NovelToon NovelToon
Twelves Trials Of Fate (Myth Vs Human)

Twelves Trials Of Fate (Myth Vs Human)

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Akademi Sihir / Perperangan / Action / Mengubah sejarah / Iblis
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: See You Soon

Pada tahun 2086, umat manusia berdiri di puncak kejayaan teknologi. Negara-negara besar bersatu di bawah Proyek Helios. Yaitu percobaan menciptakan sumber energi tak terbatas dengan memanipulasi ruang dan materi gelap.

Namun pada malam ketika Helios Reactor diaktifkan untuk pertama kalinya, sesuatu terjadi. Langit di atas Samudra Pasifik retak seperti kaca yang dilempar batu. Membentuk celah raksasa bercahaya ungu, berdenyut seperti nadi dunia yang terluka.

Seekor makhluk bersisik emas, bersayap seperti petir, mengaum di atas laut. Lalu menyusul bayangan-bayangan lainnya. Raksasa dari batu, wanita bersayap burung gagak, bahkan binatang bertanduk dari legenda kuno.

Nuklir ditembakkan, senjata diluncurkan. Sebuah kedatangan para makhluk mitologi yang mengancam ras manusia.

Hingga terbentuklah 12 pertandingan untuk menghentikan peperangan akbar itu. Panah melawan mesiu, otot melawan baja, sihir melawan sains.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon See You Soon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akhir dari Pertandingan Ketiga

...The Last Shinobi vs The Prince of Light from Elf Kingdom...

...#10...

Kepala Caelendir tergeletak di atas lantai marmer altar, namun matanya belum tertutup. Ia masih menatap langit arena, di mana cahaya suci perlahan mulai redup menjadi jingga pucat. Hayama berdiri tak jauh darinya, tubuhnya setengah bersimbah darah. Antara darah lawan, dan darahnya sendiri.

Suara lirih keluar dari bibir Caelendir, bergetar di udara.

“Kau tahu, manusia… bagi bangsaku, kegelapan bukan hanya sekadar bayangan. Ia adalah mimpi buruk yang pernah hidup.”

Hayama tak menjawab. Ia hanya mendengarkan, napasnya tersengal, tatapannya dalam namun kosong. Seperti seseorang yang tahu bahwa kemenangan ini tidak pantas untuk dirayakan.

“Aku masih kecil saat itu…” lanjut Caelendir. “Gerhana datang saat tengah hari. Jam matahari masih menunjuk puncak, tapi dunia tiba-tiba menggelap. Ayahku, Raja Elenvar ke XVI, berteriak agar seluruh lentera segera dinyalakan. Tapi kami kalah cepat. Cahaya padam sebelum seluruh lentera menyala.”

Ia menatap ke langit, seolah melihat kembali masa itu.

“Dan dari bayangan itulah mereka muncul… Noctyra. Makhluk yang diciptakan dari kegelapan murni. Tubuh mereka seperti kucing dengan ekor kalajengking, tapi yang paling mengerikan… mereka tidak datang membawa gelap. Mereka menjadi gelap itu sendiri. Anak-anak kami lenyap di bawah cakar mereka. Yang bahkan jeritan tak sempat untuk keluar dari mulut kami.”

Suara Caelendir bergetar, matanya berembun.

“Malam itu, seluruh Illyrien diselimuti sunyi. Dan ayahku, seorang raja yang dianggap dewa oleh rakyatnya, menangis di depan api. Sejak malam itu, kami hidup dalam cahaya, takut pada setiap bayangan yang bergerak.

Dan aku tumbuh dengan ketakutan itu. Aku membenci gelap… sama seperti aku membenci mereka yang bersembunyi di dalamnya.”

Ia menarik napas panjang, menatap Hayama.

“Lucu, bukan? Kini aku mati oleh seseorang yang menjadikan bayangan sebagai tempatnya berlindung?”

Hayama perlahan mendekat. Ia berlutut di samping kepala itu, menatapnya tanpa kata.

Cahaya altar memantul di wajahnya yang masih tertutup kain hitam.

“Kau bertarung demi cahaya,” kata Hayama pelan. “Aku bertarung demi bertahan di dalam kegelapan.

Tapi bagiku… terang bukanlah tempatku. Terlalu lama di bawahnya, maka aku bisa mati. Aku tidak mencintai bayangan. Aku hanya tidak punya tempat lain.”

Caelendir tersenyum samar.

“Maka… mungkin kita tak sepenuhnya berbeda, manusia.” Ia terdiam sejenak, lalu menatap Hayama lebih dalam.

