Di pertengahan tahun 2010, kerasnya kehidupan wanita bernama Sekar Nabila Putri dimulai. Tak ada dalam benak Sekar jika hidupnya setelah selesai kuliah berubah menjadi generasi Sandwich.
Setiap anak tentu tak bisa memilih di keluarga mana mereka dilahirkan. Ibunya lebih menyayangi sang kakak daripada Sekar. Alasannya sepele, hanya karena kakaknya adalah laki-laki dan menjadi anak pertama. Sedangkan Sekar adalah anak perempuan, si bungsu dari dua bersaudara.
Impiannya menjadi seorang akuntan yang sukses. Untuk menggapai sebuah impian, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sekar harus terseok-seok menjalani kehidupannya.
Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant ~ Sekar Nabila Putri.
Akan tetapi sederet cobaan yang mendera hidupnya itu, Sekar akhirnya menemukan jalan masa depannya.
Apakah Sekar mampu meraih impiannya atau justru takdir memberikan mimpi lain yang jauh berbeda dari ekspektasinya?
Simak kisahnya.
Mohon dukungannya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 - Terpojok
Seketika Sekar pun bingung harus menjawab pertanyaan wanita asing yang tak dikenalnya ini. Wanita tersebut sedang berdiri di depannya sekarang ini. Dalam benaknya, Sekar juga sempat curiga akan sesuatu.
Apakah benar di depannya saat ini adalah kakaknya Angga 'si pemilik sepatu' atau bukan ?
Sekar semakin dilema untuk berbicara. Khawatirnya salah orang, takut semakin runyam.
"Kenapa diam?" cecar si wanita semakin memojokkan Sekar.
"Maaf, Mbak. Sepatu itu sebenarnya memang bukan punyaku,"
"Tuh kan, bener dugaanku. Jadi, kamu yang nyuri sepatuku?!" desisnya.
"Bukan, Mbak. Memang benar sepatu itu bukan milikku, tapi aku bukan pencurinya!" tegas Sekar.
"Lantas?"
"Sepatu itu aku pinjam dari seorang teman, namanya Angga Yudho P. Dia seorang polisi. Malam ini saya mau ketemu dia di Kafe Betawi di mall ini buat mengembalikan sepatu itu. Kata Pak Angga, sepatu itu punya kakak perempuannya." Sekar menjawab apa adanya.
"Angga? Siapa pula itu Angga?" tanya wanita itu. "Aku tak kenal," sambungnya.
"Hah, jadi dia bukan kakaknya Pak Angga. Terus, jadinya gimana ini?" batin Sekar semakin kebingungan. Namun Sekar berusaha menutupinya dari wanita yang ada di hadapannya ini.
Tiba...tiba...
"Sayang," panggil seorang pria tak jauh dari belakang tubuh wanita yang diduga sebagai pemilik sepatu.
Lelaki itu memiliki postur tubuh tinggi tegap, rambut cepak dan memakai kaos polo warna navy dengan celana bahan.
"Mas,"
"Aku cari kamu dari tadi, gak tahunya di sini. Ada apa?"
"Ini loh Mas. Ini kan sepatuku yang pernah kamu belikan dua bulan lalu sebagai hadiah ulang tahunku. Kamu ingat kan nih sepatu mendadak hilang dicuri sama orang tak dikenal waktu aku bermain sama Keisya di playground,"
"Oh, iya. Aku ingat. Terus kenapa?"
"Nah, sepatu ini aku temuin sekarang. Ternyata dibawa sama Mbak ini," ucapnya seraya menunjuk ke arah Sekar.
Akhirnya melihat suasana yang cukup memanas, pria itu menyarankan untuk duduk bersama. Tak enak juga jika nantinya berujung ribut-ribut di depan umum. Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk duduk bersama di Kafe Betawi.
☘️☘️
Lalu, mereka berdua saling berkenalan dengan Sekar atas inisiatif si pria yang ternyata adalah suami wanita tersebut.
Winda adalah nama si wanita. Bagus adalah nama lelaki yang berstatus sebagai suami Winda. Mereka punya satu anak bernama Keisya berumur lima tahun. Namun kali ini Winda hanya jalan berdua dengan Bagus di Tunjungan Plaza tanpa mengajak putrinya.
"Apa Mbak punya adik laki-laki namanya Angga Yudho P?" tanya Sekar pada Winda secara to the point.
"Adik?"
