Sang Pewaris Tersembunyi

Sang Pewaris Tersembunyi

Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava

Langit Acalopsia pagi itu berwarna safir pucat, diselimuti oleh kabut tipis yang turun dari pucuk-pucuk pegunungan. Udara di pulau yang melayang di atas awan ini tak pernah benar-benar panas, hanya terasa sejuk yang membelai seperti belaian seorang ibu kepada bayinya.

Dari kejauhan, kabut putih menggulung lembut di balik hutan-hutan lebat dan lembah hijau yang menggantung di tepi langit. Burung-burung azaran berkicau merdu di sela dedaunan, dan embun masih menari di ujung-ujung tanaman anggur yang menjalar seperti urat-urat hidup di bumi langit ini.

Perkebunan Tallava terbentang luas seperti permadani hijau keunguan. Para pekerja elf tampak seperti titik-titik kecil yang menyemut di antara barisan anggur yang menggantung ranum, kulitnya mengilap ungu kebiruan, seperti kristal yang menyerap cahaya pagi. Suara alat panen bersentuhan dengan tangkai buah, tawa kecil dari para pemetik muda, serta nyanyian kerja dari para wanita perkebunan menyatu dalam irama sunyi yang sakral.

Di salah satu sisi kebun, berdiri seorang elf muda dengan rambut hitam legam yang diikat sederhana ke belakang. Matanya tajam, tapi menyimpan kehati-hatian yang terlatih. Tubuhnya tegap, bahunya kuat menopang keranjang besar berisi hasil panen. Ia bekerja dengan keheningan yang tidak biasa, gerakannya presisi, dan setiap langkahnya seolah telah diukur oleh waktu.

Ia adalah Sion, nama yang ia pakai kini.

Tapi dunia mengenalnya dulu sebagai Revalant, keturunan terakhir dari darah murni Kerajaan Acalopsia. Satu-satunya anak lelaki dari Raja R’hu—raja muda yang difitnah dan dikudeta dalam malam berdarah yang dibungkam oleh sejarah.

Kini, tak ada seorang pun yang melihat rambut putih suci berkilau di kepalanya. Yang tampak hanya hitam kelam, palsu, namun cukup meyakinkan bagi siapa pun yang tak ingin mencari lebih dalam. Kulitnya pun tersamarkan dengan ramuan khusus, agar aura elf suci di dalam dirinya tidak memancar secara alami. Ia tak boleh memancarkan cahaya. Ia tak boleh mengingatkan siapa pun akan garis darahnya. Ia hidup seperti bayangan.

Sion menunduk, meneliti buah anggur yang baru saja ia petik. Matanya memantulkan warna langit, tapi jiwanya tenggelam jauh lebih dalam.

Tangannya bergerak hati-hati, memotong tandan dengan pisau kecil, menyusunnya dalam keranjang, lalu melangkah ke baris berikutnya tanpa berkata sepatah pun.

"Jangan terlalu cepat, buah yang belum matang bisa merusak semuanya." Suara tua, berat, dan penuh rasa waspada menyapa dari balik semak anggur.

Itu Barja, lelaki tua berambut perak keabu-abuan, dulunya pernah menjadi pengurus kuda kerajaan, sekaligus ayah pengganti bagi Sion. Kini ia mengenakan pakaian kasar penjaga perkebunan, wajahnya keras namun penuh kasih, seperti batu yang menyimpan bara hangat di dalamnya.

Sion mengangguk pelan. “Aku tahu, Barja.”

“Bukan soal anggur yang kumaksud,” kata Barja perlahan, tatapannya menyapu ke arah jalan batu yang mengarah ke kediaman keluarga Tallava. “Tapi hatimu.”

Langkah-langkah kuda terdengar di kejauhan. Gemuruh ringan dari tanah langit yang diinjak oleh kuku-kuku logam kuda kerajaan. Dan tak lama kemudian, di ujung barisan anggur, muncullah sosok yang membuat udara sekitar Sion terasa menegang.

