Nizma Aida Mahfud, gadis cantik putri sulung dari Ustad Yusuf Mahfud, pemimpin pondok pesantren Al Mumtaz. Berparas cantik dan lulusan Al-Azhar Kairo membuat dirinya begitu didamba oleh semua orang.
Namun dia harus menerima kenyataan ketika sang Abah menjodohkannya dengan seorang pria bernama Bagas Abimana. Pria menyeramkan penuh tatto di sekujur tubuhnya dan merupakan ketua geng preman penuh masalah dan jauh dari Tuhan.
Sebagai seorang putri yang berbakti akhirnya Nizma menerima perjodohan itu meski banyak pihak yang menentang.
Akankah Nizma mampu menaklukkan hati seorang Bagas yang sekeras batu? mungkinkah Bagas akan berubah menjadi sosok imam yang baik bagi Nizma? ikuti terus kisah rumah tangga dengan bumbu cinta didalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Dewi Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Adek Marmut
Nizma menatap nanar mobil Bagas yang telah keluar pekarangannya bahkan kini semakin melesat jauh hingga tak terlihat.
Kedua netranya tampak berembun sambil menatap halaman. Ah, kenapa harus berpisah disaat sayang-sayangnya. Batin Nizma terus memprotes sejak tadi.
"Niz, sudah ayo masuk dulu. Abangnya kan sudah berangkat." sebuah tepukan halus di bahunya langsung menyadarkan Nizma.
"Eh, umi. Iya umi." Nizma berusaha tersenyum menyembunyikan kesedihannya.
"Abang kan pergi karena pekerjaan. Nggak pergi karena hal lain. Didoakan aja suaminya supaya pekerjaannya lancar dan selalu diberi keselamatan." Ustad Yusuf pun menenangkan Nizma.
"Ini pertama kalinya Nizma jauh dari Abang. Rasanya aneh Abah." keluh Nizma.
Baik Ustad Yusuf maupun Ustadzah Mia hanya bisa menahan tawa melihat kebucinan sang putri.
"Nanti kan bisa telepon, atau video call." ucap Ustad Yusuf dengan sabarnya. Paham dengan sikap manja sang putri.
"Sudah-sudah mending bantu umi bikin kue. Yuk." Ustadzah Mia pun mengajak Nizma untuk ke dapur agar putrinya itu tidak galau.
Keduanya tampak sibuk membuat kue. Ustadzah Mia memang suka membuat kue dan dibagikan kepada beberapa santri.
"Jadi anak umi sudah memenangkan hati abang?" ucap Ustadzah Mia.
"Alhamdulillah Umi, semakin hari sikap Abang semakin baik. Bahkan abang sudah memberi nafkah batin kepada Nizma." ucap Nizma malu-malu. Wajahnya bersemu merah sambil mengulum senyum.
"Alhamdulillah, umi seneng dengarnya. Semoga hubungan kalian selalu langgeng ya sayang. Umi hanya bisa doakan yang terbaik untuk kalian." Ustadzah Mia begitu senang mendengar kabar baik ini.
"Amin, makasih umi. Itu semua berkat ajaran umi untuk selalu sabar dan berusaha. Akhirnya sekarang Nizma memetik hasilnya. Abang begitu menyayangi Nizma. Dan abang sudah mulai terbuka dengan masa lalunya." ucap Nizma.
"Emm, abang cerita masa lalunya sama Nizma?" Ustadzah Mia pun mulai penasaran.
"Iya, ternyata Abang itu anak pemilik pesantren Al-Akbar, tapi kisah sedihnya abang membuatnya menutup diri dan sulit menerima cinta disebabkan karena ibunya yang diculik seseorang waktu dia kecil. Umi, kira-kira Abah tahu nggak ya dimana ibunya Abang?" pertanyaan Nizma sontak saja membuat Ustadzah Mia menghentikan kegiatannya.
"Umi? Ada apa?" tanya Nizma saat tiba-tiba Ustadzah Mia terdiam.
"Enggak apa-apa. Eh Nizma ambilkan keju di kulkas sayang." Ustadzah Mia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
"iya Umi." Nizma pun segera menjalankan perintah uminya.
"Apa Nizma tanya abah langsung ya Umi? Tentang ibunya Abang?" rupanya Nizma masih membahasnya lagi.
"Sayang, kalaupun Abah tahu pasti dia sudah memberitahukan kepada Abangmu. Tapi sampai sekarang buktinya abah tidak memberitahu kan?" Ustadzah Mia mencoba untuk menghentikan Nizma membahas tentang ibu Bagas.
'jangan ikut campur tentang urusan ini Nizma. Umi hanya ingin membuatmu aman. Mereka terlalu berbahaya dan umi tidak ingin kamu terlibat.' Batin ustadzah Mia.
Keduanya pun menyelesaikan kegiatannya. Hingga menjelang siang hari. Nizma dan Ustadzah Mia membagikan kue-kue itu untuk para santri yang mengabdi membantu di pesantren.
Tak terasa sore hari tiba dan lambat laun langit mulai berubah warna menjadi gelap.
Setelah melakukan ibadah sholat Magrib Nizma kembali mengecek ponselnya yang sejak tadi tetap tidak ada kabar dari Bagas.
