Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Malam itu kota dipenuhi lampion. Warna merah, kuning, dan emas menggantung dari ujung jalan ke ujung lainnya. Suasana ramai anak-anak berlari sambil membawa lampion kecil, pasangan muda berkencan sambil tertawa, aroma makanan malam memenuhi udara.
Yun Sia terpana.
“Waaaah! Ayang! Ini keren banget! Ini festival apa sih?”
A-yang menatap lampion, lalu menatap Yun Sia. “Festival Musim Gugur.”
“Kenapa aku tidak tahu?” ujar Yun Sia sambil memutar badan seperti anak kecil.
“Kau baru masuk kota hari ini,” jawab Liyan sambil tersenyum.
Mochen menunjuk bangunan besar di tengah alun-alun. “Biasanya kaisar datang ke festival ini, tetapi tahun ini… beliau tidak bisa.”
Ucapan itu langsung membuat A-yang memelototinya.
Mochen cepat-cepat meralat. “Karena… pekerjaan! Ya, pekerjaan banyak. Kaisar tidak bisa keluar.”
Yun Sia mengangguk. “Benar juga. Menjadi orang kepercayaan kaisar pasti melelahkan ya, Ayang?”
A-yang memalingkan wajah. “Ya… melelahkan.”
Liyan dan Mochen ingin sekali berteriak,"ITU KAISARNYA ADA DI SAMPINGMU, NONA!"
Tapi tentu mereka diam.
Lampion Permohonan
Di sebuah lapak, seorang kakek penjual lampion menawarkan barang dagangannya.
“Ayo… ayo… tulis permohonan kalian di lampion! Bila diterbangkan bersama angin malam, permohonan akan didengar langit!”
Yun Sia langsung meraih satu. “AYANG! BELI SATU!”
A-yang menghela napas, tetapi mengeluarkan koin dan membayar tanpa komentari.
Yun Sia duduk di bangku kayu dan mulai menulis:
“Semoga aku bisa hidup tenang, punya banyak makanan, dan tidak mati konyol.”
A-yang menatap tulisan itu lama sekali.
Ada perasaan aneh menusuk dadanya seakan Yun Sia pernah hidup sangat keras.
“Sia… hidupmu sebelum ini… berat?”
Yun Sia mengangkat bahu. “Yah… biasa aja lah. Aku cuma… ya gitu. Hidup sendiri, kerja di dapur, jarang punya uang. Tapi aku bahagia kok.”
A-yang terdiam.
Ada sesuatu yang berkedut di dadanya.
“Sia.”
“Hm?”
“Aku ingin… memberikan hidup yang lebih baik untukmu.”
Yun Sia menatapnya lama.
Lama sekali.
Lalu—
“Eh? Ayang kenapa ngomong kaya calon suami gitu?”
A-yang langsung batuk ketiga kalinya hari itu.
Liyan menutup muka pakai tangan.
Mochen hampir tersedak air liur.
Menulis Lampion A-yang
Yun Sia mengambil lampion kedua dan menyerahkannya ke A-yang.
“Nah! Kau juga tulis!”
“Aku tidak perlu.”
“AYANG TULIS!”
“…baik.”
A-yang akhirnya menulis sesuatu. Yun Sia mencoba mengintip, tapi A-yang menutup lampionnya seperti orang menyembunyikan rahasia negara.
“Ayang… tulis apa?” tanya Yun Sia penasaran.
“Tidak penting.”
“AYAAANGG~”
“…Sia.”
“AYAAAAAANGG~ kasih liat!”
A-yang menyerah. Ia memiringkan lampion, memperlihatkan tulisan singkat namun sangat dalam:
“Semoga Yun Sia tetap berada di sisiku.”
Jantung Yun Sia berhenti satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
“Eeh…?”
A-yang memalingkan wajah lagi. “Angin malam terlalu dingin.”
Liyan & Mochen di belakang mereka berkata dalam hati, "Dingin apanya?! Itu orang habis nulis permohonan cinta paling jelas sedunia!"
Lampion Terbang dan Tangan yang Tertaut
Keduanya berjalan ke tepi sungai tempat lampion diterbangkan. Angin lembut bertiup.