Pangeran Nieville.

Ia menaiki kuda putih bercula bernama Uta, yang matanya bersinar biru seperti kristal dan bulunya lebih cemerlang dari cahaya pagi. Sang pangeran turun anggun dari punggung hewan suci itu, mengenakan jubah panjang berwarna putih dengan lambang matahari bersayap di dada—simbol darah kerajaan yang tengah berkuasa.

Rambut Nieville yang putih berkilau alaminya nyaris menyilaukan siapa pun yang melihatnya di bawah sinar matahari. Memang, aura elf Kerajaan selalu terang meskipun di malam yang kelam. Melambangkan kesucian serta kemurnian yang selalu memberkati negeri itu.

Para pekerja langsung menunduk. Beberapa berhenti bekerja untuk memberikan salam.

Sion tidak bergerak.

Ia hanya berdiri mematung, memandangi pangeran dari balik dedaunan. Ada perasaan yang menggelegak dalam dadanya—bukan iri semata, tapi sesuatu yang lebih pahit. Nieville berdiri di tempat yang seharusnya menjadi miliknya. Menaiki kuda yang dulu juga pernah sempat menjadi tunggangan ayahnya.

“Dia...” Gumam Sion, nyaris tak terdengar.

Barja berdiri di sisinya, mengamati ekspresi wajah Sion dari sudut matanya. “Kau tidak boleh menyimpan dendam. Dunia ini sudah lupa siapa dirimu. Biarkan mereka lupa lebih lama.”

Sion mengepalkan jemarinya, namun cepat-cepat melemaskan kembali. Ia menunduk, seolah tengah memperbaiki tali sandalnya. Rambut palsu itu terasa panas di bawah sorot matahari, seolah ikut menolak kenyataan.

Pangeran Nieville berbicara dengan Natu Tallava, putri pemilik perkebunan. Suara mereka tak terdengar dari jarak ini, tapi bahasa tubuhnya sopan dan menawan. Seperti sepasang elf muda yang tengah menjalin kedekatan.

Sion tak berkata apa-apa.

Hanya dadanya yang naik-turun lebih cepat dari biasanya.

Takdir dan keadilan—dua kata yang terdengar seperti dongeng tua baginya.

Nieville melangkah masuk ke barisan anggur, senyumnya menyapa beberapa pekerja. Ia menyapa seorang anak kecil yang sedang memetik anggur dan membelainya di kepala. Aura ketenangan yang dipaksakan dari garis keturunan, pikir Sion.

Barja menyentuh lengan Sion. “Kalau kau ingin tetap hidup, kau harus terus menjadi bayangan. Bayangan tidak iri pada cahaya. Bayangan tahu tempatnya.”

“Tapi bayangan bisa menelan cahaya,” jawab Sion perlahan, matanya masih menatap ke arah pangeran.

Barja menatapnya lama. “Bisa. Tapi hanya sekali. Dan setelah itu, bayangan akan lenyap.”

Langit mulai berubah sedikit. Kabut sudah mulai menguap, memberi ruang bagi matahari untuk menyinari seluruh ladang. Cahaya memantul dari kulit buah anggur seperti permata yang menghampar. Di balik semua keindahan ini, Sion tahu: darahnya masih hidup. Kebenaran belum mati. Dan masa depan tidak akan dibangun dari kebohongan yang didewakan.

Pangeran Nieville berbalik, lalu menaiki kembali kudanya. Tanpa sadar, pandangan mereka bertemu sesaat—mata biru Nieville bertemu dengan mata kelam Sion. Tak ada yang diucapkan. Tapi waktu seolah berhenti untuk sekejap.

Kuda milik pangeran meringik bersuara sembari mengangkat kedua kaki depannya, seolah menyadari keberadaan elf yang dikenalnya.

Sion buru-buru menunduk.

