Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Axel berdiri di tepi jalan, di bawah cahaya lampu yang redup temaram. Ia menunduk, menggerakkan ujung sepatunya di trotoar, seolah menggambar garis-garis abstrak dengan perasaan gelisah. Sesekali, ia melirik ke arah cafe, tempat Elsa bekerja, berharap gadis itu akan segera keluar.
Ya, saran dari Martin, mendorongnya untuk mencoba merebut hati Elsa. Terlebih lagi, setelah mendengar informasi tentang pria yang saat ini menjadi kekasih Elsa, membuat tekad Axel semakin bulat.
Pria itu bernama Irfan. Berasal dari keluarga kaya, membuat Irfan bertindak semena-mena dan suka berfoya-foya. Tidak hanya itu, Irfan selalu memanfaatkan Elsa untuk mengerjakan PR atau tugas dari sekolah. Dan hal itu, membuat Axel tidak terima jika Elsa menjalin hubungan dengan Irfan.
Untuk itu, langkah awal yang ia lakukan adalah meminta Martin untuk membuat pria itu sibuk, sehingga tidak bisa menjemput Elsa.
"Kali ini, aku tidak akan mundur. Aku yakin bisa mendapatkan mu, El. Karena aku jauh lebih baik dari bajingan itu," batin Axel.
Tidak berselang lama, Elsa keluar dari cafe. Axel, yang sudah cukup lama menunggu, akhirnya tersenyum lega saat melihat sosok gadis itu.
"El!" panggilnya sambil melambaikan tangan.
Elsa menoleh dan terkejut melihat Axel berdiri di sana. Lalu, ia segera menghampirinya. "Kak Axel? Kenapa kau ada di sini?" tanyanya heran.
"Aku datang untuk menjemputmu. Lagipula, aku bosan di rumah sendirian," jawab Axel sambil tersenyum hangat.
Elsa hanya mengangguk pelan, lalu mereka mulai berjalan berdampingan menyusuri jalan pulang.
Cafe tersebut tidak terlalu jauh dari rumah. Mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk sampai rumah. Dan, mereka berjalan santai dengan memulai obrolan ringan
"Oh iya, Kak. Bagaimana dengan pekerjaanmu? Maksudku, soal brosur lowongan kerja di sekolahku itu," tanya Elsa sambil menoleh ke arah Axel.
"Oh, itu. Tentu saja aku akan mengambil pekerjaan itu. Kepala sekolah sudah menerima lamaranku, dan besok aku bisa mulai bekerja," jawab Axel dengan nada senang yang di buat-buat.
"Wah, syukurlah. Akhirnya kau mempunyai pekerjaan juga. Jadi, kau bisa mulai mencicil hutangmu sedikit demi sedikit," ujar Elsa.
Axel tertawa kecil, sambil menggaruk tengkuknya, sedikit kikuk. "Ya, aku juga senang, El. Tapi, bukan karena mendapatkan pekerjaan. Melainkan, karena aku mempunyai alasan untuk tetap berada di dekatmu. Meskipun harus bekerja sebagai tukang kebun sekalipun, tidak masalah. Yang terpenting, aku bisa menjagamu dan mengawasi dari bajingan itu," batin Axel.
Dan, hari itu akhirnya tiba. Hari pertama, Axel memulai pekerjaannya sebagai tukang kebun, di sekolah milik keluarganya sendiri. Ia rela melakukan pekerjaan itu demi bisa terus dekat dengan gadis yang berhasil membuat hatinya bergetar.
Namun tentu saja, Axel tidak benar-benar melakukan pekerjaannya. Saat Elsa melintas di halaman sekolah, Axel akan pura-pura sibuk dengan menyapu dedaunan, menyiram tanaman, atau membersihkan pot. Bahkan, sesekali Axel mengelap keringatnya sendiri agar terlihat lelah hanya demi menarik perhatian Elsa.
Namun begitu Elsa menghilang dari pandangan, Axel kembali bersantai. Kepala sekolah diam-diam membawakan minuman atau makanan dan melayaninya sebagai pemilik sekolah.
