NovelToon NovelToon
Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan / Summon
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kang Sapu

"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar. "A-apa aku akan... mati?"
Seorang bartender muda yang bergumul dengan utang dan cinta buta bernama Lingga, mengira hidupnya sudah cukup kacau. Tapi, semuanya berubah drastis dalam satu malam yang kelam. Saat hendak menemui pacarnya, Lingga menjadi korban pembegalan brutal di sebuah jalanan yang sepi, membuatnya kehilangan motor, harta benda, dan akhirnya, nyawanya.
Namun, takdir punya rencana lain. Di ambang kematian, Lingga terseret oleh lingkaran cahaya misterius yang membawanya ke dunia lain, sebuah dunia asing penuh kekuatan magis, monster, dan kerajaan-kerajaan yang saling bertarung. Terbangun dengan kekuatan yang belum pernah ia miliki, Lingga harus mempelajari cara bertahan hidup di dunia baru ini, menghadapi ancaman mematikan, dan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kang Sapu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26

Mentari yang semula malu-malu menyelip di antara pucuk bambu kini telah merangkak tinggi, menaburkan panas yang menyengat ke seluruh padepokan. Bayu siang berembus lemah, tak mampu menandingi gelisah yang mulai menyelimuti hati setiap insan di tempat itu.

Di ruang tamu sederhana beralas tikar pandan, Mitha duduk bersila berhadapan dengan Lingga. Senyum gadis itu tak henti merekah, menemani cengkerama ringan yang terus mengalir tanpa jeda.

"Aku tak menyangka, Mas Lingga, ternyata Mas sudah pernah ke banyak tempat. Pantas saja caranya bicara itu beda," ujar Mitha sambil menunduk, sekilas menyembunyikan rona merah di pipinya.

Lingga menghela napas kecil, berusaha menahan gelisah yang kini mulai mencuat di dadanya. "Ah, perjalanan itu bukan selalu indah, Mitha. Kadang malah lebih banyak getirnya," ujarnya berbohong. Namun, senyum tipis menghiasi bibirnya. Tapi, matanya kosong, pikirannya melayang ke hal yang lebih besar yakni nasibnya sendiri yang masih terkatung-katung.

Di luar sana, Dhanu duduk di pendopo kayu jati yang kini tampak muram. Angin siang seolah berat berembus, menggandeng kecemasan di setiap hembusannya. Dahi Dhanu berkerut dalam, jemarinya tanpa sadar menekan-nekan lututnya yang renta.

Melihat ayahnya seperti itu, Mitha segera berpamitan pada Lingga, "Mas, maaf, aku ke luar sebentar. Ayahku tampak... tidak seperti biasanya."

Lingga hanya mengangguk, meski hatinya berdesir saat melihat bayang punggung Mitha menghilang di balik pintu. Ia sadar, gadis itu yang membuatnya betah di tempat asing ini.

Mitha melangkah cepat ke pendopo, kain selendangnya berkibar. "Ayah..." panggilnya pelan, namun jelas terdengar getir. "Apa yang terjadi? Wajah Ayah... seperti menanggung beban yang besar. Ada apa, Yah?"

Dhanu menghela napas panjang, seperti mencoba mengenyahkan awan kelabu di hatinya. Ia menatap putrinya, yang matanya kini mulai memerah.

"Anakku," ucap Dhanu pelan, suaranya serak. "Padepokan kita... kabarnya akan digusur oleh kerajaan Wesibuwono."

Sekejap, dada Mitha serasa dihantam palu. Tubuhnya lemas, nyaris tak sanggup berdiri. "Gusur...?" bisiknya. Matanya membesar, air bening mulai menggenang. "Kenapa, Ayah? Apa salah kita...?"

Dhanu menggeleng, kepalanya tertunduk. "Ayah juga tak tahu, Nak. Tapi Ayah berjanji, Ayah akan cari tahu dan tak akan tinggal diam."

Air mata Mitha jatuh juga akhirnya, mengalir di pipinya yang pucat. "Semoga... semoga saja itu hanya kabar burung. Aku tak mau... kehilangan tempat ini, Ayah..."

Dhanu menarik putrinya dalam pelukan, dada tuanya bergetar menahan gejolak emosi. "Semoga saja, Mitha... semoga saja."

Sementara itu, di dalam ruang tamu, Lingga terdiam. Ia menatap ke luar jendela, memandangi halaman yang lapang, batinnya bergejolak.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" batinnya resah. "Aku sudah cukup merepotkan mereka. Sudah cukup... Aku tak boleh menambah beban lagi."

Ia bangkit, menepuk-nepuk lutut celananya, lalu melangkah menuju pintu. Namun sebelum sempat membuka daun pintu kayu itu, suara lembut namun tegas menyapanya.

"Mas Lingga, mau ke mana?" Mitha berdiri di ambang pintu, matanya masih sembab, namun sorotnya tajam menuntut jawaban.

Lingga mengerjap, lalu tersenyum kaku. "Aku... cuma ingin bertanya. Di sekitar sini, apa ada penginapan? Aku rasa, sudah saatnya aku tak merepotkan kalian lagi."

Belum sempat Mitha menjawab, suara berat Dhanu terdengar dari belakang putrinya. "Lingga... buat apa cari penginapan? Kenapa tidak bermalam di sini saja?"

Lingga terdiam, sedikit kikuk. "Saya... sungguh sudah dijamu terlalu baik, Pak Dhanu. Saya tak mau merepotkan lebih jauh."

Dhanu tersenyum tipis, meski garis lelah masih membekas di wajahnya. "Ah, kebetulan ada kamar kosong... bekas istri saya dulu. Kalau kamu tak keberatan, pakailah malam ini."

Mitha mengangguk cepat, seolah tak ingin Lingga punya alasan menolak. "Betul, Mas. Kamar itu sudah lama tak dipakai. Lagipula... Mas Lingga belum tahu akan ke mana, kan?"

Lingga tertegun, hatinya gamang. Ia tak ingin merepotkan, namun menolak sekarang hanya akan membuat suasana canggung. Akhirnya, dengan sedikit berat hati, ia mengangguk.

"Baiklah... kalau memang tak merepotkan..."

Drap, drap, drap

Namun, percakapan itu buyar seketika. Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar derap langkah kuda yang berat, menggema dan mendekat dengan cepat. Suara itu membuat bulu kuduk Dhanu berdiri.

Mitha menoleh panik ke arah suara itu. "Ayah... suara apa itu...?"

Dhanu menyipitkan mata, rahangnya mengeras. "Sepertinya... barisan pasukan."

Benar saja, detik berikutnya, barisan kuda-kuda itu berhenti tepat di depan pendopo. Debu beterbangan, menutupi sinar mentari. Ada belasan orang berpakaian seragam kerajaan Wesibuwono, lengkap dengan pedang terhunus di pinggang.

Lingga menegang. Ia menoleh ke Dhanu, yang kini berdiri tegap, wajahnya tegang seperti baja yang ditempa.

"Ini... bukan tamu biasa," gumam Lingga pelan, jantungnya berdegup kencang.

Dhanu mengepalkan tangan. "Sepertinya... saatnya kita mengetahui apa maksud semua ini..."

"Yang merasa pemilik padepokan ini... keluar!"

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!