Pernikahan Mentari dan Bayu hanya tinggal dua hari lagi namun secara mengejutkan Mentari memergoki Bayu berselingkuh dengan Purnama, adik kandungnya sendiri.
Tak ingin menorehkan malu di wajah kedua orang tuanya, Mentari terpaksa dinikahkan dengan Senja, saudara sepupu Bayu.
Tanpa Mentari ketahui, Senja adalah lelaki paling aneh yang ia kenal. Apakah rumah tangga Mentari dan Senja akan bertahan meski tak ada cinta di hati Mentari untuk Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Sudah Sehat
Mentari
Jadi, Senja merasa apa yang terjadi semalam adalah mimpi? Ia tidak sadar kalau ia benar-benar menciumku, gitu? Apa aku harus ikut berpura-pura tidak tahu?
Ya, kurasa itu lebih baik.
"Tidak bisa. Aku cuma hadir di mimpi orang-orang yang baik. Kalau kamu baik sama aku, bisa saja suatu hari nanti aku hadir di mimpimu. Tapi kalau kamu ngeselin, nyebelin dan suka nyari gara-gara, jangan harap aku hadir di mimpimu lagi," balasku.
"Ih, jahat! Nggak boleh ngancem orang sakit tau! Memang kamu tahu semalam aku mimpi apa?" balas Senja tak mau kalah.
Jelas saja aku tahu. Kamu tuh semalam tidak mimpi tapi nyata dan benar-benar menciumku, di bibir pula. Baru saja aku ingin membuka mulut terdengar suara orang mengucap salam di depan rumah kontrakan kami.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam," jawabku dan Senja dengan kompak.
Ternyata Fajar yang datang. Ia berdandan rapi, memakai kemeja dengan tas hitam di bahunya yang kuperkirakan berisi laptop. "Tumben banget kalian akur!" kata Fajar seraya melirikku dan Senja secara bergantian.
"Kata siapa akur? Tidak kok!" Aku membawa piring bekas bubur Senja dan pergi ke dapur.
Fajar duduk di sofa, di samping Senja. "Kenapa kamu lemas sekali? Sakit, Ja?"
"Cuma pusing sedikit saja," jawab Senja.
Aku membuatkan teh hangat untuk Fajar lalu mengantarnya ke ruang tamu. "Diminum, Jar!"
"Makasih, Mentari. Hari ini kamu cerah banget, mirip kayak matahari di luar," goda Fajar.
"Cerah darimana? Belum mandi dia! Kerak iler saja masih ada tuh di pinggir bibirnya!" sahut Senja cepat.
"Kayaknya kamu udah sehat deh, Ja. Cepat sekali kalau mengataiku!" balasku seraya duduk di sofa seberang mereka berdua.
"Bukan mengatai kamu tapi aku tuh menyadarkan kamu. Fajar memuji kamu tuh kalau tidak ada maksud dan tujuannya ya... cuma basa-basi," kata Senja dengan ketus. Senja benar-benar tidak peduli Fajar akan tersinggung dengan ucapannya. Ia bicara sesuka hatinya meskipun Fajar duduk di sebelahnya. Tanpa rasa takut dan ragu sama sekali.
"Sudah... sudah... kalian tak usah berdebat. Senja benar kok, aku tuh ada maunya datang ke sini." Fajar menengahi perdebatanku dan Senja. "Aku mau kasih tahu kamu, Tari, kalau kamu diterima kerja. Interview kamu kemarin katanya memuaskan. Kamu bisa langsung datang bekerja besok."
Mataku langsung berbinar mendengar kalau aku diterima bekerja di perusahaan yang Fajar rekomendasikan. "Serius? Jadi besok aku mulai kerja nih?" Aku masih tak percaya, semua ini pasti mimpi.
"Kenapa kamu yang memberitahu Mentari? Memangnya HRD perusahaan itu tidak bisa memberi tahu langsung ke Mentari? Minimal lewat email kalau tidak bisa telepon langsung." Senja langsung merusak kesenanganku.
Ih, kenapa sih Senja nyebelin banget? Tapi kalau aku pikir-pikir, masuk akal juga sih. Kenapa harus Fajar yang memberitahuku bukan HRD perusahaan itu sendiri kalau aku diterima bekerja?
"Sabar, Ja. Aku belum selesai jelasin, emosi saja kayak emak-emak yang suka nawar sadis di pasar tapi dicuekkin abangnya." Fajar tersenyum meledek Senja. "Kemarin, kebetulan aku lagi visit ke kantor supplierku. Mereka kasih tahu kalau dari beberapa kandidat yang melamar, mereka akhirnya memilih Mentari. Mereka rencananya akan menghubungi Mentari hari ini tapi aku mau mengabarkan berita bahagia ini lebih dulu dibanding mereka, jadi aku pagi-pagi ke sini deh ketemu kalian."
"Masa sih? Tapi-" Baru saja Senja ingin mengajukan protes, aku langsung memotong ucapannya.
