Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Main petak umpet.
Dengan perasaan campur aduk marah, benci kecewa. Bella berjalan gontai meninggalkan sekolah. Ia stop taksi di pinggir jalan kemudian kembali ke apartemen.
Brak!
Ia lempar tas di atas meja lalu melungguhkan bokong di kursi. Bersandar di sofa adalah cara untuk mengurangi rasa lelah. Ia pejamkan mata saat Afina mengucapkan selamat hari ibu kepada Sabrina masih terus membayangi pikiran. Kenapa bukan kepadanya? Itulah pertanyaan Bella sepanjang jalan tadi hingga saat ini.
"Kamu berhasil mendekati putrimu Bel?" David berdiri di hadapanya sambil bersedekap.
Perlahan Bella membuka mata menatap skeptis ke arah suaminya.
"Bella... Bella... sudah aku katakan jangan dekati putrimu lagi. Dia itu masih trauma dengan perlakuan kamu kepadanya seminggu yang lalu," David berkata sabar walaupun tadi sempat cekcok namun sejatinya David pria penyabar. Betapa tidak? Orang-orang terdekat Bella tidak ada yang sanggup menghadapi tingkah lakunya. Namun nyatanya David berhasil menjalani rumah tangga nya yang terasa banyak lika liku jika tidak hati-hati yang ada masuk jurang. Namun pria itu masih punya keyakinan untuk berpegangan hingga tidak tergelincir.
"Diam Dav! Jangan ikut campur!" Bella melengos kesal.
"Jelas aku akan selalu ikut campur jika kamu masih menganggap bahwa aku ini adalah suami," tegas David.
"Sudahlah Bella... dengarkan saranku, sebaiknya kita kembali ke negara aku. Disana kita akan berobat mencari dokter yang paling ahli agar membantu kita mewujudkan impian kita untuk memiliki anak," nasehat David panjang lebar.
"Tapi tetap saja, Afina itu anakku Dav," Bella kali ini hatinya benar-benar hancur berkeping-keping atas penolakan anak nya.
"Anak yang sudah kamu tidak akui sejak lahir itu? Lantas begitu besar kamu akan mengambilnya? Apa kamu tidak punya rasa malu lagi Bella? Jika aku di posisi Adnan. Aku akan melakukan hal yang sama" David hanya geleng-geleng kepala.
Bella hanya diam menopang dagu dengan bibir manyun entah apa yang ia pikirkan hanya dia yang tahu.
"Jika kamu mendengar saran aku, biarkan Afina di besarkan Adnan dan istri nya Bella. Jika suatu saat kelak nanti Afina dewasa, kamu baru minta maaf pada anakmu dan memberi tahu yang sebenarnya. Aku yakin anak kamu akan mengakui kamu tapi dengan catatan kamu bisa memperbaiki diri dan tunjukkan pada putrimu bahwa kamu adalah seorang ibu yang pantas untuk di hormati." kata-kata David memukul ranah Bella.
Namun Bella masih tetap diam, membuat David geram kata-katanya tidak dianggap.
"Sekarang begini saja, aku akan beri kamu pilihan Bella. Jika kamu mau ikut aku pulang, aku sudah pesan tiket nanti sore kita berangkat, dan kamu tetap akan menjadi istri aku. Tetapi jika kamu tetap kukuh dengan pendirian berambisi ingin tinggal disini untuk merebut Afina, jangan menganggap aku suami lagi," pungas David lalu masuk kamar, ambil koper kemudian membereskan pakaian. Masih banyak yang David lakukan di negaranya karena ia harus mengurus perusahaan.
"Dav" ucap Bella.
David mendongak menghentikan aktifitasnya menatap Bella yang berdiri di tengah pintu.
"Apa lagi?!" ketus David.
"Aku ikut kamu," pungkas Bella kemudian ia pun ikut berkemas.
**********
Keluarga kecil itupun sudah selesai makan di salah satu restoran. Seperti yang dibahas tadi ketika berangkat, Afina langsung tidur saat mobil baru lima menit berjalan.
"Mas, Bella tadi datang ke sekolah," kata Sabrina Hati-hati agar jangan sampai membuat Adnan menjadi marah.
"Apa?! yang benar?!" bentak Adnan, bak petir menyambar, Sabrina terperangah. walaupun sudah bicara hati-hati tetap saja Adnan emosi.
