Astin. Seorang siswa academy pahlawan peringkat bawah dengan reputasi buruk.
Menyadari dirinya pernah memiliki kehidupan lain. Ia mulai mengetahui tentang kebenaran dunia ini. Dari awal sampai menuju akhir.
Ia yang mengetahui masa depan mencoba merubah garis takdir yang akan menimpa diri beserta orang di sekitar.
Mencoba menyelamatkan. Menghindari tragedi. Dan mencegah akhir dari dunia.
Semoga saja. Dia dapat memanfaatkan semua pengetahuan itu. Jika tidak? Semua hanya akan binasa.
1000 kata per bab. Update? Kalau mood saja.
Lagu : Floating Star. (Kirara).
Lirik : Nemuri no... awa yuki... owari no yume wo miyou wo...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis aetna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sisi Gelap.
...Cerita berlanjut....
Episode dua puluh enam.
"Berengsek!" Buugg!
Di salah satu ruang klub, yang terlihat suram kekurangan cahaya...
Brakkk! "Ugh..."
Seorang anak laki-laki. Ber-perawakan tidak terlalu tinggi. Dengan rambut putih pendek yang agak kusam, serta kulit pucat nampak kurang sehat.
Tengah terduduk sombong di kursi antik yang lumayan tinggi. Sembari memandang rendah, bocah yang nampak babak belur setelah habis dihajar, oleh pria berkulit agak gelap yang kini berdiri tegap di sebelahnya.
"Apa tadi kau bilang? Apa kau mengatakan kalau Osshten menghilang setelah dia gagal menjalankan misi?"
Bocah itu lantas segera bangkit, walau tubuh yang terasa sakit sulit untuk diajak berdiri.
Ketika ia melihat ekspresi tidak senang dari wajah anak laki-laki di hadapannya ini...
Dengan tubuh yang gemetar, ia membungkuk dalam. Sembari kembali memberi laporan...
"Benar. Saya mendengar kalau tim investigasi dan juga para instruktur sedang mencarinya."
Anak laki-laki itu nampak kehilangan minat, atas jawaban bocah di hadapannya. Dengan culas ia mengalihkan manik matanya yang diwarnai gelap, pada papan catur di atas meja, yang berhadapan dengan kursi tinggi yang ia duduki.
Jemarinya yang terlihat kecil menggapai salah satu bidak pion. Dengan lihai ia memutar dan memainkannya di antara sela jari tangan kiri.
Sedangkan tangan kanannya menyangga dagu yang sedikit terangkat. Kakinya yang dibalut celana & kaos kaki hitam pendek ia silangkan. Sementara mulutnya mulai bersuara...
"Haah... Informasi tidak berguna. Apa kau pikir aku tidak mengetahui hal yang mudah ditebak semacam itu?"
“Tidak, yang mulia Rigel. Mana mungkin saya berpikir demikian. Saya hanya berniat untuk menyampaikan informasi yang saya dapat...”
Bocah itu lantas segera terdiam. Swiish... Saat Rigel melesatkan bidak pion, sampai hampir mencapai langit-langit. Kemudian ia kembali menangkapnya dengan begitu mudah... Tap.
Pandangan mata obsidian gelap nan dalam Rigel, begitu tajam menatap bocah yang ada di hadapannya. Dengan aura mengancam, ia kembali bersuara...
"Apa kau pikir aku ingin mendengar alasan tidak berguna semacam itu? Apa otakmu itu tidak dapat berpikir, kalau yang saat ini ingin kudengar adalah... Di mana posisi bajingan itu sekarang?!"
Tubuh bocah itu lantas semakin gemetar, saat energi negatif yang terpancar dari keberadaan Rigel terasa begitu menusuk.
"Ukh..."
Dengan tenggorokan yang serasa tercekik, ia kembali mencari alasan...
"Waktu itu saya kembali menuju kelas terlebih dulu... Jadi saya tidak tah..."
Shoot... Pltak! "Akh..." Belum selesai bocah itu bicara. Bidak pion yang melesat dari jemari Rigel mengenai keningnya, hingga membuat ia terjengkang, serta darah segar muncrat keluar.
"Benar-benar bajingan tidak berguna. Untuk apa kalian berada di kelas yang sama? Kalau menyelesaikan misi yang mudah saja kalian tidak becus...?!"
Tanpa mengalihkan perhatian. Rigel berkata pada pria besar dengan seragam buttler di sebelahnya.
"Alex, kau urus dia. Dan cari di mana bajingan satunya lagi berada. Jika dirasa ia sudah tidak berguna, jangan segan untuk menghabisinya."
Alex lantas segera menunduk hormat, dengan tangan kanan diletakkan di dada. Kemudian ia merespon cepat...
"Baik, yang mulia..."
Seringai menyeramkan nampak terlihat pada wajah garangnya. Ia menarik sarung tangan hitamnya. Untuk kemudian ia menarik kerah belakang, bocah yang lantas berteriak minta untuk diampuni...
"Kagh... Pangeran Rigel, tolong berikan saya kesempatan satu kali lagi. Saya pasti dapat segera menemukan Osshten... Agh...!"
"Diam kau bajingan kecil!"
