*Khusus Bacaan Dewasa*
Sinopsis: Make, pemuda tampan dan kaya, mengalami kebangkrutan keluarga. Dia menjadi "anak orang kaya gagal dan terpuruk" dan dibuang pacarnya yang berpikiran materialistis adalah segalanya. Namun, nasib baik datang ketika dia mendapatkan "Sistem Uang Tidak Terbatas".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Keluarga
Make menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Situasi ini terlalu tiba-tiba dan membingungkan. Ia tidak ingin menyakiti hati kedua wanita di hadapannya, tetapi ia juga tidak bisa berpura-pura mengingat sesuatu yang tidak ada.
"Saya... saya ingin membantu kalian," kata Make dengan nada lembut. "Tapi saya benar-benar tidak ingat apa pun tentang masa lalu itu. Mungkin... mungkin ada kesalahan identifikasi?"
Lia menggelengkan kepalanya dengan air mata yang terus mengalir. "Tidak mungkin, Nak.
Wajahmu... itu persis seperti Raka kecil. Dan ada tanda lahir di lenganmu... di lengan kiri atas, bukan?"
Make terdiam. Ia memang memiliki tanda lahir kecil berwarna cokelat di lengan kiri atasnya. Ia tidak pernah memikirkannya secara khusus, hanya menganggapnya sebagai bagian dari dirinya. Bagaimana wanita ini bisa tahu?
"Bagaimana... bagaimana Ibu bisa tahu tentang tanda lahir itu?" tanya Make dengan nada terkejut.
Lia terisak lebih keras. "Itu... itu tanda lahir yang kamu dapatkan saat masih kecil. Kamu terjatuh saat bermain di dekat perapian."
Jantung Make berdebar kencang. Detail kecil ini... terlalu spesifik untuk sebuah kebetulan. Sekilas, bayangan samar tentang perapian dan rasa sakit di lengan kirinya melintas di benaknya, namun menghilang secepat kilatan cahaya.
"Saya... saya tidak ingat," ulang Make dengan suara pelan, meskipun keraguannya mulai tumbuh.
Ratna meraih kedua tangan Make dan menatapnya dengan mata yang penuh harap. "Nak, coba ingat lagi. Nama Raka... suara ombak... aroma ikan bakar kesukaan ayahmu..."
Make memejamkan matanya, mencoba memfokuskan pikirannya. Suara ombak... aroma ikan bakar... bayangan samar tentang seorang pria dewasa yang tersenyum... semuanya terasa jauh dan tidak jelas.
"Saya... saya tidak bisa," kata Make akhirnya, membuka matanya dengan rasa frustrasi. "Semuanya terasa asing. Tapi... saya bersedia melakukan apa pun untuk membantu kalian mencari tahu kebenarannya. Mungkin... tes DNA bisa membantu?"
Lia dan Ratna saling bertukar pandang. Ada sedikit kekecewaan di mata mereka, namun juga harapan.
"Tentu, Nak," jawab Lia dengan suara serak. "Kami hanya ingin tahu... kebenarannya."
Make mengangguk. Ia merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Meskipun ia tidak memiliki ingatan tentang masa lalu ini, ada perasaan aneh yang mulai tumbuh di hatinya. Rasa ingin tahu yang kuat untuk mengungkap identitasnya yang sebenarnya, dan rasa simpati yang mendalam terhadap kedua wanita yang mengaku sebagai keluarga kandungnya.
Make mengangguk setuju. Tes DNA adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan keraguan di benaknya dan memberikan kepastian kepada Lia dan Ratna. Mereka bertiga segera menuju rumah sakit terdekat. Selama perjalanan, Make merasa pikirannya berkecamuk. Bagaimana mungkin ia memiliki keluarga lain yang selama ini tidak ia ketahui? Bagaimana mungkin ia kehilangan ingatannya tentang masa kecilnya?
Setelah menjalani pengambilan sampel darah, mereka menunggu dengan cemas di ruang tunggu rumah sakit. Waktu terasa berjalan lambat bagi Make. Ia berusaha mencerna segala informasi yang telah ia dengar, namun otaknya terasa penuh dan kacau.
Tak lama kemudian, seorang petugas rumah sakit memanggil nama Lia. Hasil tes DNA sudah keluar. Mereka bertiga masuk ke ruangan kecil tempat petugas itu menyerahkan amplop cokelat berisi hasil tes.
Dengan tangan gemetar, Lia membukanya dan membacanya. Air mata kembali membanjiri pipinya, kali ini bukan hanya kesedihan, tetapi juga haru dan kelegaan.
"Ini... ini benar dia," isak Lia sambil menyodorkan surat hasil tes DNA kepada Make. "Hasilnya 100% cocok. Kamu... kamu benar-benar anakku, Raka."
Make menerima surat itu dengan tangan dingin. Ia membaca kalimat demi kalimat yang tertera di sana, membuktikan tanpa keraguan bahwa secara biologis, ia adalah putra Lia dan cucu Ratna. Dunianya terasa berputar. Kebenaran yang selama ini tersembunyi akhirnya terungkap, dan itu mengguncang fondasi kehidupannya yang selama ini ia yakini.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Make membalikkan badan dan berjalan cepat meninggalkan ruangan itu. Lia dan Ratna memanggil namanya dengan cemas, namun Make tidak menghiraukannya. Ia merasa otaknya buntu, tidak tahu harus berbuat apa. Ia harus pergi. Ia harus mencerna semua ini sendirian.
