Sebelum lanjut membaca, boleh mampir di season 1 nya "Membawa Lari Benih Sang Mafia"
***
Malika, gadis polos berusia 19 tahun, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya dalam satu malam. Dijual oleh pamannya demi sejumlah uang, ia terpaksa memasuki kamar hotel milik mafia paling menakutkan di kota itu.
“Temukan gadis gila yang sudah berani menendang asetku!” perintah Alexander pada tangan kanannya.
Sejak malam itu, Alexander yang sudah memiliki tunangan justru terobsesi. Ia bersumpah akan mendapatkan Malika, meski harus menentang keluarganya dan bahkan seluruh dunia.
Akankah Alexander berhasil menemukan gadis itu ataukah justru gadis itu adalah kelemahan yang akan menghancurkan dirinya sendiri?
Dan sanggupkah Malika bertahan ketika ia menjadi incaran pria paling berbahaya di Milan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
Jimmy berdiri terpaku beberapa detik, seolah tak mampu memproses kalimat terakhir yang baru saja keluar dari mulut keponakannya itu.
Bagaimana bisa demi seorang Malika Alex ingin membunuhnya?
Apa selama ini kebaikannya tak terlihat sama sekali karena munculnya seorang gadis bernama Malika?
Kedua mata Alex tetap terpaku pada rumah kecil para pelayan, rumah yang sama yang menjadi fokus perhatiannya sejak sore tadi.
Jimmy memijat keningnya.
"Alex kau sadar apa yang kau lakukan? Ini bukan mainan."
"Paman masih disini? Ingin lebih lama berdebat denganku?" Alexander menoleh perlahan dengan malas. "Paman bertingkah seolah aku membawa bom. Padahal yang aku panggil hanya seorang gadis biasa."
"Gadis biasa katamu?!" Jimmy membentak frustasi. "Gadis yang bahkan dua hari lalu tinggal di halte bus! Apa kau tahu masa lalunya?! Apa kau tahu—"
"Aku tidak tertarik dengan masa lalunya." Alex memotong cepat. "Kalau ada sesuatu yang perlu aku ketahui, aku sendiri yang akan bertanya padanya."
Jimmy hampir tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Biasanya Alex selalu memerintahkan penyelidikan, memeriksa latar belakang, memantau CCTV, tapi tidak kali ini. Justru ia tampak mengabaikan semua protokol yang selama ini ia junjung tinggi!
"Alex, kau sedang membuat masalah yang tidak perlu. Percayalah padaku." bukannya pergi Jimmy malah menghempaskan tubuhnya ke sofa.
"Justru kau yang membuat masalah, Paman. Aku tidak memintamu mengawasi siapa yang masuk kamarku," ujarnya dengan suara rendah namun pedas.
"Tapi aku—"
"Aku sudah dewasa. Dan aku putuskan sendiri siapa yang boleh masuk atau tidak," ucap Alex sedikit meninggikan suaranya.
Jimmy terdiam. Bukan karena takut, tapi karena tahu Alex sedang berada dalam mode yang tak mungkin dibantah.
Tuan muda itu kalau sudah bicara seperti ini tak ada gunanya berdebat.
Alexander mengambil foto serta flashdisk CCTV yang ada di tangan Jimmy. Ia memandanginya sebentar dengan wajah dingin kemudian menatap pamannya lagi.
"Kau bahkan menyuruh orang memata-matai tangga lantai dua? Menggelikan!" Alex melempar foto itu ke arah Jimmy hingga berserakan.
Jimmy tersentak. "Aku hanya berhati-hati. Kau tak tahu siapa gadis itu sebenarnya."
Alex mengangkat satu alis. "Bagaimana kalau aku bilang aku tidak peduli?"
Jimmy memejamkan mata sejenak. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.
"Alex, kau berciuman dengan seorang gadis asing. Ini bukan kau. Kau bahkan tidak pernah menyentuh Kaylin!"
Alexander tertawa sinis dan nampak menyebalkan di mata Jimmy.
