NovelToon NovelToon
Sang Pewaris Tersembunyi

Sang Pewaris Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Identitas Tersembunyi / Elf
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Momoy Dandelion

Dalam bayang-bayang dendam, kebenaran menanti untuk diungkap.
Acalopsia—negeri para elf yang dulu damai—kini gemetar di ambang kehancuran. Serangan kaum orc tak hanya membakar ladang, tapi juga merobek sejarah, menghapus jejak-jejak darah kerajaan yang sah.
Revalant, satu-satunya keturunan Raja R’hu yang selamat dari pembantaian, tumbuh dalam penyamaran sebagai Sion—penjaga sunyi di perkebunan anggur Tallava. Ia menyembunyikan identitasnya, menunggu waktu, menahan dendam.
Hingga suatu hari, ia bertemu Pangeran Nieville—simbol harapan baru bagi Acalopsia. Melihat mahkota yang seharusnya menjadi miliknya, bara dendam Revalant menyala. Untuk merebut kembali tahta dan membuktikan kebenaran masa lalu, ia membutuhkan lebih dari sekadar nama. Ia membutuhkan kekuatan.
Dilatih oleh Krov, mantan prajurit istana, dan didorong tekad yang membara, Revalant menempuh jalan sunyi di bawah air terjun Lyinn—dan membangunkan Apalla, naga bersayap yang lama tertidur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26: Pesta Perjamuan Istana

Langit senja di atas Acalopsia berpendar lembut, seolah memberi restu pada malam yang akan dipenuhi kilau dan diplomasi. Istana utama—Velrathion—berdiri dengan keanggunan yang tak tertandingi, menampakkan kubah peraknya yang menyala keemasan diterpa cahaya terakhir matahari. Jendela-jendela kristal memantulkan sinar, seperti cermin dunia yang menyaksikan pesta kaum agung.

Di dalam aula agung istana, kemegahan telah ditata dengan sempurna. Lampu-lampu sihir menggantung melayang, berputar pelan seperti bintang yang turun dari langit. Tirai-tirai sutra biru tua bergelombang dari langit-langit tinggi, dan meja-meja panjang penuh dengan hidangan: roti gandum dari Fayye, buah segar dari Eloyid, dan tentu saja—anggur dari Tallava, yang harum dan berkilau dalam cawan kristal.

Di ujung ruangan, pada singgasana yang terbuat dari batuan kristal bening berurat perak, Raja Tigris dan Ratu Elmarelle duduk dengan anggun, memandangi pesta dengan wajah tenang, seolah menyatu dengan tahta mereka yang memantulkan cahaya dari segala arah.

Tamu-tamu dari berbagai klan bangsawan berdatangan dengan jubah-jubah mewah dan perhiasan berkilau. Perjamuan malam itu bukan hanya simbol kehormatan, tetapi juga medan diplomasi halus—tempat tersiratnya pujian, sindiran, dan siasat yang dirangkai dalam kalimat sopan.

Di tengah keramaian itu, Pangeran Nieville berdiri sendirian, menyandarkan diri pada salah satu pilar besar berhias ukiran daun angin. Ia memutar gelas anggurnya perlahan, memandangi cairan ungu tua di dalamnya tanpa minat. Anggur dari perkebunan Tallava. Harum. Sempurna. Tapi malam ini, bahkan rasa terbaik pun hambar di lidahnya.

Ia menyesapnya pelan, sekadar memenuhi sopan santun.

Langkah berat terdengar mendekat. Dua sosok dalam balutan jubah hijau tanah muncul dengan langkah hati-hati. Petra, kepala keluarga Fayye, dan putranya, Romanel, berhenti di hadapan sang pangeran. Mereka menunduk dalam.

“Yang Mulia Pangeran…” suara Petra dalam dan hati-hati. “Kami datang… untuk menyampaikan permohonan maaf atas insiden yang terjadi selama kunjungan Anda ke tanah kami.”

Nieville tak mengubah posisinya. Hanya mengangkat gelasnya sedikit—bukan untuk bersulang, tapi sebagai tanda bahwa ia mendengar.

