Puspa adalah seorang janda berusia 25 tahun yang secara tidak sengaja menemukan sebuah pusaka mistis.
pusaka itu memiliki ilmu pemikat yang sangat kuat, dengan bermodalkan pusaka itu Puspa membuat sumpah, "semua lelaki bajingan harus mati!"
Puspa membuat sumpah seperti itu karena dia dulu hanya di buat mainan oleh mantan suaminya Alexander seorang pengusaha dari jakarta, akankah Puspa berhasil balas dendam kepada Alexander bermodalkan sebuah Pusaka yang berbentuk Tusuk Konde itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hukuman untuk Tiran
Jelas mana mungkin puspa mau untuk memuaskan dan melayani preman ini? Dari pada harus mendengar ocehan preman ini puspa memilih untuk pergi, namun ucapan selanjutnya dari preman ini membuat puspa mengurungkan niatnya.
"Ayo ikut aku, nanti kamu yang akan ngurus dan kasih makan anak-anak gelandangan itu!"
Memberikan anak anak gelandangan makan? Apakah preman ini semacam mafia yang mempekerjakan anak di bawah umur secara ilegal?
"Rumah mas di mana?" Terpaksa pada saat ini puspa memilih untuk mengalah agar bisa mengetahui kebenaran di balin ucapan preman ini.
"Panggil aku mas tiran!" Ucap preman itu.
"Nggih mas tiran.." ucap Puspa dengan tenang.
"Ayo ikut aku!" Tiba tiba tiran menarik tangan puspa menuju ke arahnya datang, merasakan tangan puspa yang halus dan kenyal membuat tiran tidak sabar untuk segera sampai ke rumah.
Wajah tiran berubah menjadi mesuem dia berjalan dengan cepat sambil menarik tangan puspa, di benak tiran dia sudah membayangkan beberapa macam gaya yang akan di lakukannya bersama puspa di kamar, termasuk Gaya Helikopter.
Hingga akhirnya mereka tiba di pinggir jalan dan terparkir sebuah sepeda motor supra mbrodol.
Puspa langsung di bonceng oleh tiran menuju ke sebuah arah, tiran memaksa kedua tangan puspa untuk memeluknya, sementara itu tangan tiran mengelus ngelus dengkul puspa.
Tiran begitu semangat pada saat ini, dia langsung menggas motornya dengan lebih cepat.
Apa yang tidak tiran sadari saat ini sorot mata puspa menunjukan sorot mata membunuh yang sangat tajam menatap ke arah punggung tiran. Tentu saja puspa masih menahan untuk tidak menancapkan tusuk konde itu, karena pus0a harus tiba di rumah tiran dan mencoba melihat apa yang ada di sana.
Ternyata pada saat ini puspa di ajak ke pulau mengare.
Apa itu pulau mengare? Pulau mengare adalah pulau yang mepet dengan pulau jawa dan di pisahkan oleh semacam sungai.
Bagi yang tidak tahu sebenarnya ujung dari sungai bengawan solo sebenranya berada di mengare ini, namun oleh pihak belanda sungai bengawan solo di buatkan semacam sodetan menuju ke arah gresik utara, sebab kalau tidak seperti itu endapan lumpur dan sungai bengawan solo akan menyatukan pulau jawa dengan pulau madura, sepertinya belanda tidak ingin kedua pulau besar itu bersatu.
Pulau mengare terdapat tiga desa di mana rumah yang ada di sana tidak begitu padat, jarang jarang dan masih banyak perkebunan pisang dan tambak kecil di pinggirannya.
Tidak lama kemudian puspa tiba di sebuah rumah yang terlihat kumuh dan berdiri sendri di pinggiran tambak tidak terawat.
"Ayo masuk!" Ucap tiran sambil menarik puspa masuk ke dalam rumah yang tidak terawat itu.
Ketika memasuki rumah itu puspa langsung menatap 3 orang anak kecil yang sedang memakan nasi basi. Tampilan mereka sangat kurus dan dekil seolah tidak pernah mandi.
Hati puspa langsung terenyuh, dia berhenyi seketika, tiran kaget ketika puspa berhenti.
"Mereka siapa, mas?" Tanya Puspa
"Hais, mereka ini cuma anak anak gelandangan! Tenang saja mereka sebentar lagi akan pergi untuk mengemis, nanti uangnya buat kamu sayang.." jawab tiran.
Dengan suara lantang puspa berucap, "nak, minta tolonglah kalau kalian mau merubah hidup kalian..."
