"Penting kah pak?" Tanya Hana dengan suara yang datar, berusaha biasa saja.
Pak Arman menganggukkan kepala.
"Sebentar saja, saya mohon" lirihnya.
Hana yang tanpa respon dianggap Arman menyetujui permohonan nya.
Arman dengan sigap menunjuk sebuah meja panjang yang terletak persis di samping pintu keluar kafe.
"Disini ya..." Ucap nya.
Hana mengangguk dan kembali duduk meletakkan tas ranselnya.
Sebelum duduk, Pak Arman terlihat seperti memberi kode kepada pelayan di dalam, seperti nya sedang memesan sesuatu.
Mereka duduk berdampingan menghadap jendela.
"Jadi gini Hana.. saya ingin kamu menjadi istri saya.." ucap pak Arman tanpa basa-basi sedikit pun.
"Apa! Istri?" Dengan suara yang agak keras melengking, Hana di buatnya kaget bukan kepalang.
Suaranya membuat orang - orang di sekelilingnya menoleh ke arah mereka.
"Iyaa istri" kata Arman kembali mengulang kata istri dengan lembut sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yani_AZM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Pemakaman Ibu
Ibu akan di makam kan di tanah wakaf keluarga, jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah, bisa di jangkau dengan berjalan kaki.
Saat proses pemakaman, Hana melihat pak Arman turut hadir.
Entah sejak kapan ia hadir, tapi Hana tak mampu menyapa nya lebih dulu.
Gundukan tanah terlihat semakin rapi.
Taburan bunga pun sudah mulai di ratakan.
"Hana tolong air mawar nya" kata mba Nina yang akan menyirami kuburan ibu lebih dulu.
Hana memberikan botol air mawar tersebut, dan membagikan beberapa bungkusan kembang kepada kedua Kaka nya.
Hana berada tepat di samping bapak.
Ketika anak- anak sedang proses menaburkan bunga, terlihat bapak yang sesekali mencium nisan ibu.
Air matanya masih sesekali mengalir.
Bapak memang sangat mencintai ibu, walaupun anak - anak nya sudah besar semua. Bapak selalu saja seperti orang yang sedang berpacaran dengan ibu di hadapan anak - anak.
Proses pemakaman pun selesai, semua berjalan dengan lancar tanpa ada kendala apapun.
Jasad ibu kini sudah benar - benar bersatu dengan tanah.
Taburan bunga yang penuh di atas makam yang membentang, seperti menyadarkan Hana dan keluarga bahwa ibu benar - benar sudah pergi dari dunia ini.
Pak ustad juga sudah selesai memimpin do'a.
Satu persatu orang beranjak dan pergi dari makam ibu.
Tersisa Hana dan bapak..
Kira - kira sekitar hampir 20 menit Hana masih belum beranjak dari makam ibu.
"Hana, sudah yuk... Gak baik terlalu lama meratapi begini.. biar ibu jalan di sana juga tidak ada yang menghalangi" kata bapak.
Mata Hana melirik ke arah bapak di samping tanpa menoleh kan kepalanya.
"Bapak saja duluan, 5 menit lagi.." kata Hana meminta untuk di tinggalkan sendiri.
Bapak beranjak dari duduknya, mencium kening Hana dan berlalu pergi.
Kini tersisa Hana dan makam ibu.
Hana memandangi tulisan batu nisan di hadapannya, ibu Maria binti Umar wafat 10 juli 2024.
"Remuk sekali rasa hati ku Bu..." Tangannya menggenggam erat di pinggiran tulisan Nisan ibunya.
"Bu.. maafkan aku ya.. aku ridho atas kepergian mu.. bahagia di sana buk..." Air matanya kembali menetes satu persatu.. membasahi makam yang masih basah juga.
"Bu.. Hana akan kembali setiap hari Jumat Bu.. Hana sayang sama ibuk.. assalamualaikum Bu"
Hana memejamkan matanya cukup lama..
Merasakan dalam - dalam bahwa ketakutan selama ini sudah menjadi kenyataan.
"Hana.. sudah yuk..." Hana membuka matanya pelan, dia kenal suara itu. Ya.. suara Gita.
Tanpa pikir panjang, Hana memeluk Gita dan menangis tersedu - sedu.
"Maafin ibu ya git, maafin kalo ibu punya salah huhu..." rintih nya, Pelukan Hana dan gita semakin erat.
Gita tak bisa menjawab apa - apa, Gita juga terhanyut dalam kesedihan Hana.
Gita hanya bisa menepuk-nepuk bahu Hana, setidaknya bisa membuat Hana sedikit tenang.
Dari kejauhan, terlihat bapak kembali berjalan ke makam menghampiri Hana dan gita.
