Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2#Ada yang marah
Aleena yang berasa tidak nyaman duduk dibelakang supir, pun berniat untuk pindah tempat duduk.
"Stop! stop! stop."
Sssssttttt!
Seketika, Devan langsung menepikan mobilnya dan mendadak berhenti.
"Aw!" pekik Aleena sambil mengusap keningnya yang tengah membentur kursi depan.
"Maaf, Nona, tidak ada niat saya buat melukai Nona," ucap Devan sedikit ada perasaan kesal karena ulah anak majikannya yang membuat dirinya mengerem mendadak.
"Kamu gak perlu meminta maaf, tapi aku, karena aku yang sudah salah menyuruhmu berhenti. Eh iya, aku duduk di depan ya, boleh, 'kan?"
"Maaf, Nona, saya tidak bisa membantah ucapan dari Nyonya. Bukankah Nona mau menikah? tentu saja saya harus jaga sikap, dan tidak boleh semena-mena dengan Nona."
"Puih! kamu itu gak usah formal gitu kenapa. Pokoknya aku mau duduk di depan, titik."
Aleena pun segera keluar, dan memaksa Devan untuk membukakan pintu. Karena tidak ingin berdebat, akhirnya Devan membuka pintunya.
'Ini cowok kenapa dingin banget lah, gak naksir kah sama aku, yang udah dandan cantik kek gini.'
"Silakan dipakai sabuk pengamannya, Nona," ucap Devan sambil menyalakan mesin mobilnya.
Aleena yang memang sengaja ada niat tertentu, dirinya pun berpura-pura kesulitan untuk mengenakan sabuk pengaman. Berkali-kali melesat, dan sulit untuk memasangnya. Devan yang melihatnya pun ada perasaan tidak sabar.
"Aduh, gimana ini, susah banget lagi. Gak pernah dipakai ya mobilnya, sampai sulit banget dipasang. Lain kali tuh diperiksa dong, mau itu mesin, juga sabuk pengamannya." Protes Aleena dengan berbagai alasan agar Devan mau membantunya memasang sabuk pengaman.
Benar saja, akhirnya Devan turun tangan dan membantunya. Namun sayangnya, Devan fokus dan hanya melirik ke arah pemasangan sabuk pengaman.
"Sudah, dan tidak ada yang perlu dicek atau diperiksa. Lain kali Nona tidak perlu buru-buru memasang sabuk pengaman, karena beresiko bakal sulit dan emosi," ucap Devan yang kini sudah fokus arah pandangannya ke depan, dan fokus menyetir mobil.
Aleena menoleh ke Devan, rasanya begitu kesal ketika mendapati sikap sekretarisnya yang begitu dingin dan cuek. Bahkan, saat bicara pun tidak memalingkan wajahnya.
'Dasar! cowok kepala batu. Kerasnya minta ampun, dinginnya aja melebihi suhu di Kutub utara.' Batin Aleena sambil memperhatikan Devan yang tengah menyetir.
"Kita mau kemana, Nona?"
"Ke hatimu!" jawabnya dengan ketus.
Devan pun sekilas menoleh pada Aleena.
"Saya tanya serius, Nona."
"Saya juga jawabnya serius, malah dobel serius."
Devan tidak menanggapinya, ia terus melajukan mobilnya sesuka hatinya. Juga, sedari tadi tanya mau kemana, pun tidak ada jawaban yang jelas, pikirnya.
"Aku mau pergi ke pantai, eh gak jadi ke puncak aja. Aku pingin menikmati keindahan dari atas bukit, keknya bagus pemandangannya," ucap Aleena yang akhirnya menunjukkan tempat yang ingin ia tuju.
"Baik, Nona," jawab Devan dan menuju tempat yang diinginkan anak Bosnya.
Dengan kecepatan sedang, akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Kemudian, mereka berdua segera keluar. Devan yang tengah berjalan beriringan, ia selalu siaga untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa terhadap anak Bosnya.
"Kamu punya pacar?" tanya Aleena tanpa ada perasaan canggung untuk bertanya soal pribadinya Devan.
"Saya tidak punya pacar, Nona."
"Gak percaya akunya, kalau kamu masih jomblo. Bilang aja kalau udah punya istri, atau calon istri, iya 'kan."
"Terserah Nona mau nyangka yang mana soal diri saya. Sebaiknya Nona fokus menikmati waktu sebelum statusnya berubah menjadi istri Tuan Veriando."
"Kamu itu ya, sama aja kek Papa aku. Eh! kamu seriusan belum punya pasangan?"
"Tidak ada pengulangan kata. Sebaiknya Nona menikmati liburannya, waktu Nona cuma tinggal hari ini. Sangat disayangkan kalau Nona hanya ingin tahu soal pribadi saya, yang ada Nona-"
"Aaaaaa!" teriak Aleena terpeleset saat mau naik ke atas bukit.