Tanpa ampun... Alex menarik kerah bocah yang tengah ia seret dengan lebih kencang, hingga bocah itu tercekik. Kemudian segera beranjak memasuki pusaran hitam dengan kilatan ungu gelap,
Yang tiba-tiba muncul setelah ia mengulurkan tangan kanannya... Swiiizzz...
Pusaran tersebut lantas menghilang secara instan. Setelah mereka berdua memasukinya.
.
Rigel segera mengalihkan perhatian, pada papan catur di hadapannya. Ujung jemari telunjuknya ia arahkan untuk menggoyang kepala bidak pion lainnya...
Sebelum pion tersebut ia pindahkan untuk membuat langkah. Sembari berkata, pada lelaki yang terduduk di seberang, atau lebih tepat adalah lawan mainnya...
"Fredd. Bagaimana perkembangan produksi senjatamu untuk misi penyerbuan nanti?"
Lelaki berambut coklat bergelombang dengan panjang sebahu bernama Fredd itu, nampak menyeringai. Ia memindahkan bidak kuda untuk melahap pion Rigel.
Sembari membetulkan kacamata perseginya, ia menjawab...
"Ku ku ku... Yang mulia tidak perlu khawatir."
"Saya pasti akan memenuhi semua persediaan dengan tepat waktu."
"Saya juga sudah menempatkan sebagian stok, pada titik yang cukup strategis. Agar mudah di mobilisasi dan tidak akan diketahu oleh pihak academy..."
Sedikit lekukan ter-garis pada sudut mulut Rigel. Melihat lelaki di hadapannya nampak begitu percaya diri. Walau ia segera memberi peringatan terhadap anak buahnya ini...
"Lebih baik kau tepati perkataanmu, kalau tidak ingin menemui nasib seperti mereka."
"Sebab aku tidak akan menoleransi kegagalan apa pun. Bidak yang tidak penting lebih baik segera disingkirkan."
"Bukankah kau juga berpikir begitu?... Chek!"
Alis Fredd nampak berkedut, keringat dingin merembes di keningnya. Walau Rigel berkata dengan nada santai, namun ancaman yang ia berikan sangatlah nyata. Anak laki-laki yang terlihat lebih muda dari dirinya ini tidak akan segan, untuk menyingkirkan siapa saja yang menentang, atau tidak sesuai kehendaknya...
Fredd, kembali membetulkan posisi kacamata persegi miliknya. Kemudian ia memindahkan bidak uskup, untuk menghalangi bidak ratu Rigel yang mengancam bidak raja miliknya...
"Ku ku... Jangan samakan saya dengan para bajingan tidak berguna itu."
"Walau sebelumnya saya hampir tidak selamat saat menghadapi Edwin dan Ellicia. Tapi pada akhirnya... Keberuntungan masih berada di pihak saya..."
"Dan kali ini, saya juga pasti tidak akan gagal dalam menyelesaikan... Tidak, bahkan saya akan menyelesaikan misi kali ini tanpa ada kendala sedikit pun."
Rigel melebarkan seringainya, mendengar perkataan anak buahnya yang begitu percaya diri. Ia memindahkan bidak kuda miliknya sembari menanggapi...
"Ya, waktu itu aku pikir kau sudah mati."
"Aku tidak menyangka, kau masih bertahan... Setelah kabur dari dua monster itu, kemudian terperangkap di dalam sebuah dungeon."
"Belum lagi, kau berhasil selamat dengan membawa sebuah buku skill yang sangat berguna untuk organisasi."
Fredd, merasa bangga. Mendapat pujian atas pencapaiannya. Ia lantas terkikik, sembari kembali meluncurkan bidak uskup...
"Ku ku ku... Waktu itu saya juga berpikir akan mati, saat melawan boss dungeon sialan itu."
"Untung saja saya sempat merampas beberapa item, dari para murid yang tewas setelah jatuh dari tebing... Sebelum diserang tiba-tiba oleh Edwin dan Ellicia bedebah itu."
Rigel nampak tersenyum geli, mendengar hal konyol dari lelaki di hadapannya ini. Dengan seringai, ia kembali memindahkan bidak ratu.
"Yaah... Kau memang benar-benar beruntung. Kalau saja waktu itu mereka tidak terluka, kau pasti sudah dihabisi seperti ini... Chek Mate."
"Lebih baik kau tidak terlalu bergantung pada keberuntungan, sebab ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir..."
Fredd, mengangkat tangan tanda menyerah. Kemudian merespon selepas napas dihela...
"Haah... Saya memang tidak pernah menang melawan yang mulia."
"Namun saya tidak serta merta bergantung pada keberuntungan semata. Lebih tepatnya, saya melakukan usaha semaksimal mungkin, agar saya dapat mencapai keberuntungan itu sendiri..."
Rigel lantas tertawa. Sebab ia merasa geli, mendengar kalimat tersebut dari bajingan berengsek di hadapannya ini...
"Hahaha... Aku tidak menyangka, penjahat sepertimu akan mengatakan sesuatu yang cukup bijak semacam itu..."
Yang tentu saja membuat mood Fredd terjun bebas begitu saja. Ia yang merasa kesal lantas segera mengalihkan pembicaraan...
...Bersambung....
...Rigel Al Masthar'. Pinterest....