NovelToon NovelToon
PESONA TETANGGA BARU

PESONA TETANGGA BARU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Bagaimana rasanya... hidup tanpa g4irah, Bu Maya?"

Pertanyaan itu melayang di udara, menusuk relung hati Maya yang sudah lama hampa. Lima tahun pernikahannya dengan Tama, seorang pemilik bengkel yang baik namun kaku di ranjang, menyisakan kekosongan yang tak terisi. Maya, dengan lekuk tubuh sempurna yang tak pernah dihargai suaminya, merindukan sentuhan yang lebih dalam dari sekadar rutinitas.

Kemudian, Arya hadir. Duda tampan dan kaya raya itu pindah tepat di sebelah rumah Maya. Saat kebutuhan finansial mendorong Maya bekerja sebagai pembantu di kediaman Arya yang megah, godaan pun dimulai. Tatapan tajam, sentuhan tak sengaja, dan bisikan-bisikan yang memprovokasi h4srat terlarang. Arya melihatnya, menghargainya, dengan cara yang tak pernah Tama lakukan.

Di tengah kilau kemewahan dan aroma melati yang memabukkan, Maya harus bergulat dengan janji kesetiaan dan gejolak g4irah yang membara. Akankah ia menyerah pada Godaan Sang Tetangga yang berbaha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Maya membuka mata, menatap Arya. Bibirnya masih terasa hangat dari ciuman Arya. Pengakuan tanpa katanya telah terucap, dan kini ia tak bisa lagi mengelak. Ia tahu ini adalah sebuah permainan berbahaya, dan ia sudah terlalu jauh.

Arya tersenyum tipis, sebuah senyum penuh kemenangan, namun juga kelembutan. Ia mengusap pipi Maya perlahan. "Saya tahu Anda menginginkan ini, Mbak Maya. Saya bisa merasakannya."

Maya menunduk, pipinya memerah. Ia merasa malu, namun juga ada perasaan lega yang aneh. Ia tak perlu lagi menyembunyikan hasratnya.

"Jangan malu," bisik Arya. Ia mengangkat dagu Maya perlahan, memaksanya menatap matanya. "Apa yang kita rasakan ini, adalah hal yang wajar. Manusiawi."

Mata Arya menatapnya dalam, sebuah tatapan yang penuh pengertian, namun juga g4irah yang membara. Jantung Maya berdebar kencang. Udara di ruangan itu terasa tebal, dipenuhi ketegangan yang menyesakkan.

"Saya tahu Anda datang ke sini karena ingin saya," Arya berbisik lagi, suaranya serak. "Saya bisa merasakannya dari sentuhan Anda, dari tatapan Anda."

Maya terkesiap. Arya bisa membaca dirinya sejelas itu?

"Tuan..."

"Dengarkan saya, Mbak Maya," Arya memotong, suaranya melembut. "Saya tidak akan memaksa Anda melakukan apa pun yang tidak Anda inginkan. Tapi saya ingin Anda jujur pada diri sendiri. Apa yang Anda cari dalam hidup ini? Apa yang tidak Anda dapatkan?"

Pertanyaan itu menusuk tepat ke ulu hati Maya. Ia tahu jawabannya. Ia tidak mendapatkan perhatian, kehangatan, dan g4irah dari pernikahannya. Semua itu ada pada Arya.

Maya menelan ludah. "Saya... saya hanya ingin merasa... diinginkan, Tuan."

Arya tersenyum tipis. "Dan saya bisa membuat Anda merasa lebih dari sekadar diinginkan, Mbak Maya. Saya bisa membuat Anda merasa hidup. Merasa dicintai. Merasa utuh." Ia mengusap punggung tangan Maya dengan ibu jarinya, sentuhan yang kini terasa begitu int! m.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Hanya detak jantung Maya yang berpacu kencang, dan napas Arya yang terdengar begitu dekat.

"Mbak Maya," Arya memanggil lagi. Ia melangkah lebih dekat, mengikis jarak di antara mereka. Tubuh Arya kini nyaris bersentuhan dengan tubuh Maya. Aroma parfumnya yang kuat memabukkan Maya.

"Ceritakan pada saya," bisik Arya, suaranya semakin rendah. "Apa yang membuat Anda merasa kosong?"

Maya terdiam. Ini adalah sebuah percakapan yang sangat pribadi, sangat sensitif. Tapi ia merasa ada dorongan kuat untuk menceritakan semuanya pada Arya. Pria ini seolah bisa memahami dirinya lebih dari siapa pun.

"Saya... saya merasa sendiri, Tuan," bisik Maya, air mata menetes di pipinya. "Suami saya... dia sibuk dengan dunianya. Dia tidak pernah punya waktu untuk saya. Tidak ada perhatian. Tidak ada... kehangatan."

Arya mengangguk, matanya menatap Maya dengan simpati. "Saya mengerti. Sebuah pernikahan seharusnya tidak seperti itu. Pernikahan seharusnya menjadi tempat di mana Anda merasa aman, dicintai, dan diinginkan."

Ia mengangkat tangannya, menyentuh wajah Maya. Jemarinya mengusap air mata Maya perlahan. Sentuhan itu terasa begitu lembut, begitu menghibur, namun juga begitu sensu41.

"Saya tahu bagaimana rasanya, Mbak Maya," Arya berbisik, suaranya serak. "Saya juga pernah melewati masa-masa itu. Merasa sendiri, meski ada orang di samping kita." Ia mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke wajah Maya. Matanya menatap bibir Maya.