Baik tiran dan ketiga anak itu kaget dengan ucapan puspa yang tidak di sangka-sangka.
"Minta tolong?" Ketiga anak itu langsung saling tatap dengan bingung, ketiganya kembali menatap puspa.
Entah mengapa ketika mereka menatap wajah puspa yang berada di bawah caping gunung itu, api semangat di hati ketiga anak kecil ini langsung berkobar kobar. Mereka seolah mendapatkan harapan setelah lama di tindas.
"Mbak tolong kami!"
"Kami ingin hidup seperti anak anak seusia kami!"
Puspa tersenyum mendengar permintaan tolong dari ketiga anak anak ini, sementara itu tiran begitu murka mendengar ucapan itu dia langsung melepaskan tangannya dari tangan puspa dan langsung memelototi ketiga anak itu.
Dengan cepat puspa langsung capingnya dan menggulung rambut coklat pirangnya menjadi sebuah sanggul dan menusukan tusuk konde miliknya ke gulungan rambutnya.
"Bajingan tengik! Kalian bertiga sudah aku berikan maka tapi kalian berani berteriak seperti ini! Awas aku hajar kalian!"
Tiran mencincingkan lengan bajunya dan mulai berjalan mendekati ketiga anak kecil itu, namun sebelum tiran berhasil melangkah lebih jauh puspa langsung mendekati tiran dan meraih kepalanya.
Puspa langsung mendekatkan wajahnya ke wajah tiran, membiarkan aroma wangi melati dari tubuhnya meresap di indra penciuman tiran.
Tiran kaget, namun selang beberapa detik tiran langsung ling lung dan jatuh dalam pesona milik puspa.
Tidak ada kupu kupu, lebah dan kumbang yang bisa lepas dari wanginya bunga melati, bahkan termasuk lalat seperti tiran.
Setelah tiran sudah linglung puspa berucap, "pergi ke kamar!"
Dengan patuh tiran berjalan memasuki kamarnya, dengan sebuah senyuman manis puspa berjalan mendekati ketiga anak kecil itu.
"Kalian bertiga cepatlah pergi dari tempat ini, bawa ini sebagai bekal kalian." Ucap puspa sambil menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah muda kepada ketiga anak ini.
"Pergilah menuju ke aparat terdekat dan bilang bahwa kalian membutuhkan perlindungan dari penjualan anak anak!" Imbuh puspa.
Ketiga anak anak itu masih bingung dengan apa yang terjadi, tentu saja puspa memaklumi hal ini.
Otak anak anak ini masih sulit untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi, "dan tolong rahasiakan apa yang kamu lihat, ya. Sekarang pergi." Ucap puspa.
"Kami bebas?" Tanya salah satu anak dengan nada polosnya.
Puspa mengangguk.
Dengan cepat ekspresi bingung dari ketiga anak ini hilang di gantikan dengan ekspresi senang dan semangat, karena bisa pergi dari rumah terkutuk yang selama ini menyiksa mereka.
Puspa melihat kepergian anak anak itu sambil menghela nafas panjang, sungguh kasihan nasib anak jalanan, mereka harus mengemis dan mengamen hanya untuk di setorkan kepada orang lain.
Ekspresi puspa langsung berubah menjadi marah seoalah puspa kerasukan demit.
"Keparat kamu Tiran! Kamu memanfaatkan anak anak untuk memenuhi perutmu!" Ucap puspa sambil berjalan memasuki kamar Tiran.
Puspa melihat tiran duduk di pinggiran kasur jelak sambil menampilkan wajah mesuemnya.
"Enaknya aku membunuhmu atau menghukummu saja?" Tanya puspa dengan nada dingin.
Puspa benar benar ingin membunuh pria bajingan seperti tiran ini, namun puspa masih mengurungkan niatnya apabila dia membunuh tiran mungkin saja aparat akan mengumpulkan ketiga bocah itu dan akan mengintrogasinya. Puspa tidak ingin ketiga bocah itu menjadi tersangka atas kematian Tiran.
Oleh karena itu keputusan yang terbaik bagi puspa pada saat ini adalah menghukum tiran, puspa mendekatkan kembali wajahnya di hadapan tiran kemudian berucap, "lepaskan baju dan celanamu, pakai celana dalam saja dan menuju ke kantor aparat terdekat kemudian berteriak, 'aku seorang penjual anak!' Mengerti?" Tanya puspa.