Tentang Kania yang hamil di luar nikah. Tanpa dia tahu, yang menghamilinya adalah seorang CEO muda.
***
Dunia Kania menjadi gelap setelah malam itu. Tak ada lagi Kania yang ceria, tak ada lagi Kania yang murah senyum.
Yang ada hanya Kania yang penuh dengan beban pikiran yang gelisah menanti bulan selanjutnya. Berapa garis yang akan di hasilkan oleh sebuah testpack di bulan depan?
**
Bertahun-tahun Kania berjuang sendiri menghidupi buah hatinya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Kepandaiannya menarik orang-orang untuk menjadikannya bintang. Hingga akhirnya, lewat jalan itulah Kania di pertemukan dengan ayah kandung anaknya yang ternyata bukanlah orang biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Kania, Tristan dan Wening terpaku di tempat mereka berdiri. Menatap nanar Karno tanpa berani berucap. Hati Kania begitu sedih mendengar ucapan sang ayah yang tidak mengijinkan dia dan Shaka masuk. Bahkan di depan Shaka. Anaknya yang belum tahu apa-apa. Bahkan dia tidak bersalah dalam hal ini.
"Sebelum Kania dan anaknya memeluk bapak." Kania menghembuskan napas. Rasanya begitu lega sang ayah mengatakan hal yang tak pernah dia duga sebelumnya. Ayahnya nge-prank dirinya, begitu?
Air mata Kania berjatuhan. Rasanya begitu haru bercampur bahagia mendengar ucapan sang ayah. Kania langsung menghambur ke pelukan ayahnya. Air matanya tumpah di pelukan sang ayah.
"Maafkan Kania, Bapak. Maaf..."
Air mata Karno turut berjatuhan. Ada kelegaan tersendiri di hatinya saat pertama kali melihat Kania setelah lima tahun lamanya, kini dalam keadaan baik-baik saja. Dan juga cucunya yang tumbuh sehat dan pintar.
Hati Karno juga merasa sangat lega dan begitu ringan saat dirinya memberikan maaf untuk Kania.
Kania berhak mendapatkan kesempatan. Allah saja memaafkan kesalahan seseorang jika dia mau bertaubat. Kenapa Karno tidak melakukannya, padahal Kania anaknya sendiri.
"Bapak juga minta maaf sudah mengusir kamu. Harusnya Bapak bisa menjadi pelindung kamu, ada untuk kamu di saat terendah kamu. Tapi Bapak terbawa emosi dan mengusir kamu bahkan tak peduli dengan keadaan kamu."
Kania menggeleng kuat. "Bapak nggak salah. Wajar kalau Bapak marah karena memang Kania yang salah, Pak."
Wening mendekat. Tangannya turut memeluk Karno dan Kania. "Sudah. Semua sudah berlalu. Yang terpenting sekarang kamu dan cucu kami sehat," ucap Wening yang tak bisa menahan air mata bahagianya.
Setelah pelukan mereka terlepas, Karno segera menghampiri Shaka yang masih berdiri dan menatap mereka dengan tatapan penuh tanya.
Mungkin dia berpikir, kenapa orang-orang dewasa ini menangis sambil berpelukan.
"Cucu kakek. Namanya tadi siapa?" Karno mengusap kepala Shaka.
"Namaku Shaka, Kek."
Karno tersenyum lebar. Kedua tangannya membawa Shaka masuk ke dalam pelukannya.
***
Makan malam di rumah Karno kali ini terasa lebih hangat. Kebersamaan yang sudah bertahun-tahun tak terjadi ini kembali terulang.
Terlebih ada Shaka yang cerewetnya banyak mengundang tawa.
"Kakek dan nenek sudah lihat Shaka di tv belum?"
"Memangnya Shaka masuk tv, ya?" tanya Wening yang memang tak pernah melihat Shaka di tv.
Shaka mengangguk semangat. "Iya, Nek. Shaka ada di TV. Setiap hari apa, Bunda?" Shaka melempar pertanyaan pada Kania.
"Setiap hari Sabtu, Nak. Tayangnya juga baru sekali kok, Bu. Tayangan edukasi untuk anak-anak."
"Wah, jadi cucu kakek ini artis, ya?"
Shaka mengangguk lagi dengan kuat. "Iya, Kek," jawab Shaka yang mengundang tawa dari semua orang.
Setelah makan malam, mereka berkumpul di ruang keluarga. Shaka tengah asyik bermain dengan Tristan. Sedangkan Kania duduk di samping ibunya.
"Kamu belum cerita kenapa kamu bisa hamil, Ka. Siapa yang melakukannya?"
Kania menundukkan kepalanya mendengar pertanyaan Wening. Rasanya malu untuk menceritakan masa lalunya yang membuatnya kehilangan keluarga selama beberapa tahun terakhir.
"Saat itu Kania punya pacar, Bu. Namanya Roni. Dia membawa kabur uang orangtuanya yang akan di gunakan untuk berobat. Ibunya nangis-nangis minta Kania untuk mencari di mana Roni. Akhirnya, Kania datang ke tempat laknat itu. Bukan Roni yang Kania temui, justru pria yang tengah mabuk yang menganggap Kania sebagai wanita penghibur. Kania sudah mencoba untuk meronta. Tapi Kania kalah tenaga. Mau teriak, kamar itu kedap suara."
"Jadi kamu tidak mengenal lelaki itu? Lalu pacar kamu itu sekarang gimana?" Karno bersuara.
Kania menggeleng pelan. "Tadinya Kania nggak kenal, Pak. Tapi ingat wajahnya. Dan sekarang kami sudah bertemu kembali. Dan Roni, dia sudah meninggal tiga tahun yang lalu karena kecelakaan."