Angin kuat menerpa daun-daun anggur dan menebar aroma manis ke seluruh ladang.

Dan sang pangeran pergi.

Barja menatap Sion dengan tatapan tajam, lalu berkata dengan suara rendah namun dalam, “Jangan jadikan amarah sebagai tujuan. Tujuanmu adalah kebenaran. Dan kebenaran tidak pernah tumbuh dari tanah yang penuh kebencian.”

Sion mengangguk. “Aku tahu. Tapi kadang... Kebenaran pun butuh pedang.”

Barja tidak menjawab. Ia hanya menatap ke langit yang semakin terlihat cerah. Sungguh ia tak ingin langit Acalopsia kembali kelabu, saat terjadi pertumpahan darah di antara kalangan keluarga kerajaan. Sangat mengerikan membayangkan negeri elf yang damai suatu saat akan hilang berganti dengan kekuasan bangsa Orc.

Sion kembali mengangkat keranjangnya. Langkahnya tenang. Tapi di dalam dadanya, badai tak berhenti menggulung. Ia adalah bayangan, untuk saat ini. Tapi bahkan bayangan pun tahu kapan waktunya berubah menjadi badai.

Terpopuler

Comments

vj'z tri

vj'z tri

alam akan menemukan jalan nya Sion ,semua akan kembali ke tempat nya 🎉🎉🎉🎉

2025-06-03

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava
2 Bab 2: Cahaya Tersembunyi
3 Bab 3: Seorang Mestiz
4 Bab 4: Telaga Tersembunyi
5 Bab 5: Serangan Orc
6 Bab 6: Pesta Panen Tallava
7 Bab 7: Pangeran Nieville
8 Bab 8: Elf Mulia Zenithia
9 Bab 9: Pemuda yang Banyak Tahu
10 Bab 10: Serpihan Mimpi Kelam
11 Bab 11: Mitos Tentang Naga Es
12 Bab 12: Legenda Acalopsia
13 Bab 13: Perasaan yang Samar
14 Bab 14: Desa Tua Syrren
15 Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris
16 Bab 16: Lantunan Doa di Nevaria
17 Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil
18 18: Aura Kecantikan Sissel
19 Bab 19: Doa dan Harapan Homuran
20 Bab 20:Kebakaran Ladang Fayye
21 Bab 21: Rayuan Putri Fayye
22 Bab 22: Kekuatan yang Tersembunyi
23 Bab 23: Perayaan Musim Semi di Syrren
24 Bab 24: Di Dalam Kesunyian Gua
25 Bab 25: Sihir Api Kecil
26 Bab 26: Pesta Perjamuan Istana
27 Bab 27: Isi Hati Zenithia
28 Ba 28: Rencana Kegelapan
29 Bab 29: Ambisi Seorang Nona Bangsawan
30 Bab 30: Anugerah Dari Langit
31 Bab 31: Antara Mantra dan Rasa
32 Bab 32: Cara Memakai Sihir
33 Bab 33: Kepergian Sion
34 Bab 34: Pasar Rakyat Kaelmoor
35 Bab 35: Rahasia Penginapan
36 Bab 36: Lorong Gudang Rahasia
37 Bab 37: Rahasia Tambang Garya
38 Bab 38: Serangan Rauk
39 Bab 39: Kegemparan di Barak Prajurit
40 Bab 40: Permintaan Raja
41 Bab 41: Komandan yang Terbuang
42 Bab 42: Pertolongan Uta
43 Bab 43: Hanyut di Sungai
44 Bab 44: Hilangnya Sissel
45 Bab 45: Selimut Hidup Pangeran
46 Bab 46: Penangkapan Sion
47 Bab 47: Perasaan yang Tumbuh
48 Bab 48: Pengharapan Zenithia
49 Bab 49: Sion Kembali ke Istana
