Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Waahhh.... kayanya ngak sampai dua bulan lagi selesai ya om." tanya Adinda melihat penuh kagum dengan cafe barunya.
"Lebih kurang segitu." pak Rio.
"Aku ngak kepikiran loh om, mau bikin saung saung kaya gini, aku pikir ngak aka cukup lahannya." ujar Adinda saat melihat ada tiga buah saun di arah belakang cafe.
"Tadinya sih om juga ngak ada kepikiran, soalnya kan bangunan inti kita cuma yang ini, tapi kan kita tambah beli tanah ini, ya udah om bikin saung saung gini, biar kelihatan ala ala pedesaan gitu, nanti juga om mau kasih ada sawah sawah gitu di sini, dan aliran sungai kecil, di sini ada kolam ikan, trus dindingnya nanti kita bikin ala ala hutan buatan gitu." tutur om Rio.
"Aku sudah ngak sabar om melihat hasilnya." ujar Adinda berbinar.
"Sabar ya nak, tunggu dua bulan lagi." ujar om Rio mengelus kepala Adinda yang sudah di anggap anak sendiri olehnya.
"Iya om, aku akan menunggu hari itu." sahut Adinda, mereka menuju bangunan utama, bangunan cafe dua lantai.
"Om, aku pengen ada ruangan khusus buat aku istirahat om, di dalam ruang kerja Adinda, tolong bikinin ruang istirahat dan kamar mandinya." pinta Adinda.
"Sudah om rancang itu sayang, ini ruang kerja kamu, dan ini kamar pribadi kamu." sahut om Rio mengajak Adinda ke salah satu ruangan.
"Waahhh... Om sudah memikirkan semua itu." kekeh Adinda.
"Harus dong, om pasti memikirkan kenyamanan kamu nak." ujar Om Sandi menatap sayang ke arah Adinda, sayang sebagai anak, bukan maksud yang lain.
"Om yang terbaik." sahut Adinda penuh semangat.
Sore hari karena ingin cepat pulang kerumah, Adinda mencari jalan pintas, karena jalanan sangat macet, dia mencari jalan alternatif, namun saat memacu motornya di jalanan sepi, dia melihat seorang pemuda di keroyok oleh banyak preman.
"Haiisss... ngak gentle banget sih, masa main keroyok sih." gerutu Adinda melihat pertarungan tak seimbang itu, malah pemuda itu sudah mulai kewalahan dan ke habisan tenaga.
Adinda menghentikan laju motornya, tidak tega rasanya melihat pemuda yang di keroyok itu.
"WOOOIII.... BERANINYA MAIN KEROYOK YA KALIAN, UDAH KAYA BANCI TAU NGAK!!" pekik Adinda menglihkan perhatian preman itu.
"Heh... Bocah si alan, berani beraninya loe ngatain kita banci, sana loe jangan ikut campur urusan kami, apa loe mau kita keroyok juga huu... Tapi kita keroyok yang bikin enak, loe keliatan masih seger banget tau." ujar salah satu preman menatap mesum Adinda.
Deg....
Laki laki yang di keroyok melihat orang yang mengatai para preman itu, seketika dia panik, takut wanita itu akan jadi sasaran empuk para preman itu.
"Dinda..." panggil Aldo, ya Aldolah yang di keroyok para preman itu.
"Kak Aldo!" pekik Adinda kaget melihat laki laki yang babak belur itu adalah Aldo kakak tingkatnya.
"Pergi Din, jangan di sini, di sini bahaya." seru Aldo.
"Ayo neng sama abang, mau abang aja *** ***, ngak usah di hiraukan dia." ajak seorang preman yang ingin memegang Adinda.
"Cuiihhhh.... Bajingan, ogah mah gue dekat dekat sama loe, jangan pernah sentuh gue!" Adinda meludah ke tanah dan memukul tangan preman itu.
"Waahhh... Sialan loe bocah, ooh... loe mau yang kasar kasar dulu baik lah, sini abang layanin." ujarnya lagi sambil mangayunkan tangannya ke arah Adinda.
"Adinda awas.....!!" pekik Aldo khawatir.
"Diam loe bangsat, urusan kita belum selesai, loe harus mati di tangan kami hahahaha.....!" preman yang lain kembali menyerah Aldo.
Buk..
buk..
Krakkk....
Akk...
Pekik preman itu di tendang dan tangannya di patahin sama Adinda.
"Ayo bang, masa segitu aja susah k.o sih, padahal neng sudah gatal ini." cibir Adinda.
"Brengsek loe si alan, ternyata loe ngak bisa di remehin ya bocah." pekik bos preman itu.
Aldo melotot tidak percaya melihat Adinda bisa membuat preman berbadan besar itu di tumbangin sama Adinda dengan sekejab mata.