Hingga suatu siang, Axel sedang duduk santai di bawah pohon besar, dan pandangannya menangkap sosok pria yang berjalan di koridor sekolah bersama Elsa.
Pria itu adalah Irfan.
Irfan mempunyai tubuh yang tinggi, mengenakan seragam dengan sangat berantakan, dan berjalan dengan gaya angkuh, dengan menggenggam tangan Elsa.
Tawanya terdengar jelas, membuat darah Axel mendidih. Tatapan Axel seketika berubah. Pandangannya tajam, dingin, dan penuh amarah.
"Itu dia. Pria itu … Bagaimana mungkin kau bisa bersama dengan bajingan itu, Elsa?" batinnya, menatap tajam ke arah pasangan tersebut.
Elsa terlihat bahagia. Ia tidak menyadari jika Axel tengah mengawasinya dari kejauhan dengan sorot mata yang tajam. Tangannya mengepal, dan dadanya terasa sesak. Tapi Axel tahu, ini bukan waktu yang tepat untuk menghajarnya. Ia harus tetap tenang dan tidak gegabah.
"Tenang, Ax! Ini belum saatnya. Yang harus kau lakukan sekarang adalah menyadarkan Elsa, jika pria itu hanya seorang bajingan yang tidak layak untuk nya," batin Axel.
Axel masih mengamati dari balik pohon rindang, sampai seorang siswa tiba-tiba menghampiri Irfan dan membisikkan sesuatu di telinganya.
Ekspresi Irfan seketika berubah. Ia menoleh pada Elsa, lalu menggenggam tangannya sebentar.
"Aku harus pergi sebentar. Tunggu aku di sini, ya?" ucapnya sambil tersenyum.
Elsa mengangguk tanpa curiga. “Baiklah. Tapi jangan lama-lama, aku ada kelas sebentar lagi.”
Irfan hanya menepuk kepala Elsa dengan lembut sebelum berbalik pergi, mengikuti arah yang tadi ditunjukkan oleh siswa tersebut.
Axel memperhatikan semuanya dari kejauhan. Ia tahu ini adalah kesempatan yang bagus untuk menghampiri Elsa, dan berbicara dengannya. Tapi bukan itu yang ia lakukan.
Naluri dan rasa curiganya justru membawanya, mengikuti Irfan. Ia menjaga jarak dan berusaha tidak terlihat dengan langkah hati-hati. Hingga, ia sampai ke area belakang sekolah, tempat yang jarang dilalui Guru maupun siswa.
Axel berhenti di balik dinding, mengintip dari celah dinding. Dan, di sanalah ia terkejut dengan apa yang ia lihat.
Irfan berdiri berhadapan dengan seorang siswi yang mengenakan seragam sekolah yang berbeda dengan Irfan.
Mereka berbicara sebentar, lalu tiba-tiba Irfan menarik tangan gadis itu, mencium pipinya, dan memeluknya dengan cara yang tidak pantas. Bahkan, tangannya mulai bergerak ke tempat yang tidak seharusnya.
Axel menahan napas, dengan mata yang membelalak sempurna. Amarah dalam dirinya meluap bercampur dengan rasa jijik saat melihat keduanya mulai melakukan adegan tidak senonoh.
"Sialan kau … Jadi ini wajah aslimu." batin Axel. "Di depan Elsa kau berpura-pura lembut, tapi di belakangnya, ... "
Tangan Axel mengepal kuat. Ia nyaris saja keluar dari persembunyiannya dan menghajar pria itu secara langsung. Tapi ia tahu, pria licik seperti Irfan, bisa saja memutarbalikan fakta. Jadi, jika ingin mengungkap kebenaran ini, ia membutuhkan bukti dan rencana.
Axel merogoh ponselnya, menyalakan kamera dan mulai merekam apa yang keduanya lakukan. Namun sialnya, tiba-tiba ponsel tersebut berdering, membuat Axel terlonjak kaget.
Begitu juga dengan Irfan dan gadis itu. Aktifitas panas mereka terhenti dan menoleh ke arah sumber suara.
"Siapa itu?" sentak Irfan.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....