Dengan surat hasil tes DNA yang tergenggam erat di tangannya, Make melajukan mobilnya menuju rumah orang tua yang telah merawatnya selama ini. Ia membutuhkan penjelasan. Ia berhak tahu mengapa mereka tidak pernah menceritakan tentang masa lalunya yang hilang, tentang keluarga kandungnya yang selama ini mencarinya. Pertemuan dengan Lia dan Ratna telah membuka sedikit masa lalu dalam hidup Make, dan ia tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan semua jawaban yang ia butuhkan.
Sesampainya di rumah mewah yang selama ini ia anggap sebagai satu-satunya rumahnya, Make disambut dengan senyum lebar dan pelukan hangat dari kedua orang tuanya. Mereka tampak sangat bahagia melihat kedatangannya, apalagi Make memang jarang pulang akhir-akhir ini karena kesibukannya mengelola perusahaan dan 'urusan' lainnya.
"Make! Anak kami sudah pulang!" seru ibunya dengan nada riang sambil memeluknya erat. Ayahnya menepuk-nepuk punggungnya dengan senyum bangga. "Kami sangat senang kamu bisa meluangkan waktu untuk kami."
"Iya, Nak," timpal ayahnya. "Kami juga sangat berterima kasih atas kiriman uangmu selama ini. Kamu benar-benar anak yang berbakti."
Make hanya membalas pelukan mereka dengan canggung. Ada beban berat di hatinya yang membuatnya sulit untuk ikut merasakan kebahagiaan mereka. Setelah pelukan itu terlepas, Make menatap kedua orang tuanya dengan ekspresi serius.
"Ada yang ingin kubicarakan dengan kalian," kata Make dengan nada datar. Ia mengeluarkan amplop cokelat dari sakunya dan menyerahkannya kepada ayahnya.
Ayahnya mengerutkan kening melihat amplop yang tidak dikenalnya itu. "Apa ini, Nak?"
"Tolong dibaca," jawab Make singkat, matanya menatap lurus ke arah kedua orang tuanya.
Dengan rasa ingin tahu, ayahnya membuka amplop itu dan mengeluarkan lembaran kertas di dalamnya. Ibunya ikut mengintip dari samping. Saat mereka berdua membaca hasil tes DNA itu, ekspresi bahagia di wajah mereka perlahan memudar, digantikan oleh keterkejutan dan kebingungan.
"Apa... apa maksudnya ini, Make?" tanya ibunya dengan suara bergetar, menunjuk angka kecocokan 100% di surat itu. Ayahnya terdiam, matanya terpaku pada kertas di tangannya.
Make menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka suara.
"Saya baru saja bertemu dengan seorang wanita... dan nenek... yang mengaku sebagai ibu dan nenek kandung saya. Dan tes DNA ini membuktikannya."
Keheningan menyelimuti ruangan itu. Kedua orang tua Make tampak terpukul dan tidak bisa berkata-kata. Kebahagiaan kedatangan anaknya tiba-tiba berubah menjadi kejutan pahit dan pertanyaan yang tak terjawab. Make menunggu dengan sabar, menantikan penjelasan yang selama ini dirahasiakan darinya.
Ayah Make menghela napas berat, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ibunya, yang selama ini tampak tegar, kini mulai terisak pelan, air matanya menetes tanpa bisa dicegah. Keheningan yang menyelimuti ruangan terasa semakin menyesakkan.
Akhirnya, dengan suara berat dan penuh penyesalan, ayahnya mulai bercerita. "Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu, Nak. Kami... kami memang pergi memancing di laut hari itu. Saat kami hendak kembali, kami melihat sesuatu mengapung di permukaan.
Kami mendekat dan menemukanmu. Tubuhmu lemas, dan kami kira kamu sudah..." Ayahnya tidak sanggup melanjutkan, suaranya tercekat.
Ibunya menyambung dengan air mata yang terus mengalir perlahan. "Tapi... tapi kami merasakan ada denyut nadi yang sangat lemah.
Kami segera membawamu ke rumah sakit terdekat. Kamu koma selama beberapa hari. Ketika kamu sadar... kamu tidak ingat apa pun. Kamu bahkan memanggil kami... Ibu dan Ayah."
Ayahnya melanjutkan, "Kami... kami sangat senang saat itu. Kami memang sangat menginginkan seorang anak laki-laki. Dan melihatmu yang kehilangan ingatan dan membutuhkan keluarga... kami... kami memutuskan untuk merawatmu sebagai anak kami sendiri. Kami tidak tahu siapa kamu, dari mana asalmu. Kami hanya tahu kamu membutuhkan kami, dan kami juga membutuhkanmu."
Ibunya menambahkan, "Beberapa bulan setelah itu, Tuhan memberikan kami anugerah yang lebih besar. Ibu mengandung Mia dan Mua. Kami sangat bahagia... memiliki kalian bertiga."
Ayahnya menatap Make dengan tatapan mata yang sama. "Kami tahu ini salah, Nak. Kami seharusnya mencari tahu tentang masa lalumu.
Tapi... kami takut kehilanganmu. Kamu sudah menjadi bagian dari hidup kami, anak kami. Kami mencintaimu, Make."
Mendengar pengakuan itu, bagai petir menyambar di siang bolong, tubuh Make terasa lemas. Semua informasi yang baru diterimanya, kebenaran tentang masa lalunya yang hilang, identitasnya sebagai Raka, dan pengakuan dari orang tua yang selama ini ia cintai namun ternyata bukan orang tua kandungnya... semuanya bercampur aduk dalam benaknya.
Ia tidak sanggup menahan beban emosi yang begitu besar. Tiba-tiba, pandangannya menggelap, dan tubuhnya limbung sebelum akhirnya jatuh pingsan di lantai ruang tamu.
Bersambung...