"Sudah yuk, kita pulang... Kita ikhlaskan ibu.. sekarang hanya do'a yang bisa menolong ibu" kata bapak...
Hana menghela nafas panjang, dan turut berjalan meninggalkan makam.
.......
Malam pertama tahlilan pun berjalan dengan lancar.
Saat semua bapak - bapak pulang satu persatu, ada pak Arman yang menghampiri Bapak.
Ketika Hana melihat, seketika itu juga Hana menghampiri pak Arman dan mengucapkan terimakasih.
"Pak terima kasih banyak ya, sudah hadir dan mendoakan ibu" Hana langsung mencium tangan pak Arman. Sebagai mana murid kepada guru nya.
Pak Arman tak banyak berkata, ia hanya mengangguk- an kepalanya di hadapan Hana.
Dan kembali berbincang dengan bapak.
.......
Pagi hari nya, Hana harus berangkat kesekolah seperti biasa.
"Pak Hana berangkat ya.. assalamualaikum"
Hana mencium tangan bapak, dan ketiga Kaka nya.
"Hati - hati ya dek" kata mbak Nina.
Hana hanya memberi senyum yang tidak bersemangat. Terlihat jelas raut kesedihan di wajahnya.
Ketiga Kaka nya masih menginap di rumah ibu sampai tahlilan ke 7 nanti.
Jadi Hana dan bapak, masih belum merasakan kesepian yang sesungguhnya.
Datang- lah di hari ke 7 ibu meninggalkan keluarga. Hana dan ketiga saudaranya sedang membereskan pakaian ibu di lemari..
Orang - orang kampung bilang, sebagian pakaian ibu yang masih layak pakai harus di bagikan, tidak boleh di simpan begitu saja.
"Fa, ini mau di bagikan ke siapa ya?" Tanya mbak Nina.
"Sebagian untuk bude Sri aja mbak, tadi orangnya bilang mau, untuk kenang- kenangan" jawab Fafa.
Hiruk pikuk suasana dirumah Hana masih ramai oleh beberapa saudara, karna malam ini adalah malam ke 7 tahlilan dirumah.
Bude meta yang sejak tadi terlihat mondar-mandir, di panggil untuk memilih sisa- sisa baju ibu Maria.
"Bude meta... Sini.." mbak Nina melambaikan tangan mengarahkan agar bude masuk ke dalam kamar.
Bude meta beranjak masuk ke kamar, dan melihat banyak pakaian almarhumah.
"Mau di bagikan ya nin?" Tanya meta.
"Kalau bude mau, silahkan pilih bude.. sebagian sudah kita pisahkan untuk kita berempat" kata mbak Nina.
Bude terpaku sejenak, raut wajahnya terlihat masih sedih atas kepergian teman baiknya itu.
"Boleh ngga bude minta 2 pcs?" Tanya meta.
Mbak Nina dan mbak Fafa hanya mengangguk kan kepalanya, tanda setuju.
.......
Sudah hari ke 7 di lalui oleh Hana dan keluarga, mulai terasa berat.
Karena Kaka - Kaka Hana juga akan kembali pulang ke rumahnya.
Di teras rumah yang tidak begitu luas, mereka sekeluarga berkumpul untuk membicarakan bagaimana kedepannya keadaan dirumah.
"Pak, untuk makan setiap hari bagaimana pak?" Tanya mbak Nina..
"Bisa beli kok nak..." Jawab bapak..
Mbak Nina, Fafa dan Yaya hanya beradu pandang.
"Gimana kalau menurut kamu han?" Tanya bapak yang sedari tadi melihat Hana hanya diam saja.
Hana menarik nafas panjang, tapi kepalanya terus menunduk.
"Hhuuufttt.. aku terserah pada bapak aja, aku kan juga bisa masak yang gampang- gampang pak" jawabnya.
"Memang nya kamu ngga repot? Kamu berangkat sekolah kan pagi dek" tanya mbak Nina.
"Bisa kok mbak.. aku bisa bangun lebih pagi lagi. Kalian gausah khawatir. Insyaallah Hana bisa jaga bapak" jawab Hana dengan kepala yang masih menunduk.
"Heh bapak yang akan jaga kamu" jawab bapak dengan cepat.
Hana yang menunduk segera mengangkat kepalanya, menatap bapak kembali dengan mata yang sudah di penuhi air mata.
"Iyaaa pak..." Jawab Hana dengan suara yang lirih.. air matanya jatuh lagi.
"Atau mau Kaka nginep sampai nanti 40 hari dek?" Tanya mbak Nina.
"Gausah mbak, mbak kan udah punya suami. Aku juga sudah besar kok" jawab Hana lagi.
Keadaan menjadi sunyi... Semua diam membisu..