Kania menjeda ucapannya sejenak. "Pertemuan kami pasti sudah di rencanakan oleh Allah. Awalnya, Shaka di tunjuk untuk mengikuti lomba di panti asuhan Bu Hanum. Donatur utama di sekolah Shaka dulu. Dan Shaka menang, dapat beasiswa pendidikan sampai kuliah. Bu Hanum juga yang menjadikan Shaka sebagai artis. Tapi ternyata, Bu Hanum adalah ibu dari pria itu. Tapi Kania nggak tahu apakah Bu Hanum tahu tentang masa lalu Kania dengan anaknya. Tapi menurutku, mungkin saja Bu Hanum sudah tahu. Mengingat wajah Shaka itu sangat mirip dengan wajah pria itu waktu masih kecil. Dan Kania sadar akan hal ini juga baru kemarin. Baru kepikiran kalau bisa saja Bu Hanum sudah tahu, tapi pura-pura nggak tahu."
"Bisa juga acara lomba dan Shaka yang jadi artis itu sebagian dari upaya mereka untuk menarik kamu masuk ke dalam kehidupan mereka, Ka," timpal Karno dengan cepat membuat Kania menyetujui ucapan ayahnya.
Kenapa Kania baru kepikiran akan hal itu sekarang?
Kenapa baru sekarang Kania berpikir kalau semua ini merupakan rencana Hanum agar mereka bisa membawa Kania dan Shaka masuk ke kehidupan mereka?
Atau sebenarnya, mereka hanya menginginkan Shaka saja? Dan tidak menginginkan Kania karena tahu Shaka tercetak saat di tempat laknat itu.
Tapi, selama ini sikap Hanum dan keluarganya begitu baik pada Kania dan Shaka. Kecuali Devan yang sikapnya begitu menyebalkan.
Bram dan Hanum seperti tidak mempermasalahkan di mana pertemuan Kania dan Devan dulu. Mungkin mereka berpikir, buat apa membenci orang lain padahal anaknya sendiri seperti itu?
"Iya juga ya, Bu? Kenapa Kania baru kepikiran sekarang, ya?" Kania bertanya bingung. Dan hanya dirinya sendiri yang bisa menjawab pertanyaan tersebut.
"Dan lelaki itu mengakui kalau Shaka anaknya?"
Kania mengangguk. "Mengakui, Pak. Tapi tetap saja, Kania buruk di matanya karena kami bertemu di tempat seperti itu."
"Lalu apa bedanya dia yang juga datang ke tempat itu? Bahkan mengotori wanita yang bukan istrinya."
Kania membenarkan ucapan Karno yang terdengar begitu emosi.
Jelas saja. Siapa yang terima jika anaknya di perlakukan seperti itu? Karno berjanji pada dirinya sendiri untuk memberikan pelajaran pada lelaki itu jika suatu saat mereka di pertemukan.
"Kania juga tidak ingin menuntut tanggungjawab dia, Pak, Bu. Kania tidak ingin di anggap memanfaatkan situasi. Takutnya, lelaki itu menganggap kalau Kania hanya menginginkan harta mereka saja. Padahal, sedikitpun Kania tidak ingin. Shaka saja yang beruntung mendapatkan semuanya. Kania dan Shaka sudah bahagia hidup seperti ini. Dapat maaf dari bapak dan ibu. Kania sudah sangat bersyukur. Tidak ada yang Kania inginkan lagi setelah mendapatkan maaf dari kalian."
Wening tersenyum lembut. Tangannya merangkul dan mengusap lengan Kania.
"Maaf, ya, Pak, Bu. Pasti bapak dan ibu malu banget karena Kania. Pasti tetangga dan saudara banyak yang ngomongin Kania, ya?"
Karno dan Wening tersenyum tipis. Namun mata mereka tidak bisa berbohong kalau mengingat hal itu membuat mereka sedih. "Hal itu sudah pasti. Sampai sekarang pun mungkin masih. Tapi bapak dan ibu tidak pernah ambil pusing. Di awal-awal memang sempat membuat kami down. Mau keluar rumah malu, kumpul sama keluarga malu. Tapi itu hanya sementara karena pasti mereka lelah membicarakan keluarga kita."
Lagi-lagi Kania tak bisa menahan air matanya. Kania tak bisa membayangkan bagaimana rasa malu kedua orangtuanya karena kelakuannya.
Dan yang pasti, saat itu bukan hanya Kania saja yang terpuruk. Tapi kedua orangtuanya juga merasakan hal yang sama. Kania memang meninggalkan rumah dan kampungnya. Tapi tetap orangtuanya yang menanggung malu.
"Sudah. Yang lalu biarlah berlalu. Maafkan bapak yang dulu tidak mau mendengarkan penjelasan kamu. Bapak juga menyesali semuanya. Kadang bapak berpikir, bagaimana hidup kamu setelah hari itu? Kamu anak bapak yang manja. Lepas dari bapak dan ibu juga pas masuk kuliah. Kadang bapak marah kalau nama kamu di sebut bukan karena bapak masih marah sama kamu, Ka. Tapi karena bapak merasa bersalah jika mendengar nama kamu. Memikirkan hidup kamu. Bapak sebenarnya sedih."
Tristan yang mendengarnya pun kini menyadari bahwa semua itu hanya untuk menutupi kerinduan dan rasa bersalah bapaknya kepada Kania.
Dia sempat bersu'udzon. Bapaknya begitu pandai menyimpan rasa.
🌼🌼🌼
Gimana-gimana? merasa di prank bapaknya Kania, nggak ? 😂😂
di dunia nyata aja banyak tuh samaan nama..
gak ush peduliin nyinyiran orang thor, anggap aja tuh orang bnr" ngehayati cerita kamu