"Terus... Dia ngomong apa? Mau apa Dia datang?!" cecar Adnan berapi-api.
"Mas..." Sabrina menatap suaminya takut sendiri.
Brak!" Adnan memukul dashboard mobil.
"Astagfirrullah... Mas... pelankan suara! Afina sedang tidur," Sabrina hanya bisa menarik napas berat.
Adnan pun diam menatap lurus kedepan marah, benci, campur aduk. Sesaat di dalam mobil menjadi hening.
"Mas... perceraian itu memang cukup berat. Merasa marah, sedih, kecewa, itulah fase yang lazim di lalui. Luka itu mungkin bisa dilupakan tetapi tidak mudah. Tapi kalau sudah bertahun-tahun Mas lalui, tapi masih menaruh dendam... Mas sendiri yang akan tersakiti," kata Sabrina bijak.
"Mas nggak tahu kan... mungkin Mbak Bella sudah berbahagia dengan suaminya, sementara Mas? Masih terpuruk. Itulah yang akan dimanfaatkan Mbak Bella. Ia merasa senang kalau terus begini yang ada dia merasa puas dan mentertawan Mas," nasehat Sabrina panjang seperti rel kereta.
"Aku nggak suka, kalau sampai Dia mengganggu anakku!" Adnan memukul stir.
"Mas... sudah sering loh aku bilang, nggak ada yang namanya bekas anak, wajar kalau Bella gigih ingin mendekati putrinya" Sabrina melirik Adnan wajahnya masih merah.
"Kenapa kamu malah membela Dia! Sudah tahu orangnya begitu!" ketus Adnan.
Sabrina tidak mau bicara apa-apa lagi, jika ditimpali yang ada malah bertengkar. Sabrina ambil buku kemudian membacanya alangkah lebih baik.
Hingga besi beroda empat itu sampai di depan rumah. Sabrina berniat mengangkat Afina namun lenganya ditahan. "Biar aku saja," ujar Adnan.
"Assalamualaikum..." ucap Sabrina kepada bibi. Setelah dibukakan pintu.
"Waalaikumsalam..."
Adnan berjalan lebih dulu menggendong Afina ke kamar atas.
"Nih... saya belikan makan siang," Sabrina memberikan nasi box merk terkenal kepada bibi.
"Terimakasih Non, padahal masakan yang tadi pagi masih ada," bibi tersenyum.
"Sekali-kali kan Bi, saya ke atas dulu" ujar Sabrina. Kemudian menyusul suaminya. Sampai tangga paling atas berpapasan dengan Adnan yang baru keluar dari kamar Fina.
Adnan membuka pintu lebih dulu, kemudian menjatuhkan tubuhnya di kasur yang sudah ngawe-awe.
"Mas... jangan langsung tidur, ganti baju dulu," Sabrina membuka lemari ambil kaos santai untuk suaminya.
Adnan mengangkat kaos berniat ganti pakaian.
"Hait! Ke kamar mandi dulu! Yang namanya dari mana-mana itu kotor Mas," omel Sabrina sambil merebut kaos.
"Huh! Punya istri bawel banget ya" ujar Adnan sambil berjalan ke kamar mandi, tapi ia sebenarnya tersenyum karena di perhatikan oleh istrinya. Nikmat mana lagi yang harus didustakan. Punya istri cantik, pintar, dan solehah seperti Sabrina merupakan kebanggan bagi Adnan.
Pasutri itupun pada akhirnya tidur siang, hingga menjelang ashar Adnan bangun lebih dulu. Menatap wajah cantik itu tersenyum manis.
"In" ucapnya kemudian mencolek-colek leher nan mulus dan putih.
"Heeemmm..." sahut Sabrina dengan mata terpejam mengendus aroma wangi mint mau tak mau membuka mata menangkap wajah tampan yang hanya berjarak beberapa cm.
"In..." mata Adnan diselimuti gairah segara ia tarik selimut yang masih dilipat rapi. Mereka pun bersembunyi di dalamnya. Entah apa yang terjadi di dalam sana mungkin sedang main petak umpet, perang-perangan, atau main bilyar, hanya mereka yang tahu. 🤭🤭🤭.
"Afina... tidur yang lama ya Nak, nanti kamu main boneka sama Buna saja. 🤣🤣🤣.
... Happy reading....