani, gadis desa yang terpaksa merantau ke kota untuk kuliah, demi menghindari perjodohan dengan anak kepala desa yang ketampanannya telah menjadi sorotan berita.
Lika-liku kisah Anjani mengejar gelar sarjana, tak luput dari godaan cinta masa kuliah. Apalagi, tren slogan "Yang Tampan Jangan Sampai Dilewatkan" di antara geng kampusnya, membuat Anjani tak luput dari sorotan kisah cinta. Lalu, akankah Anjani lebih memilih cinta sesama daripada gelar yang pernah dimimpikan olehnya? Atau justru pembelajaran selama masa kuliah membuatnya sadar dan memilih hijrah? Yuk, kepo-in ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indri Hapsari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CS1 Minggu Pagi (part 1)
Lima menit menunggu di depan rumah mewah Mario, yang ditunggu akhirnya menampakkan wajahnya. Juno keluar dengan sedikit berlari menuju Ken yang telah menunggu di motornya. Melihat apa yang dibawa Juno, Ken sedikit terkejut. Dia tidak menyangka bahwa yang diambil Juno dari rumah Mario adalah si Boy.
"What? Ngapain si Boy dibawa segala, Juno? Cukup teropongnya saja yang dibawa!" ujar Ken.
"Sesekali si Boy perlu menghirup udara luar, Mas. Iya kan, Boy?"
"Miaauw!"
Ken membenahi letak kacamata miliknya. Dia berusaha menahan diri untuk tidak membuang-buang waktu lagi. Berdebat dengan Juno seringkali dia lakukan, termasuk untuk hal-hal kecil. Akan tetapi, kali ini tidak akan cukup waktu untuk bermain kata dengan Juno. Kalau tidak cepat-cepat, jejak Mario akan hilang, bisa-bisa rencana penguntitan gagal begitu saja. Ken tidak mau itu terjadi.
"Aku yang bonceng. Ingat, aku tidak ikut tanggung jawab kalau si Boy kabur. Naiklah!" kata Ken.
Juno mengangkat si Boy tinggi-tinggi, kemudian bersorak senang. Demi mengamankan si Boy dari terpaan angin yang berlebihan, Juno menyembunyikan si Boy di balik jaketnya, dengan kepala si Boy tetap menyembul keluar.
Motor Ken melaju sedikit kencang, demi mengejar motor Mario yang telah berangkat lebih dulu. Tadi sebelum Mario berangkat, Juno dan Ken telah bersembunyi tak jauh dari rumah Mario. Begitu motor Mario keluar dari rumahnya, cepat-cepat Juno dan Ken meminta izin masuk ke dalam rumah Mario. Tidak sulit meminta izin pada bibi yang biasanya membantu mengurus rumah Mario. Dan ... semua rencana siap dijalankan.
Dugaan Ken benar. Sebelumnya dia menduga Mario akan mampir ke pos security kompleks perumahan untuk berbagi kue buatan bibi di rumahnya. Dengan demikian Ken merasa diuntungkan, karena posisinya tidak tertinggal jauh.
"Udah jalan lagi, Mas. Ayo, cepat kita kejar!"
"Iya-iya. Pegang si Boy dengan benar!"
Ken dan Juno siap beraksi. Laju dan jarak motor disesuaikan dengan Mario. Baik Ken ataupun Juno tidak melepaskan sosok Mario dari pantauan. Belok ke kiri, lurus, pemberhentian lampu merah, berbelok lagi, lurus lagi, dan kembali berbelok.
Tiga puluh menit berlalu, tapi Mario tidak menunjukkan tanda akan berhenti. Ken terus konsentrasi pada sosok Mario sekaligus mengatur laju dan jarak motornya. Akan tetapi, Ken mulai merasa aneh. Dia merasa telah terjadi sesuatu yang janggal.
"Mas Ken, kenapa sepertinya kita sudah lewat sini tiga kali, ya?" tanya Juno. Rupanya Juno merasakan keanehan yang sama seperti Ken.
"Benar. Eh, lihat! Kali ini Mario ambil rute jalan yang berbeda. Ayo, kita ikuti saja dia." Ken kembali bersemangat.
Motor Mario tidak lama kemudian berhenti di salah satu toko bunga. Ya, itu adalah toko bunga Kak Lisa, tempat Mario biasa memesan buket bunga. Ken dan Juno terus mengamati dari jarak aman. Saat Mario keluar dari toko, Ken sempat menggunakan teropong binocular untuk melihat bunga yang dibeli Mario.
"Setangkai mawar putih. Catat, Jun!" ujar Ken.
"Beres. Lanjut, Mas. Tuh, tuh ... Mas Mario berangkat lagi!"
Ken kembali memacu motornya dengan laju dan jarak terukur agar tidak terlalu mencolok dan terlihat oleh Mario. Dari toko bunga Kak Lisa, motor terus melaju lurus, belok kiri, lurus lagi, dan .... Ah, tiba-tiba Mario mempercepat laju motornya. Demi mengimbangi laju motor Mario, Ken melakukan hal yang sama dengan menaikkan kecepatan motor. Namun, tak disangka Mario semakin mempercepat laju motornya. Cepat-cepat Ken memacu motor dengan laju lebih cepat. Terus seperti itu hingga akhirnya Mario belok kiri.
"Gawat!" ujar Ken lirih tepat saat motornya sudah berbelok.