Pertunangan Alex dan Kaylin hanyalah sebuah ikatan karena balas budi. Kecelakaan yang membuat Alex sempat kritis telah melibatkan Kaylin.
Ya, gadis bernama Kaylin itu dengan sukarela mendonorkan darahnya saat kondisi mendesak. Tapi, siapa sangka jika Kaylin menginginkan imbalan dari bantuannya itu.
Kedua orangtua Alex menyerahkan semua keputusan padanya. Ditambah lagi rengekan Leana yang ingin Kaylin menjadi kakak iparnya.
Itu benar-benar membuat Alex tak bisa berkutik.
"Apa aku harus menjelaskan kepadamu bagaimana tubuhku bekerja, Paman? Aku terlalu normal sampai aku tidak bisa diam saja saat melihatnya, bahkan mendengar suaranya."
"Alex! Ini tidak lucu!" Jimmy memukul meja.
Alexander mendekat, wajahnya benar-benar tanpa ekspresi. Sebuah tanda bahwa ia mulai kehilangan kesabaran.
"Dengarkan baik-baik. Apa yang terjadi antara aku dan Malika bukan urusanmu atau siapa pun itu. Dan bukan pula urusan mansion ini," ujar Alex. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seperti tetesan es.
Jimmy menelan ludah. Baru kali ini ia merasa benar-benar tersingkirkan dari keputusan putra majikannya yang selama ini selalu ia jaga.
"Alex gadis itu berbahaya. Dia pernah dijual. Dia berasal dari tempat kotor. Dan kau tidak bisa begitu saja membiarkannya berkeliaran seenaknya sendiri."
Alexander tersenyum miring. Senyum yang justru membuat Jimmy bergidik.
"Paman, kenapa kau bicara seolah-olah gadis itu bisa merayuku," ujarnya pelan.
"Kau sendiri yang terlihat terpengaruh!"
"Tidak," Alex membantah cepat. "Justru aku yang mengacaukan pikirannya. Kau pikir dia suka padaku? Gadis itu bahkan ketakutan sampai berlutut memohon agar tidak dihukum!"
Jimmy terdiam. Ia tak yakin kalau Alex mengacaukan pikiran Malika. Jimmy malah berpikir yang sebaliknya. Gadis itulah yang sudah membuat dunia Alex jungkir balik.
"Dia lebih menarik daripada wanita mana pun yang berusaha mendekatiku," gumam Alex.
Jimmy benar-benar kehilangan kata-kata. Bicara sampai berbusa pun, tak akan pernah mengalahkan seseorang yang sedang kasmaran.
"Tidak ayah tidak anak sama saja. Sama-sama membesarkan gengsi! Jika Kaylin tahu dan marah, aku tak akan membantumu!" gumam Jimmy.
Alexander melangkah kembali ke balkon, menatap ke arah gelap di mana rumah pelayan berada.
"Tuan muda, kau harus berhati-hati. Gadis seperti itu bisa saja punya niat buruk."
"Dia gadis paling bodoh yang pernah kutemui," ujarnya datar. "Tidak Nafasnya saja bisa kacau hanya karena aku mendekat satu sentimeter."
Jimmy meremas rambutnya sendiri. Entah tingkat kepercayaan diri Alexander ini turun dari siapa!
"Sudahlah, Paman. Aku tidak ingin mendengar satu kata pun lagi tentang gadis itu."
"Aku hanya memperingatkan."
"Keluar!" Alex menunjuk pintu.
Jimmy tahu itu tanda akhir. Ia menunduk, mengambil semua bukti dan berjalan menuju pintu.
Namun sebelum keluar, Jimmy menoleh sebentar. "Hati-hati kau sudah bermain api."
Brak!
Pintu tertutup kembali dan Alex langsung menjatuhkan diri di atas sofa.
"Mungkin kau benar paman. Tapi, justru itu yang membuatnya semakin menarik," balas Alexander.
malika dan Leon cm korban😄🤣