“Izinkan aku… melihat wajahmu untuk terakhir kali.”

Hayama menatapnya lama. Hening. Lalu dengan tangan gemetar, ia perlahan menarik kain hitam yang senantiasa menutupi wajahnya. Cahaya altar jatuh di pipinya, penuh luka, dengan gurat maya lembut dan gurat letih di wajahnya. Hanya manusia biasa. Tidak seperti seorang pembunuh, melainkan seseorang yang terlalu lama hidup dalam kesunyian.

Caelendir tertegun. Tatapannya melembut, dan senyum damai tersungging di wajahnya yang berlumuran darah.

“Wajah itu…” bisiknya lirih, nyaris seperti doa, “kau seseorang yang berhati lembut.”

Ia menatap cahaya altar yang makin meredup, lalu kembali menatap Hayama dengan mata yang mulai kehilangan fokus.

“Mulai saat ini, kami tidak akan lari lagi dari bayangan. Kami akan melawannya… dan hidup bersamanya.”

Matanya perlahan tertutup. Senyum terakhirnya tetap di sana. Bukan senyum keangkuhan, melainkan penerimaan.

Dan saat kepalanya benar-benar terdiam, cahaya altar yang menyinari mereka pun padam sepenuhnya, meninggalkan keduanya. Sang penjaga cahaya, dan sang penjelajah bayangan. Dalam keheningan yang sama.

Seisi Colosseum terdiam.

Tak ada lagi sorak, tak ada lagi teriakan. Hanya suara lembut butiran kristal putih yang berjatuhan dari tubuh sang pangeran cahaya, Caelendir. Tubuhnya perlahan memudar, menjadi debu bercahaya yang menari menuju langit. Meninggalkan luka, namun juga sebuah pelajaran. Bahwa kegelapan tak seharusnya menjadi musuh bagi cahaya.

Kata-kata terakhirnya menggema di hati setiap elf yang hadir. Air mata mengalir di wajah mereka saat menyaksikan pangeran yang mereka cintai berangsur hilang, namun senyum damai tetap menghiasi wajahnya hingga partikel terakhirnya lenyap di udara.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka, para elf tak lagi takut pada malam.

Sang Libra berdiri perlahan dari singgasananya. Cahaya lembut memancar dari timbangan emas di tangannya, sementara bintang-bintang di langit Colosseum tampak berkelip seirama dengan suaranya yang lembut:

“Aku yang akan menjadi penjaga bagi kalian dari atas angkasa. Dengan cahaya yang lembut dan tak menyilaukan. Bersama saudaraku dari rasi bintang. Mulai malam ini, dan malam seterusnya. Langit takkan lagi sekelam dahulu. Berbahagialah, wahai para elf,

karena aku yang akan menjadi penerang kalian di waktu malam. Meneruskan perjuangan Pangeran kalian. Pangeran Caelendir,"

Suara Sang Libra menggema ke setiap sudut Colosseum. Kata-katanya mengguncang hati mereka yang tengah berduka. Ratapan berubah menjadi doa, dan di balik air mata, tumbuh secercah harapan baru.

Kemudian, dari singgasana barat, Presiden berdiri. Dengan suara lantang dan penuh wibawa, ia berkata:

“Dan jika kalian berkenan, wahai ras elf...

umat manusia akan membuatkan kalian lentera abadi yang tak pernah padam.

Kami menyebutnya lampu. Cahaya yang lahir. Bukan dari sihir, bukan pula dari api, melainkan dari kaca dan aliran listrik.”

Seorang tetua elf berdiri di antara tribun, matanya yang teduh memandang sang presiden.

“Apakah kau yakin, cahaya itu akan terus menyala selamanya?”

Presiden tersenyum tenang.

“Kami yakin. Karena kami telah menemukan kekuatan bernama energi listrik. Mirip dengan sihir petir, namun itu telah kami jinakkan,

dan kami ubah menjadi sinar kehidupan.”

Bisik kagum terdengar di antara barisan elf. Mereka menatap manusia dengan rasa heran bercampur hormat. Dalam benak mereka, tumbuh kesadaran bahwa ada kekuatan lain di luar sihir. Kekuatan yang lahir dari akal dan juga pengetahuan.

“Yeah! Aku juga bersedia untuk membangun jaringan listrik di kerajaan kalian," ucap seorang teknisi dari kubu manusia dengan semangat.

“Dan aku akan menghiasnya dengan ornamen bercahaya agar kerajaan kalian tampak lebih indah di malam hari!” sambung seorang seniman.