"Besok jam berapa aku harus datang?" tanyaku cepat. Senja melotot padaku karena kupotong ucapannya.
"Aku kurang tahu. Kamu tunggu saja telepon dari mereka ya. Besok, kamu mau bareng berangkat kerjanya sama aku?" tanya Fajar.
"Tidak usah," jawab Senja lebih cepat dariku. "Aku saja yang antar!"
"Yakin kamu, Ja? Kamu saja sekarang lagi sakit," tanyaku.
Aku tak mau Senja memaksakan diri dan sakitnya lebih parah dari semalam. Aku... khawatir dengan keadaannya. Aku terbiasa melihat sikap nyebelin Senja, saat dia sakit entah mengapa rasa takut ditinggalkan itu datang kembali. Takut Senja pergi meninggalkanku sendirian di Jakarta.
"Tenang saja, besok aku pasti sudah sehat. Sekarang saja aku sudah sehat kok," jawab Senja.
Fajar tak lagi bisa membantah ucapan Senja.
Terserahlah, mau Senja atau Fajar yang mengantarku besok, bagiku sama saja. Mulai besok, aku akan punya pekerjaan. Aku akan bekerja dengan sungguh-sungguh karena aku akhirnya bisa memiliki penghasilan sendiri. Akan kukumpulkan banyak uang dan membeli rumah, aku tak mau tinggal di kontrakkan Pelangi lebih lama lagi.
.
.
.
Sesuai janjinya, Senja mengantarku berangkat kerja keesokan harinya. Senja sudah terlihat jauh lebih sehat dibanding kemarin namun tetap saja aku masih mengkhawatirkan keadaannya.
"Kamu pakai jaketnya ini saja, Ja, lebih tebal dan tahan angin." Kuberikan jaket tebal untuk Senja kenakan. "Jangan lupa, nanti sehabis mengantarku, kamu langsung pulang dan istirahat. Tak usah mencari sumbangan untuk masjid. Jangan nongkrong tak jelas juga, kamu harus banyak istirahat biar kondisimu kembali fit seperti semula."
Senja tersenyum mendengar kebawelanku. "Iya. Nanti aku istirahat habis mengantarmu." Senja mengenakan jaket yang kuberikan. "Tunggu sebentar, ada yang ketinggalan." Senja pergi ke kamarnya dan kembali dengan membawa sebuah helm berwarna pink bergambar Marsha and The Bear.
"Pakai helm ini, supaya aku tidak kena tilang!" Senja menyodorkan helm yang ia ambil padaku.
Sambil memanyunkan bibir, aku protes dengan apa yang Senja lalukan. "Ish... memang tak ada motif lain selain ini?"
"Oh... motif helm yang kamu kenakan? Kenapa? Bukannya sedang trend ya? Kemarin aku lihat anak-anak pakai baju kayak gitu jadi aku beli deh helm dengan motif yang sama," jawab Senja dengan santai.
"Anak-anak mana?"
"Itu... anak-anak yang mau pergi ngaji, mereka pakai baju Marsha. Pas aku tanya, kata mereka sekarang lagi tren," jawab Senja dengan polosnya.
"Ngaji kok pakai baju Marsha? Pakai baju gamis!" gerutuku.
Senja tersenyum. Ia mengambil helm di tanganku, merapikan poniku dan memakaikan helm di kepalaku.
Deg...
Deg...
Jantungku berdegup kencang.
Ini bukan pertama kalinya jantungku berdegup kencang saat Senja menyentuhku. Dulu saat Senja menggandeng tanganku di Mall dan kemarin lusa saat dia menciumku juga jantungku berdegup kencang.
Apa arti semua ini? Apa Senja berhasil membuatku menyukainya meski hanya sedikit?
Jarak kami begitu dekat. Apa Senja bisa mendengar jantungku yang berdegup kencang ini? Apa jantung Senja juga berdegup kencang seperti yang kurasakan? Apa wajahku sekarang memerah?
Aku menatap ke dalam manik mata Senja yang sedang serius merapikan rambut dan memakaikan helm di kepalaku. Manik matanya terlihat teduh. Kenapa aku baru sadar kalau Senja memiliki bulu mata yang panjang dan lentik ya?
"Sudah selesai." Senja tersenyum, terlihat lebih tampan kalau dilihat dari dekat seperti ini. "Jangan kebanyakan ngambek, apalagi hanya karena sebuah helm. Nanti aku belikan lagi helm dengan motif yang kamu suka. Mau motif apa? Kubah masjid atau keranda mayat macam sinetron kesukaanmu?"
****
perempuan memang aneh, banyak maunya, kadang juga ngeselin
begitulah
samatu kayak Mentari
ngapain juga pake acara sembunyiin status
padahal kan posisi mereka 'aman'
kerja di perusahaan sendiri, tempat tempat sendiri pulak
sembunyi dari apa? sembunyi dari siapa?
biar apasi, nambah2in beban pikiran aja 😏
☝️mode emak2 kumur2 pake air comberan😬😅