“Perilaku anak kami... benar-benar di luar dugaan. Kami telah memberinya teguran keras. Dan atas nama kehormatan Fayye, kami siap menerima keputusan apapun dari pihak istana.”

Nieville menatap Petra, matanya tenang seperti danau dalam yang tak terlihat dasarnya. Ia bicara perlahan, hampir seperti gumam:

“Aku tetap mencintai wilayahmu. Ladang-ladang gandummu, udara paginya, suara petani yang menenangkan... Tapi mungkin, aku tak akan pernah kembali ke sana.”

Petra menunduk, tanpa menjawab. Romanel menahan napas, lalu mengikut ayahnya mundur perlahan. Kata-kata pangeran itu bukan kutukan—tapi penyesalan. Dan itu terasa jauh lebih berat. Pangeran Nieville terkenal dengan sikapnya yang tegas. Sekali dikecewakan, ia tidak akan memberi kesempatan.

Beberapa waktu kemudian, langkah baru datang—berbeda. Lebih percaya diri, bahkan terlalu percaya diri. Seorang pria dengan jubah merah marun berhias sulaman emas mendekat, di sampingnya berdiri seorang gadis dengan rambut berkilau dan mata lembut.

Bangsawan Tallava, dengan senyum besar yang dibuat-buat, menunduk singkat. “Yang Mulia,” sapanya ceria. “Kami berharap anggur panen tahun ini cukup layak untuk disajikan di malam yang agung ini.”

Nieville meliriknya, tersenyum tipis. “Cukup… untuk menjaga kesopanan.”

Di samping bangsawan itu, Natu, putrinya, tersenyum. “Pujian dari pangeran terdengar… sangat dingin malam ini.”

Nieville tidak menanggapi. Matanya sibuk menyapu aula, menelusuri barisan para tamu.

“Zenithia tidak hadir malam ini?” gumamnya pelan, seolah bertanya pada udara.

Bangsawan Tallava terdiam sejenak. Natu menoleh ke arah pangeran, tapi tak berkata apa-apa. Ada isyarat yang tak terucap dalam sorot matanya.

Nieville kembali menatap anggur di tangannya. Untuk pertama kalinya malam itu, ia benar-benar menyesapnya—dan mendapati rasa pahit yang mengendap di lidahnya.

Sementara lampu sihir dan gelas anggur menyala di Velrathion, dalam kesunyian Nevaria. Hanya ada cahaya bulan dan aroma bunga kamilia yang mekar di antara pilar kristal.

Tak ada suara musik. Tak ada tawa. Hanya alunan angin lembut yang menyentuh pepohonan tua, dan desir air dari sungai kecil yang mengalir di balik altar.

Di tengah pelataran batu yang dikelilingi pilar kristal, Zenithia berlutut. Jubahnya berwarna putih lembut, sederhana, tanpa perhiasan mencolok. Rambut pirangnya tergerai, menyentuh bahu, bergerak ringan setiap kali angin berhembus pelan. Di hadapannya, cahaya altar menyala temaram, memantulkan bayangan lembut pada wajahnya yang teduh.

Tangan gadis itu bersedekap di dada. Bibirnya bergerak pelan, nyaris tanpa suara.

“Lumelith yang agung… jika jalanku lurus, tuntun aku. Jika tidak, maka patahkanlah niatku sebelum ia menjadi luka bagi yang lain...”

Ia memejamkan mata. Cahaya dari altar berdenyut lembut, seolah menjawab—atau sekadar menyaksikan.

Langkah lembut terdengar dari sisi kanan pelataran. Seorang pendeta tua mendekat perlahan, jubahnya menyeret lantai batu.

Xiberius.

Ia berhenti di dekat Zenithia tanpa berkata apa pun untuk beberapa saat. Hanya menatap punggung sang nona bangsawan yang teguh berdoa. Bahkan saat semua bangsawan berkumpul di istana untuk berpesta dan bersiasat.

“Zenithia,” panggilnya dengan suaranya serak namun lembut.

Zenithia membuka mata perlahan, lalu menoleh. Ia tersenyum, walau sorot matanya menyiratkan beban yang disembunyikan.