"Iya, adik." Jelas Sekar.
"Haha..." Winda seketika tertawa di depan Sekar. Lalu ia beralih menoleh pada sang suami yang duduk di sampingnya.
"Sejak kapan kamu punya adik, Yank?" tanya Bagus. "Kok kamu punya adik, gak bilang-bilang ke aku sih!" sahut Bagus seraya mengerucutkan bibirnya pada Winda.
Puk...
Winda menepuk pundak Bagus seraya masih terkekeh.
"Nanti aku tanya Mama di rumah. Apa mama melahirkan adikku lewat jalur belakang?"
"Ih, ngaco kamu Yank!" desis Bagus.
"Tapi kok mama gak omong-omong ke aku ya Mas, kalau mau kasih adik cowok. Hehe..."
Sekar hanya bisa diam dan terbengong menyaksikan secara langsung pembicaraan sepasang suami istri yang saling melempar candaan tersebut. Terlihat natural, mesra dan apa adanya. Tapi, semakin membuat dirinya bingung. Rasanya ia ingin sekali menggaruk kepalanya sendiri walaupun rasanya tidak gatal.
"Tadi namamu Sekar, bukan?"
"Iya, Mbak."
"Kamu kok lucu banget sih!" seru Winda masih tertawa kecil di depan Sekar. "Aku ini anak tunggal," sambungnya.
Deg...
Seketika Sekar dilanda perasaan tak karuan. Antara cemas, marah dan tanda-tanda kecewa pada Angga yang ia anggap telah berbohong padanya.
Namun dalam hati Sekar, ada sejumput rasa yang menentang. Ia masih memiliki keyakinan bahwa Angga bukanlah seorang pembohong. Walaupun keyakinan itu hanya setipis tisu.
"Maaf sebelumnya jika pertanyaanku agak sensitif," ucap Sekar.
"Apa?" tanya Winda.
"Apa Mbak Winda pernah punya mantan kekasih yang namanya Angga Yudho P?" tanya Sekar dengan terpaksa.
Walaupun ia perkirakan usia Winda lebih tua dari Angga, Sekar pada akhirnya memutuskan bertanya saja. Toh banyak juga orang-orang di luar sana yang memutuskan untuk berpacaran dengan brondong yakni usia pria lebih muda daripada si wanita.
"Yank, sejak kapan kamu punya mantan pacar namanya Angga?" sahut Bagus tertuju pada istrinya. "Perasaan nama mantan pacarmu sebelum nikah sama aku kan cuma Candra, Lexi, Sugeng, Slamet, terus yang terkahir si Bambang. Kok kamu pacaran sama cowok yang namanya Angga, enggak omong ke aku!" Bagus terlihat begitu cemburu pada Winda.
"Ngaco kamu, Mas! Mana mungkin aku bohongin suamiku sendiri. Kamu sangat tahu mantan-mantanku," ucap Winda.
Lalu, ia beralih pandangan ke arah Sekar. "Aku gak punya mantan pacar yang namanya Angga," jawab Winda.
"Oh, begitu. Maafkan kekeliruan saya, Mbak." Sekar tulus meminta maaf.
"Mana yang namanya Angga itu?" tanya Winda pada Sekar. "Katanya jam tujuh mau ketemu sama kamu di sini. Kok sampai sekarang gak kelihatan batang hidungnya!" desis Winda seraya melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 19.05 WIB.
"Sebentar ya, Mbak."
Sekar pun mencoba untuk menelepon nomor hp Angga.
Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan coba hubungi beberapa saat lagi atau tinggalkan pesan Anda setelah nada berikut ini.
Bip...
Begitulah bunyi mail box atau pesan suara yang terdengar. Sekar mencoba untuk mendial kembali nomor Angga, namun keterangan masih juga sama. Sekar mulai dilanda cemas menghadapi situasi yang cukup genting ini.
"Aduh, kemana tuh sih Angga? Janji jam tujuh datang on time. Bilangnya, waktu satu detik itu sangat berharga baginya. Preettt !!" gerutu Sekar dalam hatinya. "Dasar cowok berseragam memang perlu aku blacklist dari hidupku !"
Bersambung...
🍁🍁🍁
*Hayo komandan Angga Yudho P kemana nih ?
cintanya emang pollllllllllllllll
Sekar pelan² sajaaaaaaa
dihhh si yuni ga di beliin oleh" ko sewot, dasar ipar ga da ahlak