Yun Sia memegang lampionnya. “Ayang, kita terbangkan bareng ya.”
A-yang berdiri di sampingnya.
Lampion menyala dari dalam, hangat, indah.
“Siap?”
“Siap.”
Saat mereka melepaskannya bersamaan…
Angin membawa lampion itu ke langit perlahan.
Cahaya merah melayang naik.
Yun Sia tersenyum.
Tanpa sadar, A-yang menatap wajah gadis itu.
Lalu…
Tangan A-yang bergerak.
Perlahan.
Ragu.
Namun akhirnya menyentuh jari Yun Sia.
Yun Sia menoleh. “Hm?”
A-yang bersuara datar, tapi jantungnya kacau:
“Supaya tidak hilang.”
Yun Sia menahan senyum. “Aku tidak akan hilang, Ayang.”
A-yang menggenggam sedikit lebih erat.
----
Saat mereka hendak pergi, Mochen tiba-tiba muncul di depan mereka.
“Yang Mu... Tuan! Ada seseorang mengikuti kita!”
A-yang langsung berubah dingin. “Dimana?”
“Di ujung gang belakang. Liyan sedang mengejar.”
Yun Sia menggenggam tangan A-yang. “Eh? Ada orang jahat lagi?”
A-yang menoleh. “Sia, kau tetap di belakangku.”
“Tapi—”
“Sia.”Hanya satu kata itu.
Yun Sia akhirnya mengangguk pelan.
Mereka bertiga bergerak cepat ke gang kecil.
Di sana, Liyan sudah berhadapan dengan sosok berpakaian hitam. Orang itu melompat di atas genteng, berusaha kabur.
A-yang mengejar tanpa pikir panjang.
Mochen ikut, Liyan juga.
Yun Sia di bawah, berteriak, “AYANG JANGAN TERLALU CEPAT! AKU NGGAK BISA LARI SECEPAT—”
“TAAIII!!!”
Ia terpeleset kulit jeruk di lantai dan berguling tiga kali.
Mochen menoleh ke A-yang. “Tuan! Nona Yun Sia jatuh!”
A-yang langsung berhenti mengejar dan balik arah secepat kilat.
Musuh?
Lewat.
Penghianat?
Lewat.
Yun Sia jatuh? Itu DARURAT NASIONAL.
A-yang langsung menghampiri Yun Sia dan mengangkatnya dengan satu tangan.
“Sia! Kau baik-baik saja?!”
Yun Sia duduk sambil menggosok pantat. “Aku baik. Cuma… pantatku hilang martabat.”
Liyan dan Mochen gemetar menahan tawa.
A-yang memeriksa lututnya, lengannya, telapak tangannya. “Kau terluka?”
“Tidak, Ayang. Aku cuma jatuh keseleo ego.” jawab Yun Sia
A-yang menahan wajahnya agar tidak tersenyum.
“Mulai sekarang,” katanya pelan tapi tegas,
“Aku akan memegang tanganmu setiap kali kita berjalan.”
Yun Sia berkedip. “Eh?”
A-yang meraih tangannya.
Menggenggam.
“Supaya kau tidak jatuh lagi.”
Yun Sia: “Ayang… sebenarnya kau itu kaisar kan?”
A-yang: “…”
Liyan & Mochen: “!!!”
A-yang batuk keras. “Tentu tidak.”
“Oh.” Yun Sia langsung percaya. “Kupikir kau terlalu misterius untuk orang biasa.”
“…itu karena aku suka kau.”
Liyan tercekik.
Mochen tersedak napas.
Yun Sia, “Hah? Kau ngomong apa?”
A-yang memalingkan wajah lagi. “Angin malam… terlalu berisik.”
---
Lampion-lampion masih naik ke langit.
A-yang memegang tangan Yun Sia erat.
Di kejauhan, orang misterius yang kabur tadi berdiri di atas atap, menatap mereka.
“ itu gadis yang membuat kaisar lupa tugasnya?”Ia tersenyum tipis. “Permainan baru saja dimulai.”
Bersambung