“Aku memilih datang ke sini,” katanya sebelum ditanya. “Istana… terasa terlalu riuh untuk hati yang sedang ragu.”

Xiberius mengangguk perlahan. “Maka kau telah membuat pilihan yang tepat. Dalam riuh, suara langit jarang terdengar. Tapi di tempat sunyi... kadang ia menyentuh kita tanpa suara.”

Ia duduk di bangku batu di dekat altar. “Kau anak yang baik, Zenithia. Dan kekuatan itu, pada zaman ini, adalah sesuatu yang langka.”

Zenithia menunduk. Jemarinya mengepal lembut di atas lututnya. “Aku tak tahu… apakah kebaikan itu cukup. Atau hanya membuatku tampak lemah.”

Xiberius menatapnya dalam-dalam. “Kebaikan tak pernah membuatmu lemah. Ia hanya menuntut lebih banyak keberanian daripada kebencian.”

Diam sejenak. Lalu suara Zenithia terdengar lirih:

“Aku … mencintainya.”

“Pangeran Nieville…”

“Tapi aku tahu… ia tak pernah benar-benar memandangku seperti aku memandangnya.”

Ia mengangkat wajahnya, menatap langit malam yang terbuka di atas pilar Nevaria. “Tapi aku tak ingin menjadi beban. Jika cintaku menghalangi jalannya… maka aku akan menyerahkannya pada kehendak Lumelith.”

Xiberius mengangguk, lambat. “Mereka yang mencintai dan bersedia melepaskan... adalah jiwa-jiwa yang paling layak untuk diberi.”

Ia berdiri kembali. “Doamu malam ini telah sampai. Biarlah langit memutuskan, dan jaga hatimu tetap jernih.”

Zenithia menunduk penuh hormat saat Xiberius berlalu, meninggalkannya sendiri di tengah pelataran.

Malam itu, di bawah bintang yang dingin, Zenithia memeluk doanya. Ia tak tahu ke mana takdir akan membawanya. Tapi satu hal ia yakini: ia ingin tetap menjadi dirinya sendiri—seorang putri yang mencintai… dalam diam… dalam doa yang tulus.

1
vj'z tri
ish ish ish rauk kurang jelas brifing nya 🤭🤭🤭 dah tau yang di bawa orc otak nya cuma 1/2 🤣🤣🤣🤣🤣lagian bawa anak orang gak di kasih makan kan jadi lapar 🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
serangan orc tiba tiba ..pasti ada dalang nya ini 😤😡😤😡😤
vj'z tri
kalian salah matahari yang asli masih bersembunyi dia adalah Sion
vj'z tri
pangeran sadar lah akan hati mu sebelum ia pergi dan menghilang 🥹🥹🥹
vj'z tri
semoga Sion di pinjami kitab nya 🤭😁🥳
vj'z tri
naga kah 🤔🤔🤔
vj'z tri
dasar pemuda kurang kerjaan ,😤😤😤😤
vj'z tri
duarrrrr sekarang terbuka sudah biang Lala nya 😱😱😱😤😤😤😤
vj'z tri
pasti ada mata mata 🤔🤔🤔
vj'z tri
iyeee tar lu yang di masak mimbo 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
terpesonaaaaaa aku terpesonaaaaaa memandang memandang wajah mu yang manissss 💃💃💃
vj'z tri
semangat Thor up nya 🥳🥳🥳
vj'z tri
waktu nya belajar pedang semangat Sion 🎉🎉🎉
vj'z tri
ayo Sion beritahu paman mu 😁😁😁
vj'z tri
aura putra mahkota terlihat cuyyyy 🤩🤩🤩🤩 lanjuttt guysss
vj'z tri
pencuri 😤😤😤😤😤😤
vj'z tri
merindukan paman 😁😁😁
vj'z tri
Sion semoga kau kembali dengan selamat ....petualangan di mulai 🎉🎉🎉
vj'z tri
jangan sampai sissel di tuduh mencuri 🤨🤨🤨🤨🤨
vj'z tri
dukun u gak mempan bro 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 nieville gak tertarik 🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!