Rupanya Mario berhenti di depan salah satu gang. Tidak mungkin bagi Ken untuk berhenti mendadak dengan jarak yang tidak aman. Ken memilih terus melajukan motornya, melewati motor Mario. Di dekat gapura gang lain tak jauh dari tempat Mario, Ken menyeberang dan menghentikan motornya.
"Aduh, barusan itu bikin dag dig dug, Mas! Si Boy sampai bisa merasakan detak jantungku."
"Kau lagi bercanda, ya? Kalau si Boy bisa merasakan detak jantungmu itu tandanya kamu masih hidup, Juno."
"Miaauw miaauw!"
"Tuh, si Boy aja ngerti, Jun!"
Kembali menggunakan teropong binocular, Ken melihat Mario tetap berdiri di dekat gang. Terlihat pula Mario mengeluarkan smartphone miliknya dan mulai menelepon seseorang. Selesai menelepon, Mario tampak duduk di motornya dan kembali diam. Mario seperti menunggu kehadiran seseorang. Hingga beberapa menit kemudian, sosok yang ditunggu Mario tiba.
"Dika? Juno, Mario ternyata ketemu Dika. Lihat sendiri coba!"
Juno mengeluarkan si Boy dan menyuruh Ken untuk menggendongnya. Juno bergegas memastikan perkataan Ken.
"Benar, Mas. Aku baru ingat kalau tempat kos Dika memang di daerah sekitar sini. Eh, apa itu? Cokelat batangan?"
"Setangkai bunga dan sekotak cokelat. Ah, sudah pasti Mario mau menakhlukkan hati cewek." Ken menebak.
"Nggak mungkin, Mas. Ngapain repot-repot pakek bunga sama cokelat. Cukup modal senyum dan muka tampan Mas Mario saja pasti udah bikin cewek terpesona. Ah, Mas Ken mikirnya jauh!"
"Benar juga, sih. Gawat! Dia pergi lagi. Ayo, cepat kita ikuti. Eh, ini pegang si Boy baik-baik."
Melaju kencang, Ken kembali membuntuti motor Mario. Seperti sebelumnya, Ken berusaha menjaga jarak aman dengan Mario. Ken kembali fokus dengan target di depannya. Lurus, belok kiri, belok kanan, lurus lagi dan ....
"Eh, gang itu kan tempat kita nyari alamat pelanggan sepatu waktu itu. Juno, kau masih ingat?"
"Ingat jelas, Mas. Itu tempat kita nemu si Boy. Ayo cepat masuk gang itu, Mas Ken. Keburu hilang jejaknya."
"Oke."
Jiwa mata-mata semakin membara. Ken sungguh penasaran dengan hasil pencapaian misinya. Di benaknya, dia menduga segala kemungkinan yang akan dilakukan Mario dengan bunga dan cokelatnya. Setelah Ken berhasil mengungkap itu semua, dia akan membanggakan hasil usahanya.
Baru beberapa meter saja motor Ken memasuki gang, tiba-tiba terdengar ngeongan dari si Boy. Juno bereaksi cepat dengan mencoba mengelus kepala si Boy dengan maksud untuk menenangkan. Akan tetapi, si Boy terus mengeong dan akhirnya melompat turun ke jalanan.
"Boy, aduh! Ayo, Mas Ken kita kejar. Motornya parkir sini sebentar dulu. Cepetan, Mas Ken." Juno panik.
"Ah, ngapain juga si Boy pakek kabur segala. Kontak motor sudah, oke. Ayo!" Ken mengikuti langkah Juno.
Juno melihat Si Boy lari ke salah satu halaman rumah warga. Seketika Juno dan Ken mengendap-endap mendekati si Boy agar tidak menimbulkan suara berisik. Di luar dugaan, si Boy berlari menjauh dan kini menuju halaman rumah warga lainnya. Juno dan Ken kembali mengendap-endap, lagi-lagi agar tidak membuat suasana gaduh. Namun, si Boy kembali berlari menjauh dan itu membuat Ken begitu kesal sehingga memilih kembali ke motornya.
Juno tidak memedulikan kekesalan Ken. Dia fokus mendapatkan si Boy. Kali ini si Boy berlari ke dekat pot tanaman besar di depan salah satu pagar rumah warga. Juno mencoba mendekatinya, tapi ....
Klontang
Juno tidak sengaja menjatuhkan sekaleng cat yang masih ada isinya. Sepatu Juno menjadi korban tak bersalah. Bermaksud membetulkan letak kaleng yang tumpah, tangan Juno justru terkena tumpahan cat warna merah darah itu.
"Ah, belepotan gini gimana caranya mau megang si Boy. Sial!" Juno kesal. Dia melempar sembarangan kaleng cat yang sudah menodai dirinya.
"Aduh, Juno!" teriak seorang wanita dari arah belakang Juno.
Merasa tidak asing dengan suara itu, Juno langsung menoleh ke belakang.
"Anjani?"
***
Bersambung ....
❤like and vote❤
FB : Bintang Aeri
IG : bintang_aeri
Dukung karya author di sana ya 💙
Eh, aku juga punya cerita nih guys.
Nggak usah penasaran ya, karena bikin nagih cerita nya🥺
jgn lupa mampir juga di novelku dg judul "My Annoying wife" 🔥🔥🔥
kisah cewe bar bar yang jatuh cinta sama cowo polos 🌸🌸🌸
tinggalkan like and comment ya 🙏🙏
salam dari Junio Sandreas, jangan lupa mampir ya
salam hangat juga dari "Aster Veren". 😊