50 Bab 50: Percakapan Antara Val dan Sion
51 Bab 51: Berlatih Sihir
52 Bab 52: Kehadiran Orc
53 Bab 53: Pesan Raja R'hu
54 Bab 54: Nasihat Pendeta Xiberius
55 Bab 55: Kecurigaan Val
56 Bab 56: Jejak di Gua Tersembunyi
57 Bab 57: Pilihan yang Sulit
58 Bab 58: Perjalanan Pulang
59 Bab 59: Pertemuan Kembali
60 Bab 60: Perdebatan Menunggang Kuda
61 Bab 61: Kedatangan Jenderal Fardaq
62 Bab 62: Malam Sunyi di Desa Syrren
63 Bab 63: Di Balik Tembok Istana
64 Bab 64: Jangan Libatkan Putriku
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava
2
Bab 2: Cahaya Tersembunyi
3
Bab 3: Seorang Mestiz
4
Bab 4: Telaga Tersembunyi
5
Bab 5: Serangan Orc
6
Bab 6: Pesta Panen Tallava
7
Bab 7: Pangeran Nieville
8
Bab 8: Elf Mulia Zenithia
9
Bab 9: Pemuda yang Banyak Tahu
10
Bab 10: Serpihan Mimpi Kelam
11
Bab 11: Mitos Tentang Naga Es
12
Bab 12: Legenda Acalopsia
13
Bab 13: Perasaan yang Samar
14
Bab 14: Desa Tua Syrren
15
Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris
16
Bab 16: Lantunan Doa di Nevaria
17
Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil
18
18: Aura Kecantikan Sissel
19
Bab 19: Doa dan Harapan Homuran
20
Bab 20:Kebakaran Ladang Fayye
21
Bab 21: Rayuan Putri Fayye
22
Bab 22: Kekuatan yang Tersembunyi
23
Bab 23: Perayaan Musim Semi di Syrren
24
Bab 24: Di Dalam Kesunyian Gua
25
Bab 25: Sihir Api Kecil
26
Bab 26: Pesta Perjamuan Istana
27
Bab 27: Isi Hati Zenithia
28
Ba 28: Rencana Kegelapan
29
Bab 29: Ambisi Seorang Nona Bangsawan
30
Bab 30: Anugerah Dari Langit
31
Bab 31: Antara Mantra dan Rasa
32
Bab 32: Cara Memakai Sihir
33
Bab 33: Kepergian Sion
34
Bab 34: Pasar Rakyat Kaelmoor
35
Bab 35: Rahasia Penginapan
36
Bab 36: Lorong Gudang Rahasia
37
Bab 37: Rahasia Tambang Garya
38
Bab 38: Serangan Rauk
39
Bab 39: Kegemparan di Barak Prajurit
40
Bab 40: Permintaan Raja
41
Bab 41: Komandan yang Terbuang
42
Bab 42: Pertolongan Uta
43
Bab 43: Hanyut di Sungai
44
Bab 44: Hilangnya Sissel
45
Bab 45: Selimut Hidup Pangeran
46
Bab 46: Penangkapan Sion
47
Bab 47: Perasaan yang Tumbuh
48
Bab 48: Pengharapan Zenithia
49
Bab 49: Sion Kembali ke Istana
50
Bab 50: Percakapan Antara Val dan Sion
51
Bab 51: Berlatih Sihir
52
Bab 52: Kehadiran Orc
53
Bab 53: Pesan Raja R'hu
54
Bab 54: Nasihat Pendeta Xiberius
55
Bab 55: Kecurigaan Val
56
Bab 56: Jejak di Gua Tersembunyi
57
Bab 57: Pilihan yang Sulit
58
Bab 58: Perjalanan Pulang
59
Bab 59: Pertemuan Kembali
60
Bab 60: Perdebatan Menunggang Kuda
61
Bab 61: Kedatangan Jenderal Fardaq
62
Bab 62: Malam Sunyi di Desa Syrren
63
Bab 63: Di Balik Tembok Istana
64
Bab 64: Jangan Libatkan Putriku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!