"Cihhh... Ngak usah ngebacot pak tua, ayo lawan gue." pancing Adinda.
"Serang bocah tengik itu, jangan sampai lepas, biar tau rasa dia, berani beraninya menghina kita." pekik bos preman itu.
Adinda lansung di serang oleh beberapa orang preman berbadan besar, begitupun Aldo.
Buk...
Buk...
Krekkk...
Akk.....
Suara suara tendangan, tulang patah pekikan serta rintihan saling sahut sahutan di jalan sepi itu.
Adinda membabat habis lawan yang mendekatinya, badan badan besar itu hanya seperti batang singkong yang mudah di patahakan oleh Adinda.
"Masih mau ngelawan kalian haaa... mau lagi!" pekik Adinda mengangkat kakinya.
"Ampun ampun, jangan pukul kami lagi, kami nyerah." rintih preman itu menahan sakit di tangan dan kaki di patahkan oleh Adinda, mereka tidak menyangka remaja wanita berbadan lansing itu bisa membuat mereka tepar dan tulang mereka bagai kerupuk saja di buat sama bocah itu, malu dan sakit kini mereka rasakan setelah melawan Adinda.
"Cari kerja yang benar, bukan merampok orang saja kerjaan kalian!" sentak Adinda.
Aldo di buat melongo melihat para preman itu terkapar tak berdaya di babat habis oleh Adinda.
"Alah bacot loe, rasakan ini!" pekik salah satu preman tiba tiba menyerang Adinda dengan pisau.
kresss....
"Adinda...!" pekik Aldo
"Kak Aldo..." pekik Adinda.
Bug....
Tiba tiba Aldo jatuh tersungkur karena kena tikamam di punggungnya.
Brengsek....
"Sini loe...!" pekik Adinda menatap nyalang musuhnya.
Bak....
Buk...
krak...
Akk...
krak...
Akk...
Adinda mematahkan kedua tangan preman itu, sebelum menolong Aldo.
"Rasakan itu, jangan pernah coba coba mendekat sama gue, awas kalian kalau ketemu lagi, akan gue bikin kalian lebih parah dari in!" pekik Adinda dengan tatapan mata yang merah menahan amarah, para preman ity bergidik ngeri melihat mata Adinda, mereka lari tunggang langgang, ada yang menyeret nyeret kakinya karena satu kaki sudah di buat patah oleh Adinda.
"Kak Aldo, bertahan lah, aku akun bawa kakk ke rumah sakit." ujar Adinda membantu Aldo susah payah masuk ke dalam mobil yang di bawa Aldo, motornya di biarkan oleh Adinda di sana, dia tidak perduli dengan motornya, yang penting Aldo selamat.
"Kak, bertahan kak, buka matanya, jangan tidur." dalam memnyetir, Adinda terus mengajak Aldo bicara, agar laki laki itu tidak hilang kesadarannya.
"A- danda" panggil Aldo terpatah patah.
"Iya kak, ini aku, kakak sabar ya, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit." sahut Adinda yang berusaha tenang menyetir mobil.
"Astaga, pakai macet segala sih ah...." gerutu Adinda.
Tak lama mobil yang Adinda bawa, sampai di pintu IGD sebuah rumah sakit.
"Tolong... Tolong...." pekik Adinda keluar dari mobil, dengan wajah yang sudah acak acakan dan berlumur darah.
Dengan sigap security dan suster membantu Adinda membawa Aldo ke dalam IGD tersebut.
"Tolong teman saya dok, punggungnya tertikan pisau." ujar Adinda.
"Baik dek, kamu juga harus di obati terlebih dahulu." ujar dokter tersebut membawa Adinda ke brangkar sebelah Aldo yang sedang di tangani oleh dokter lain dan beberapa perawat.
"Pasien harus di operasi secepatnya." seru dokter.
"Lakukan yang terbaik dok, saya yang akan menjamin semuanya." sahut Adinda di balik tirai.
Akhirnya perawat membuka tirai yang bersebelahan dengan Aldo.
"Tapi dia juga butuh darah dek, persedian darah kami juga sedang habis." ujar suster.
"Tolong ambil darah saya, saya juga akan me cari darah lainnya, tapi sekarang tolong selamatkan dia dulu dok." ujar Adinda memohon.
"Baiklah. Kami akan melakukan yang terbaik, segera urus administrasi nya ya dek, biar saya bantu." ujar salah satu perawat, yang kasihan melihat Adinda, dengan suka rela membantu Adinda.
Adinda yang berusaha waras, menghubungi parasahabatnya, sejujurnya dia juga panik dan kehilangan banyak tenaga, belum lagi badannya yang sakit semua kena pukul para preman tadi.
Bersambung....