Follow IG @ersa_eysresa
Bagaimana jika kekasih yang kamu cintai ternyata bermain hati dengan adikmu. Dan di hari pertunanganmu dia membatalkan pertunangan kalian dan mempermalukanmu dengan memilih adikmu untuk dinikahi.
Malu sudah pasti, sakit dan hancur menambah penderitaan Rayya gadis berusia 23 tahun. Gadis cantik yang sudah mengalami ketidakadilan di keluarganya selama ini, kini dipermalukan di depan banyak orang oleh adik dan kekasihnya.
Namun di tengah ketidakadilan dan keterpurukan yang dia alami Rayya, muncul sosok pangeran yang tiba-tdi berlutut di depannya dan melamarnya di depan semua orang. Tapi sayangnya dia bukanlah pangeran yang sebenarnya seperti di negeri dongeng. Tapi hanya pria asing yang tidak ada seorangpun yang mengenalnya.
Siapakah pria asing itu?
Apakah Rayya menerima lamaran pria itu untuk menutupi rasa malunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Awal Yang Indah
Cahaya matahari sore mulai merambat masuk dari celah tirai kamar, menyentuh perlahan kulit mereka yang masih terbaring dalam dekapan hangat. Kamar itu sunyi, namun keheningan yang hadir bukan karena kekosongan, melainkan karena pemilik rumah sedang menikmati kebersamaan satu sama lain diatas tempat tidur. Mereka sedang di penuhi dengan perasaan yang tak bisa selalu diungkap lewat kata.
Rayya membuka matanya perlahan. Ia tak langsung bergerak, hanya menatap dada Saka yang masih naik turun dengan ritme napas yang tenang. Untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, ia merasa benar-benar menjadi bagian dari pria itu. Bukan hanya sebagai istri di mata dunia, tapi juga di hati.
Saka mengusap punggung Rayya dengan lembut, tanpa kata. Gerakannya lambat, seolah sedang menyampaikan sesuatu lewat sentuhan. Terima kasih, maaf dan cinta. Ia lalu mencium pelan rambut Rayya yang berantakan.
"Masih di sini?" tanyanya pelan.
Rayya tersenyum kecil, menyandarkan dagunya di dadanya. "Kemana lagi aku bisa pergi?"
Saka menghela napas panjang. "Aku takut kehilanganmu."
Rayya mengerutkan kening, lalu mengangkat kepala, menatap Saka yang masih memejamkan matanya. "Kenapa ngomong gitu?"
Saka menatap langit-langit sebentar, seolah mencari jawaban. "Aku belum mengatkan apapun padamu tentang diriku yang sebenarnya. Aku harap saat kau tau siapa aku sebenarnya, kau tidak akan berubah pikiran dan tetap berada di samping ku sebagai penguatku. "
Rayya menggeleng pelan, lalu menyentuh pipinya. "Mas, aku tau kamu bukan pria biasa sejak kamu menawarkan pernikahan padaku. Bagiku, kamu adalah seolah malaikat yang dikirim kan Tuhan padaku. Yang akan mengangkat derajatku lebih tinggi suatu hari nanti."
Saka menutup mata, menahan emosi yang mengaduk di dalam dirinya. Kata-kata Rayya bukan hanya menenangkannya, tapi juga membuka ruang baru di hatinya. Sebuah ruang yang selama ini mungkin tertutup rapat karena luka, karena keinginan ayahnya yang selalu seenaknya sendiri, dan karena tekanan dunia kerja.
"Rayya…" katanya lirih. "Tadi siang... kamu udah menyelamatkan aku."
Rayya mencubit pelan pinggangnya, membuat Saka tertawa kecil.
"Sudah, tidak perlu dibahas lagi. Mari kita hadapi masalah mu bersama."
Saka langsung memeluk Rayya, menarik tubuh mungil istrinya ke dadanya. Kini mereka berbaring saling menghadap, wajah begitu dekat dengan napas bersatu.
"Aku janji, mulai hari ini aku akan lebih jujur tentang apa yang aku rasakan. Tentang apa yang aku mau. Tentang kita."
Rayya mengangguk pelan. "Dan aku janji akan jadi tempat kamu bisa pulang. Tanpa takut dihakimi. Tanpa harus selalu bersikap kuat."
Mereka kembali diam. Tidak ada kecanggungan lagi. Pelukan mereka cukup untuk bicara. Tubuh mereka saling menghafal, saling belajar. Dan meski siang tadi telah membawa mereka pada momen paling intim sebagai suami istri, kini mereka merasa lebih dalam lagi, lebih terhubung, lebih mengerti, dan lebih mencintai.
Saka menyusuri garis rahang Rayya dengan jemarinya. "Tadi… aku takut menyakitimu."