Kali ini, Colosseum tak lagi memisahkan dua kubu. Suara tawa dan tepuk tangan menggema bersahutan. Manusia dan elf, yang sebelumnya berperang dalam cahaya dan bayangan, kini berdiri bersama di bawah langit yang sama.

Tangisan para elf perlahan mereda, berganti dengan senyum.

Dan di antara gemuruh tepuk tangan dari kubu manusia, satu makna bergema di udara:

“Kali ini, kalian tidak sendiri.”

Yue berdiri di balkon tertinggi, menatap ke setiap tribun dengan mata yang tak lagi berkilau seperti biasanya. Dalam pikirannya, bergejolak sebuah tanya yang tak sesendiri. Mungkinkah, suatu hari nanti, manusia dan mitologi benar-benar dapat hidup berdampingan tanpa harus saling menumpahkan darah?

Angin berembus sejuk, mengibarkan delapan ekor halusnya yang tersisa. Satu telah hilang dalam pertarungan sebelumnya, dan kehilangannya masih menyisakan getar di hati. Tatapan Yue merunduk. Setiap kemenangan, rupanya selalu menuntut sesuatu untuk dikorbankan.

Kini ia mulai mengerti. Mengerti akan arti kehilangan yang sebenarnya. Sesuatu yang dulu hanya ia dengar dalam sebuah kisah.

Kehilangan yang membuat dada terasa sesak, dan mata tiba-tiba hangat tanpa alasan.

Ia menatap ujung ekor-ekornya, perlahan menyadari bahwa kekuatan sejati mungkin tidak datang dari kemenangan, melainkan dari luka yang pernah ia alami.

“Apakah mungkin,” ucapnya lirih, “kehilangan seseorang yang dicintai benar-benar sesakit itu?”

Bagi ras Huli Jing, kematian bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Mereka hidup panjang, berpisah hanya karena usia atau takdir alam. Tak pernah ada darah yang tumpah, tak pernah ada tubuh yang runtuh di hadapan mereka.

Namun hari ini, Yue menyaksikan semuanya.

Tubuh sang elf perlahan memudar. Menjadi debu hijau yang lembut, berterbangan ditiup angin, seolah alam sedang menidurkannya dengan kasih.

Yue menatap debu itu hingga lenyap dari pandangan.

“Sepertinya, masih banyak hal di luar sana yang belum aku mengerti,” katanya pelan, hampir seperti doa yang ditelan angin.

1
Wida_Ast Jcy
berasal dari negeri Jepang ya thor
Mingyu gf😘
apakah syaratnya???
Mingyu gf😘
sihinobi itu apa
Hanik Andayani
membanggakan diri
iqbal nasution
simbol beban...
iqbal nasution
ada manusia yb berani menantang langit
Irfan Sofyan
antara ada dan tiada😁
Irfan Sofyan
kalau tidak mudah kena ilusi begitu berarti dia punya senjutsu😁🙏
Vᴇᴇ
wah auto praktekin ke tetangga sebelah yg suka gunjing ah
Chimpanzini Banananini: woi woi astaghfirullahalazim/Skull//Skull/
total 1 replies
Vᴇᴇ
troll itu sejenis apa ya? dari dulu familiar sama nama ini cuma masih abu" sama wujudnya
Chimpanzini Banananini: troll itu mirip raksasa, tapi tubuhnya bungkuk
total 1 replies
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
yeee, curang kok bangga 🗿
Chimpanzini Banananini: waduhh ketahuan cik😂
total 1 replies
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Curang/Curse//Curse/
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Weh, sampek tahu mode tembakannya 🗿
Chimpanzini Banananini: /Casual//Casual//Casual//Casual//Casual/
total 3 replies
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
keren/Doge//Good//Doge/
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
bisa-bisanya kepikiran nih authornya 🤣
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
keren/Scream//Scream/
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Ini yang bikin susah nulis dialog karakter berkedudukan atas🤣 kaku semua. disuruh gak kaku juga susah
Chimpanzini Banananini: wkwk ya namanya juga profesional meng. masa pake bahasa gaul sksksk
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
jadi naga pergi. kembali lagi gak🤔🤔🤔
Wida_Ast Jcy: ah.... gk seru ah... ksh tau donk thor
total 2 replies
Wida_Ast Jcy
sama sama menyimpan dendam gak tuh
Chimpanzini Banananini: iya nih hiks
total 1 replies
ADI PRATAMA
hai, aku kila
Chimpanzini Banananini: lah jir lanang
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!