Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curiga
Di hotel sedang ada acara dari orang penting di kota ini, tetapi Viola malah meminta cleaning servis datang ke rumah hanya untuk membersihkan teras. Tentu saja membuat Beni marah, kali ini Viola harus mendapatkan pelajaran.
"Beraninya kamu meminta Dika mengirimkan orang ke rumah! Mau kamu apa sebenarnya!" marah Beni, mengungkung tubuh istrinya di tembok.
"Aku tidak mau membersihkannya, Ben!" teriak Viola, berusaha melepaskan dirinya.
"Kamu pikir seenaknya bisa suruh orang." Beni menatap penuh amarah.
"Oh, jadi kamu lebih membela pelakor itu? Kamu mau rumah tangga kita hancur?" tanya Viola.
"Siapa pelakor? Tidak ada pelakor dalam rumah tangga kita, aku dan Lidia kenal sebelum kita menikah," jelas Beni, membuat hati Viola terluka. Ia kembali berpikiran buruk, suaminya lebih membela Lidia yang jelas mencari masalah duluan.
Viola menendang bagian sensitif suaminya, lalu berlari menuju ke dalam kamar. Ia mengunci pintunya dari dalam, agar Beni tidak masuk. Terpaksa Viola melakukan semuanya, ia tidak berniat menyakiti hanya saja merasa perlakuan Beni sangat mengesalkan.
Beni merasa kesakitan, dibagian masa depannya disakiti oleh istrinya sendiri. Suatu saat ia akan balas dendam, sampai Viola meminta ampun.
"Tuan, apa yang terjadi? Apa perlu kita panggilkan dokter?" tanya cleaning servis yang masih membersihkan teras.
"Bantu aku duduk saja," pinta Beni.
Untung saja cleaning servis yang datang keduanya seorang laki-laki, jadi Beni tidak begitu merasa malu. Beni menyuruh kedua cleaning servis kembali ke hotel, karena pekerjaan rumah bukan tugas mereka. Ia juga akan memberikan bonus besok pagi.
Setelah terasa membaik, Beni segera mencari Viola ke dalam kamar. Ia masuk menggunakan kunci cadangan, tanpa mendobrak pintu lebih dulu.
Viola terkejut melihat Beni masuk ke dalam kamar, apalagi raut wajahnya terlihat sangat marah. Ia bangkit dari atas ranjang, mencari kesempatan untuk kabur.
"Kamu pikir bisa pergi begitu saja!" Beni melepas kemejanya, lalu membuang ke sembarangan arah.
"Maafkan aku, Ben," ucap Viola ketakutan.
Tubuh Viola bergetar, Beni mendekatinya dengan dada telanjang. Otot perutnya terlihat menggoda, Viola sampai menutup kedua matanya agar tidak ternoda. Entah kenapa setiap Beni yang mendekatinya lebih dulu justru membuatnya takut, berbeda saat dirinya menyentuh lebih dulu.
Dugaan Viola ternyata salah, Beni hanya lewat didekatnya untuk mengambil handuk bersih yang masih terlipat rapi di dalam lemari. Seperti apa yang pernah Dika katakan, Beni bukan laki-laki menyentuh wanita asal-asalan.
"Besok aku akan ke luar kota," ucap Beni, mengambil sebuah koper untuk membawa pakaian yang akan dibawa.
"Bagus kalau kamu pergi," kata Viola. Ia merasa senang, bisa menikmati hari-hari sendirian tanpa terjadi keributan.
Ada satu hal yang membuat Viola khawatir, Beni mengatakan akan pergi bisnis dengan sekertaris di kantornya yang bernama Safira. Viola menjadi kepikiran, dan akan berusaha menghalangi kepergian suaminya.
"Safira dadanya sangat montok, tubuhnya juga terlihat menarik. Apa mungkin dia dan Beni ada hubungan?" tanya Viola dalam hati.
Malam ini rencananya Beni akan berangkat, ia menunggu Dika dan Safira datang. Mereka bertiga berangkat menggunakan mobil, agar lebih cepat sampai. Kebetulan kota yang mereka tuju masih tertinggal fasilitas umum, jadi belum ada bandara.