"Tapi saya janji," bisik Arya lagi, "Anda tidak akan merasa sendiri lagi. Saya akan ada di sini untuk Anda."

Jantung Maya berdebar kencang. Pengakuan itu. Sebuah janji yang berbahaya, namun begitu memikat.

Arya menawarkan sebuah pelarian, sebuah kebahagiaan yang selama ini ia damba.

"Saya... saya takut, Tuan," bisik Maya.

"Takut apa?" tanya Arya, ia tersenyum tipis. "Takut pada perasaan Anda sendiri?"

Maya tidak menjawab. Ia tahu Arya benar. Ia takut pada perasaannya yang semakin kuat terhadap pria ini.

Arya mendekatkan bibirnya ke telinga Maya. "Jangan takut, Mbak Maya. Biarkan saja perasaan ini mengalir. Terkadang, kita perlu mengambil risiko untuk menemukan kebahagiaan yang sejati."

Ia menclum telinga Maya perlahan, sebuah cluman ringan yang membuat bulu kuduk Maya meremang. Lalu ia turun ke 13her Maya, menc!um kul!tnya yang halus. Maya mendes4h pelan. Seluruh tubuhnya diliputi panas.

"Saya ingin sekali... membuat Anda bahagia, Mbak Maya," bisik Arya, suaranya semakin rendah, semakin mendesak. "Saya ingin menunjukkan pada Anda apa arti cinta yang sebenarnya. Apa arti gair4h yang sejati."

Tangannya bergerak, mengusap bahu Maya, lalu turun ke lengannya. Jemarinya membel4i kul!t Maya, sebuah s3ntuhan yang begitu lembut, namun juga begitu menggoda. Maya memejamkan mata, merasakan sensasi yang menjalar di sekujur tubuhnya.

Ia tahu ini adalah batas. Sebuah batas yang sudah di ujung tanduk. Ia harus menghentikan Arya. Tapi

tubuhnya, hatinya, seolah memberontak. Ia ingin lebih.

"Tuan..." Maya mencoba berbicara, namun suaranya tercekat.

Arya mengabaikannya. Ia terus menc!um leher Maya, sebuah cluman yang semakin dalam, semakin menuntut. Tangannya kini mem3luk pinggang Maya, menariknya mendekat, sehingga tubuh mereka saling menempel erat.

Maya bisa merasakan tubuh Arya yang kokoh di belakangnya. Aroma parfumnya yang kuat memabukkan dirinya. Ia merasa terperangkap dalam dekapan Arya, namun sebuah sensasi kenikm4tan terlarang membuatnya nyaris mendes4h.

"Saya ingin Anda tahu, Mbak Maya," bisik Arya, suaranya serak, "bahwa Anda adalah wanita yang paling menarik yang pernah saya temui. Anda memiliki aura yang begitu memikat. Sebuah kecantikan yang tidak hanya terlihat dari luar, tapi juga dari dalam."

Pujian itu menghantam Maya. Bukan hanya tentang penampilannya, tapi tentang dirinya sebagai seorang wanita. Arya seolah bisa melihat jiwanya.

"Saya ingin sekali... merasakan Anda, Mbak Maya," bisik Arya, ia membalikkan tubuh Maya perlahan agar menghadapnya, tanpa melepaskan p3lukannya.

Mata Maya bertemu dengan mata Arya. Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh h4srat, sebuah tatapan yang begitu menggoda, begitu menuntut. Wajah mereka begitu dekat, Maya bisa merasakan napas Arya di wajahnya.

"Mbak Maya," bisik Arya, suaranya begitu lembut. Ia mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Maya.

Jemarinya mengusap kulit Maya perlahan.

Maya memejamkan mata. Ia tidak bisa lagi menolak.

Tubuhnya terasa lumpuh.

Arya menundukkan kepalanya, bib!rnya mendekat ke bib!r Maya. Sebuah cluman yang perlahan, sensu41, dan penuh g4irah. Maya tidak membalas, tapi ia juga tidak menolak. Tangannya perlahan terangkat, memegang kemeja Arya. Sebuah gerakan tanpa sadar, sebuah tanda penerimaan.

Cluman itu semakin dalam, semakin menuntut. Arya menarik Maya lebih dekat, mem3luknya erat. Maya merasakan seluruh tubuhnya diliputi api. Ia merasa seperti terbakar dalam gair4h yang selama ini ia pendam.

Tiba-tiba, Arya melepaskan clumannya. Ia menatap Maya dalam, matanya memancarkan sebuah janji yang tak terucap. "Malam ini... adalah malam kita, Mbak Maya," bisik Arya, suaranya serak. "Malam di mana Anda akan menemukan kebahagiaan yang selama ini Anda cari."

Ia meraih tangan Maya, menariknya perlahan. Maya hanya bisa mengikutinya, jantungnya berdebar kencang. Ia tidak tahu ke mana Arya akan membawanya. Tapi ia tahu, ia siap. Siap untuk melangkah lebih jauh. Sebuah keinginan yang terlarang, yang kini terasa begitu kuat, begitu sulit untuk ditolak. Sebuah api yang menyala, dan

ia membiarkannya membakar.

1
Mar lina
kalau sudah ketagihan
gak bakal bisa udahan Maya..
kamu yg mengkhianati Tama...
walaupun kamu berhak bahagia...
lanjut Thor ceritanya
lestari saja💕
klo sdh kondisi gtu setan gampang bgt masuk menghasut
lestari saja💕
ya pasti membosan kan bgt.bahaya itu
lestari saja💕
mampir,penulisannya bagus,semoga ga berbelit2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!