NovelToon NovelToon
SCARLET TEARS: VANILLA AND VENGEANCE

SCARLET TEARS: VANILLA AND VENGEANCE

Status: tamat
Genre:Mafia / Roh Supernatural / Dark Romance / Tamat
Popularitas:97
Nilai: 5
Nama Author: isagoingon

"Aku mencintaimu, Hayeon-ah. Mungkin caraku mencintai salah, kacau, dan penuh racun. Tapi itu nyata." Jin Seung Jo.





PERINGATAN PEMBACA:

Cr. pic: Pinterest / X
⚠️ DISCLAIMER:

· KARYA MURNI SAYA SENDIRI. Cerita, karakter, alur, dan dialog adalah hasil kreasi orisinal saya. DILARANG KERAS mengcopy, menjiplak, atau menyalin seluruh maupun sebagian isi cerita tanpa izin.

· GENRE: Dark Romance, Psychological, Tragedy, Supernatural.

· INI BUKAN BXB (Boy Love). Ini adalah BxOC (Boy x Original Female Character).

· Pembaca diharapkan telah dewasa secara mental dan legal.





©isaalyn

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isagoingon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kunjungan Sang Penonton

Ketenangan yang menyelimuti pemakaman kecil di Jeju—seolah terjaga dalam waktu—tiba-tiba pecah oleh suara deru mesin mobil mewah. Junho, sosok yang tampak angkuh, membuka pintu dan matanya yang tajam melirik sekeliling, menyapu pemandangan sederhana yang seolah tak berdaya di hadapannya.

Sebuah senyum tipis, lebih mirip kedutan bibir yang sinis, muncul saat pandangannya tertuju pada tiga batu nisan yang berdiri tegak. Dia melangkah maju, langkahnya ringan namun penuh kesadaran—seolah setiap langkahnya mengganggu kedamaian yang ada. Dia berhenti di depan nisan Hayeon dan anaknya, seolah menanti jawaban dari dunia yang tak bisa berbicara.

"Jeong Hayeon," ucapnya, mencoba merasakan nama itu di bibirnya. "Kau lihat, Sayang? Aku datang menjengukmu."

Dia menunduk, seakan berbagi rahasia yang hanya bisa dimengerti oleh mereka berdua. "Seung Jo benar-benar hancur karena dirimu. Aku hampir tidak mengenalinya di akhir hayatnya," dia menghela napas, dramatis—seolah mengundang empati dari dunia yang tak peduli.

"Sangat menyedihkan," tambahnya, dengan nada yang lebih mirip ejekan.

Lalu, pandangannya beralih ke nisan kecil di samping, yang hanya bertuliskan "J.S.J." "Dan kau, Seung Jo-ah," suaranya kini sedikit lebih keras, penuh dengan rasa superioritas yang dingin. "Beristirahat di sini, ya? Menjadi penjaga abadi?" Dia terkekeh, suara tawa itu menggema di antara batu-batu nisan.

"Kau selalu terlalu dramatis," dia melanjutkan, berjalan mondar-mandir di antara ketiga nisan itu—seperti seorang kurator yang mengamati pameran seni yang dia sendiri yang atur.

"Aku memenangkan semuanya, Seung Jo. Segala yang kau bangun, sekarang milikku. Tapi..." Dia berhenti sejenak, wajahnya berkerut, seolah merasakan beban dari kata-kata yang tak terucap. "Semuanya terasa... membosankan. Tidak ada lagi perlawanan. Tidak ada lagi percikan."

Tatapannya kembali ke nisan Hayeon. "Mungkin kau yang terberuntung di antara kita, Sayang. Kau pergi sebelum semuanya menjadi membosankan. Sebelum kenyataan pahit bahwa tidak ada yang benar-benar memuaskan akhirnya menyergap."

Dia mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, dan menghirup dalam-dalam—asapnya mengepul, menciptakan kabut tipis di udara segar Jeju. "Aku tidak akan bilang aku merindukanmu, Seung Jo. Tapi... dunianya menjadi kurang menarik tanpamu." Dia memandang ke arah laut, seolah mencari jawaban di gelombang yang tak pernah berhenti.

"Mungkin suatu hari nanti, aku akan melakukan sesuatu yang gila. Sesuatu yang akan membuatmu tersenyum di alam baka, atau mungkin membuatmu mengutukku." Dengan gerakan yang angkuh, dia melemparkan rokoknya yang setengah habis dan menginjaknya di atas tanah suci pemakaman.

"Selamat tinggal, Hayeon. Selamat tinggal, bayi yang tak pernah lahir. Dan untukmu, Seung Jo... sampai kita bertemu lagi di neraka, atau di mana pun orang-orang seperti kita berakhir."

Dengan itu, Han Junho berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan ketenangan pemakaman yang kembali utuh—seolah tak pernah ada gangguan. Dia tidak meninggalkan bunga atau air mata. Hanya jejak rokok dan sebuah kekosongan yang bahkan kemenangan mutlak pun tak bisa isi.