Saat itu juga, Devan langsung menyambar tangannya.
"Nona, bertahan sebentar. Saya tarik tangan Nona, pelan-pelan, jangan takut," ucapnya.
Devan mencoba menarik tangannya, dan- saat Aleena sudah ditarik, ia langsung memeluk Devan, dan menangis sesenggukan.
"Nona, Nona jangan nangis. Udah gak ada apa-apa, Nona udah selamat. Nona tidak perlu takut, Nona jangan nangis lagi," kata Devan berusaha menenangkannya, sedangkan Aleena semakin erat memeluk Devan hingga membuatnya merasa risih.
"Aku takut, aku masih takut," jawab Aleena yang masih memeluk erat tubuh Devan.
Pelan-pelan Devan mencoba melepaskan tangan Aleena yang tengah memeluk dirinya.
"Aw! sakit banget kaki aku, aduh." Aleena memekik kesakitan sambil memegangi pergelangan kakinya.
"Aduh! sakit banget, aw!"
"Maafkan saya kalau tidak sopan, saya gendong Nona untuk turun,"
"Gak gak gak! aku maunya naik ke atas, aku masih pingin lihat pemandangan. Kamu boleh kok gendong aku, dan aku gak ngelarang kamu, boleh kok."
"Baik lah, saya gendong Nona. Maafkan saya jika yang saya lakukan ini kurang sopan dan kurang pantas."
Devan pun segera mengangkat tubuh Aleena dab menggendongnya sampai di atas bukit, tempat menikmati keindahan dari atas.
Aleena langsung melingkarkan kedua tangannya dan mengambil kesempatan untuk memandangi wajah tampan miliknya sekretaris Devan. Sedangkan Devan sendiri merasa risih dan dirinya tetap fokus dengan langkah kakinya dalam kondisi menggendong Aleena.
Aleena benar-benar terpaku atas ketampanan yang dimiliki oleh Devan, tidak kalah dengan CEO CEO yang berpenampilan keren. Kemudian, pelan-pelan Devan menurunkan Aleena ditempat duduk. Aleena sendiri masih terpukau memandangi wajah tampan miliknya Devan.
Merasa diperhatikan oleh Aleena, Devan merasa risih dan juga tidak nyaman.
"Kaki aku sakit banget, tolong diurut ya, soalnya aku gak bisa jalan," ucap Aleena sambil memegangi kakinya, dan menatap Devan sambil membayangkan sesuatu.
"Biar saya carikan tukang urut khusus perempuan, Nona tunggu disini sebentar."
Saat itu juga, Aleena langsung meraih tangan miliknya Devan saat hendak dirinya mau bangkit dari posisinya.
Aleena menggelengkan kepalanya.
"Kamu aja yang ngurut kaki aku, gak perlu kamu nyari orang buat kesini. Gak apa-apa kok, serius. Juga, gak ada siapa-siapa, Papa Mama aku gak ada, calon suami aku juga gak ada."
"Tapi, Nona, saya rasa kurang pantas."
Saat itu juga, Aleena langsung menarik kuat tangannya Devan.
Brug!
Akhirnya Devan jatuh di dekatnya Aleena. Tidak peduli siapanya, dan dimana tempatnya, ada banyak orang atau gaknya, Aleena tidak peduli jika menjadi pusat perhatian orang orang. Aleena dengan berani mencium Devan.
Deg!
Devan langsung bengong saat bibirnya menempel di bibir Aleena.
"Gimana, udah pantas 'kan sekarang?"
"Nona! ini sangat keterlaluan." Bantah Devan dengan perasaan begitu geram atas sikap Aleena yang menurutnya kurang ajar dan kurang pantas.
"Jangan galak-galak sama pasangan sendiri, Tuan. Kasihan pacarnya Tuan, justru anda beruntung mendapatkan ciuman dari kekasihnya Tuan. Tandanya Tuan laki-laki yang dicintai oleh Nona. Jarang loh ada yang berani mencium pacarnya, yang ada takut ketahuan sama selingkuhannya." Timpal seseorang ikut bicara.
"Tuh 'kan, kamu dengar gak?"
Devan menatapnya dengan sinis.
"Aw! sakit banget kaki aku." Pekik Aleena sambil meringis kesakitan.
"Tuan, itu kasihan pacarnya, kesakitan. Buruan diurut, takutnya nanti keburu bengkak kakinya,"
Devan pun langsung duduk dan mengurut kakinya dengan perasaan begitu kesal, geram, dan ingin rasanya memarahinya. Namun, karena banyak pengunjung, akhirnya sebisa mungkin untuk menjaga sikapnya agar tidak kelewatan.