"Kamu tidak menyakiti ku, " jawab Rayya jujur. "Aku justru merasa... Dicintai dan dihargai. "
"Kamu tahu," kata Saka sambil menatap mata istrinya yang teduh, "surga yang aku temuin tadi siang bukan cuma karena tubuhmu. Tapi karena kamu izinkan aku masuk ke hatimu juga. Itu yang paling bikin aku ngerasa utuh memilikimu."
Rayya tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia tak pernah membayangkan bahwa hubungan yang dimulai dengan banyak ragu, perlahan bisa jadi seintim ini. Bukan sekadar fisik, tapi juga jiwa.
Hari itu, waktu berjalan lambat untuk mereka. Tak ada ponsel yang berbunyi, tak ada suara notifikasi atau panggilan dari siapapun hanya dua insan yang saling belajar menjadi satu. Belajar memberi dan menerima. Belajar menerima tanpa merasa lemah.
Malamnya, saat angin mulai berembus pelan dan lampu kamar menyala temaram, mereka masih duduk bersisian di tepi ranjang, minum teh dalam diam.
"Besok kamu nggak ke kantor?" tanya Rayya pelan.
Saka menggeleng. "Aku harus bicara lagi sama Papa. Aku nggak bisa melakukan keinginan gilanya itu. Dan memintanya menghentikan perjodohan itu."
Rayya menoleh padanya. "Karena kamu punya aku."
Saka meraih tangan istrinya, menggenggam erat. "Iya. Dan itu cukup untuk bikin aku berani menghadapi apapun."
Tidak ada yang dapat Rayya rasakan saat ini selain rasa syukur berkali-kali lipat karena mendapatkan seorang suami yang ternyata sangat mencintainya dan mau menerimanya apa adanya meski melalui proses yang tidak terlalu panjang.
Sekarang dia bisa bernafas lega dan hanya tinggal berjuang untuk mendapatkan hati sang papa mertua yang menentang pernikahan mereka dan ingin menjodohkan Saka dengan wanita lain.
*******
Keesokan harinya Seperti biasa, setelah sarapan Saka mengantarkan Raya ke tokonya sebelum dia berangkat ke kantor. Tapi tujuan utamanya hari ini adalah ruangan direktur utama, siapa lagi kalau bukan ruangan sang papa yang masih memimpin perusahaan keluarga mereka.
"Hati-hati dan jaga dirimu baik-baik, aku berangkat dulu, ya. " Pamit Saka sebelum berangkat ke kantor.
"Iya, kamu juga Hati-hati. Jangan melakukan hal yang tidak-tidak dan sembrono, " Rayya juga memberikan peringatan kepada Saka, karena dia tau kalau Saka akan menemui papanya untuk bicara.
"Iya sayang, kamu tenang aja. "
Saka mencium kening Rayya dan segera meninggalkan toko Rayya untuk pergi ke perusahaan. Sampai diperusahaan Saka langsung menuju ke ruangan papanya dan bertanya kepada sekertaris apakah papanya sudah datang.
"Apa papaku sudah datang? " tanyanya.
"Sudah, pak. "
"Terima kasih. "
Saka langsung menerobos masuk ke dalam ruangan papanya dan melihat sang papa sedang menghubungi seseorang. Bara langsung meletakkan ponselnya saat melihat kedatangan Saka dan menatap tajam sang anak.
"Ada apa kamu datang kemari? " tanya Bara sambil mengernyit keningnya.
"Pa, kita harus bicara tentang hal yang kemarin. "
"Untuk apa? Apa kamu berubah pikiran dan mau menerima Nita dan menikahinya? " tanya Bara penuh percaya diri.
"Tidak! keputusanku tetap, aku tidak mau menikah dengan Nita, Pa. Batalkan perjodohan itu, dan selidiki Nita terlebih dulu sebelum mengambil keputusan yang sembrono dan akhirnya akan membuat papa kecewa dan menyesal. "
Hanya itu yang ingin di katakan oleh Saka, setelah mengatakan itu Saka segera keluar dari ruangan papanya dan mulai bekerja di ruangannya. Karena banyak yang harus dia kerjakan hari ini.
Mendengar penolakan keras dari Saka tentang perjodohan yang dia atur, apalagi Saka bersikeras agar dia mencaritahu Nita terlebih dulu. Sebenarnya apa yang diketahui Saka tentang Nita. Memangnya Nita kenapa?
Karena penasaran akhirnya Bara menghubungi orang-orang nya dan meminta mereka untuk bekerja dan menggunakan semua kemampuan mereka mencaritahu siapa Nita.
"Cari tahu, sebenarnya ada apa dengan Nita, dari keluarga Alamsyah di Malaysia. Cari tahu dalam satu jam, secepatnya. " perintah Bara penuh penekanan.