Dia mungkin telah memenangkan kerajaan, tetapi dalam kunjungan singkatnya ini, terlihat jelas: dia adalah yang paling terasing dari semuanya, terkurung dalam sangkar kesendiriannya sendiri, selamanya menjadi penonton yang tidak pernah puas dari kehidupan—dan kematian—orang lain.

Setelah Junho pergi, suasana di pemakaman sejenak kembali hening. Hanya semilir angin laut yang membelai daun-daun camelia dan debur ombak di kejauhan. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.

Dari balik sebatang pohon pinus tua, seorang wanita paruh baya muncul—Nyonya Lee. Wajahnya tampak muram, matanya menyimpan campuran amarah dan kesedihan. Dia telah menyaksikan kunjungan Junho dari tempat persembunyiannya, dan kini dia mendekati makam Hayeon, membersihkan debu yang mungkin tertinggal dari kehadiran pria itu.

"Dia tidak pantas datang ke sini, Hayeon-ah," bisiknya pada nisan itu, suaranya bergetar. "Dia tidak pantas."

Dia ingat betul bagaimana Junho, dengan senyum sinisnya, sama beracunnya dengan Seung Jo. Mereka adalah dua sisi dari koin yang sama—keduanya menghancurkan kehidupan gadis malang yang kini beristirahat di bawah tanah ini.

"Sekarang dia merasa bosan," gumam Nyonya Lee, menirukan nada Junho. "Karena tidak ada lagi yang bisa dia sakiti."

Dia berlutut, merapikan karangan bunga yang dia bawa. "Tenanglah di sini, Sayang. Mereka tidak akan mengganggumu lagi."

Sementara itu, di tepi pantai tak jauh dari sana, seorang pria tua duduk di atas batu, memandang ke arah laut. Wajahnya keriput, tetapi matanya masih tajam. Dia adalah Kim Daejun, anak buah Seung Jo yang paling setia.

Setelah organisasi runtuh, Daejun memilih untuk pensiun dan menetap di Jeju. Dia tahu di mana makam atasannya berada, dan sesekali dia datang, bukan untuk berbicara, tapi hanya untuk duduk dan mengenang atau membersihkan dedaunan kering.

Dia melihat mobil mewah Jeonghan melintas tadi. Dia tahu siapa pemiliknya. Sebuah kedipan kebencian muncul di matanya, tapi kemudian memudar. Dia sudah lelah. Perang antar geng, balas dendam—semua itu terasa sangat jauh sekarang.

Dia berdiri, mengibaskan pasir dari celananya. Dia memandang ke arah bukit di mana Seung Jo dimakamkan. "Hyung-nim, kau lihat?" bisiknya pada angin. "Dia datang, tapi dia tidak menemukan apa yang dia cari. Seperti kita dulu."

Dia berpaling dan berjalan perlahan menyusuri pantai, meninggalkan jejak kaki di pasir yang tak lama kemudian akan dihapus oleh ombak.

Di pemakaman, Nyonya Lee masih duduk di dekat makam Hayeon, berdoa dengan khusyuk. Dia berharap Hayeon dan bayinya benar-benar telah menemukan kedamaian yang tidak mereka dapatkan dalam hidup.

Dan di sebelah makam mereka, di bawah batu nisan bertuliskan "J.S.J.", setangkai camelia liar tiba-tiba tumbuh, seakan-akan alam sendiri yang memutuskan untuk memberikan sedikit keindahan pada tempat peristirahatan terakhir seorang pria yang hidupnya penuh dengan kegelapan.

Masing-masing dari mereka—Nyonya Lee dengan penyesalannya, Daejun dengan kenangan setianya, dan Junho dengan kehampaan kemenangannya—membawa serta bagian mereka sendiri dari kisah tragis ini. Dan di pulau Jeju yang damai ini, di antara makam dan laut, kisah itu akhirnya menemukan akhirnya, meninggalkan hanya bayang-bayang yang perlahan-lahan memudar diterpa waktu dan angin laut.

Di tengah suasana sunyi pemakaman, Nyonya Lee masih terbenam dalam doanya, duduk di samping makam Hayeon—seolah waktu berhenti sejenak. Harapannya, oh, semoga Hayeon dan bayinya kini merasakan kedamaian yang tak pernah mereka temui semasa hidup...

Di sampingnya, di bawah nisan yang terukir "J.S.J.", sebuah camelia liar—seperti pesan dari alam—muncul dengan berani, seakan-akan ingin menyemarakkan tempat peristirahatan terakhir pria yang hidupnya dikelilingi oleh bayang-bayang kelam.

Mereka semua—Nyonya Lee yang terjebak dalam penyesalan, Daejun yang terikat oleh kenangan setia, dan Junho yang terbenam dalam kehampaan kemenangan—membawa beban masing-masing dari kisah tragis ini. Di pulau Jeju yang tenang ini, di antara deretan makam dan suara ombak, kisah itu akhirnya menemukan titik akhir... meninggalkan hanya jejak-jejak samar yang perlahan-lahan terhapus oleh waktu dan angin laut.

Ah, betapa menyedihkannya...

1
LOLA SANCHEZ
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
isagoingon: besok yaa kakkk!😄
terima kasih sudah mampirr!!
total 1 replies
Oralie
Larut malam ini tetap menunggu update dari thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!