Melihat istrinya melamun, membuat Beni merasa gemas. Ia mengajak bicara, tetapi tidak ada sahutan sama sekali. Tiba-tiba Beni mengecup lembut bibir Viola, hingga membuat istrinya terkejut dan mendorongnya.
"Hukuman buat istri yang tidak patuh dengan suami," kata Beni tersenyum penuh arti.
"Gila kamu, Ben! Harusnya bilang dulu, biar mesra," ujar Viola, menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.
"Aku pergi dulu. Ingat pesanku, jangan coba-coba menemui laki-laki lain," pamit Beni, ketika mendengar klakson mobil yang dikendarai Dika.
Viola tidak mengantarkan Beni ke luar rumah, ia mengintip dari jendela kamarnya. Tangannya membentuk sebuah kepalan, ketika melihat seorang wanita cantik yang bernama Safira turun dari mobil menyambut Beni.
Semalam Viola tidak bisa tidur, hingga membuatnya merasa ngantuk di pagi hari. Ia membatalkan rencana peresmian perusahaan, karena Beni tidak bisa mendampingi dirinya. Padahal meresmikan perusahaan tidak memerlukan kehadiran suaminya.
Papa Winata berusaha memaklumi keputusan sang menantu, beliau menunda sampai Beni pulang dari luar kota. Kemungkinan Beni berada di luar kota selama satu minggu, ada proyek penting perusahaan Winata Grup yang harus ditangani.
Akan tetapi, Papa Winata sengaja tidak memberitahu ke Viola. Beliau tidak ingin proyek ini gagal, karena tujuannya untuk mengetahui apakah Beni serius bisa menjalankan perusahaannya atau tidak.
Berada di rumah sendiri, Viola merasa bosan. Ia mengajak Rani dan Desy pergi ke sebuah mall, berbelanja pakaian.
"Vio, lo mau beli apa sebenarnya? Bikin kita berdua capek aja, muter mulu." Desy mulai merasa lelah.
"Kita ke cafe aja yuk," ajak Viola.
"Hah! Apa lo bilang?" Rani menatap tidak percaya, dari dalam mall tiba-tiba mau ke cafe.
Mereka bertiga akhirnya menuju ke cafe yang ada di dalam mall, untuk menikmati kopi. Viola sebenarnya butuh saran dan tempat bercerita.
"Sebenarnya lo kenapa, Vio?" tanya Rani.
"Gue curiga sama Beni," jawab Viola sambil mengaduk-aduk minumannya.
"Beni selingkuh, Vio?" Desy penasaran.
"Bukan selingkuh, gue curiga dia lebih suka sama wanita yang dadanya montok gitu," balas Viola
Desy seketika menatap Rani, padahal Viola juga terbilang sangat seksi. Apalagi ketika mereka berdua mengajaknya ke salon, Viola benar-benar terlihat menggoda.
"Tidak mungkin, Vio. Gue gak percaya," kata Desy.
Viola menceritakan Beni pergi dengan sekretarisnya yang sangat seksi, dadanya terlihat menonjol dan sangat menarik. Namun, Rani dan Desy mengatakan kalau semua hanya kebetulan. Mereka juga menasehati Viola, agar tidak mudah curiga atau menyimpulkan sesuatu tanpa ada bukti kuat.
"Gimana kalau kita bertiga keluar kota untuk liburan?" Rani mempunyai ide membuat Viola terhibur juga, apalagi suaminya pergi kerja.
"Kita susul Beni aja." Viola merasa tidak bisa tenang, sebelum menyaksikan sendiri bagaimana suaminya berada di luar apalagi bersama seorang wanita.
Berhubung kedua sahabatnya setuju untuk menyusul Beni ke luar kota, Viola meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia segera menghubungi Papa Winata, mencari tahu di mana Beni pergi kerja.
Harus bersandiwara terlebih dahulu, untuk mengetahui keberadaan sang suami. Viola berpura-pura menangis, ketika menelpon Papa Winata agar diberikan alamat detailnya.
Setelah mengetahui di mana Beni menginap, Viola mematikan panggilan teleponnya. Ia kembali membicarakan dengan Rani dan Desy.
"Hotel berbintang di daerah sana mahal, Vio. Lo yakin bisa bayar?" tanya Desy.
"Kalian tenang saja. Ada ini," jawab Viola, menunjukkan sebuah kartu yang pernah diberikan oleh Beni.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