Meski khawatir namun Nizma mencoba untuk bersabar. Dia tahu sang suami sedang melakukan pekerjaan mendampingi kliennya sehingga Nizma tak ingin mengganggu.
Daripada sedih kini Nizma bergabung dengan kedua orang tuanya untuk menikmati makan malam.
"Rumah sepi ya Umi kalau Iqbal balik ke pesantren begini." ujar Nizma.
"iya, kalau ada kalian berdua pasti rame, rame nya saling ngeledek terus." ujar Ustad Yusuf.
"Lagian Iqbal pake mondok jauh-jauh sih Abah, kan jadinya jarang pulang." protes Nizma.
"Itu kemauan Iqbal sendiri. Biar saja dia ingin mandiri yang penting dia mau sungguh-sungguh belajar. Nizma sendiri dulu malah ke Kairo. Jauh mana coba sama jawa timur?"
"iya juga ya Abah, dulu Nizma nggak nyangka bisa sampai dapat beasiswa ke Kairo. Padahal pergi ke pasar aja nggak berani sendirian selalu minta Umi atau Aisyah yang mengantar." Nizma tersenyum sendiri saat mengingat masa lalunya.
"Itu artinya anak Umi hebat, mau keluar dari zona nyaman dan terpenting bisa menjaga diri saat jauh dari rumah." timpal ustadzah Mia.
Setelah makan mereka bertiga mengobrol di teras samping rumah. Tempat paling favorit untuk semua orang yang pernah menghuni kediaman ustad Yusuf.
Tempat tersebut begitu nyaman dengan sofa empuk serta banyaknya tanaman hias yang tertata rapi membuat suasana semakin asri. Bahkan di malam hari Ustad Yusuf memberi lampu-lampu yang menyorot hangat tempat itu sehingga siapapun yang bersantai disana pasti betah berlama-lama. Termasuk Bagas.
"Sudah ada kabar dari suami kamu Niz?" tanya Ustad Yusuf.
"Belum abah, dari tadi Nizma tunggu juga belum telfon atau chat." ucapnya murung.
"Ya sudah ditunggu saja. Mungkin Bagas sedang sibuk. Dan satu lagi, jangan berpikiran negatif dulu sama suami ya." ujar Ustad Yusuf.
"iya abah." Ustad Yusuf pun mengusap lembut puncak kepala Nizma yang tertutup oleh hijab.
Sudah pukul sembilan malam Nizma pun kembali ke dalam kamar untuk beristirahat.
Suasana hari ini cukup panas dan gerah sehingga Nizma mengganti pakaiannya dengan piyama tanpa lengan.
Sambil menunggu kabar dari Bagas Nizma pun mulai melakukan kegiatan rutin sebelum tidur. Mengoleskan lotion serta skincare ke wajahnya.
Namun suara dering telepon seketika membuat Nizma menjingkat. Nama yang ditungu-tunggu akhirnya muncul juga.
"Assalamualaikum, sayang." ucap Bagas
"Waalaikumsallam, abang kok baru hubungi Nizma. Udah tunggu dari tadi tahu." Ucap Nizma dengan cemberut.
"Maaf Abang tadi masih sibuk banget. Ini baru bisa pegang HP. Abang boleh video call nggak?" tanya Bagas.
"Boleh abang." Baru saja Nizma memperbolehkannya kini Bagas sudah mengganti panggilan video.
Tanpa pikir panjang Nizma langsung meletakkan ponselnya di depan meja rias menghadap dirinya.
"Astaghfirulloh, Adek. Kamu sengaja goda abang?" Bagas terbelalak melihat penampilan Nizma.
"Abang, siapa yang goda juga?" Ucap Nizma santai sambil mengoleskan skincare ke wajahnya.
"itu kenapa pakai baju begitu, sial, sexy banget lagi." Bagas sampai di buat melongo melihat bahu Nizma yang tampak mulus tak tertutup.
"Disini gerah abang, kan kamar Nizma AC nya lagi rusak. Lagian kan kemarin Abang juga lihat Nizma begini kan?" Nizma tampak tersenyum menggoda.
"yah, kalau begitu kan Abang jadi kepengen lagi. Adek cantik banget sih." Bagas yang sedang rebahan di atas ranjang kini mengubah posisinya menjadi duduk. Menatapi indahnya pemandangan di ponselnya.
"Eh, abang panggil Nizma apa? Adek?" Nizma dibuat heran dengan panggilan Bagas.
"iya, abang panggil kamu adek. Boleh kan? Soalnya abang pengen aja panggil kamu begitu. Biar beda." ucap Bagas dengan senyum manisnya.
"Boleh abang, apapun panggilan abang, adek suka." ucap Nizma malu-malu menirukan panggilan Bagas.
"Oh ya, abang gimana hari ini pekerjaan aman dan lancar kan? Nggak telat makan terus nggak ada yang godain abang?" rentetan pertanyaan terus muncul dari bibir manis Nizma.
"Marmut." jawab Bagas.
"Kok marmut?" Nizma pun menautkan alisnya
"kamu itu imut. kecil mungil, cerewet, kayak marmut." Ucap Bagas sambil tertawa. Apalagi saat Nizma langsung memanyunkan bibirnya.
"Issh abang, masak istri sendiri dibilang marmut." Nizma merajuk. Hal itu membuat Nizma semakin gemas.
"nggak-nggak istriku cantik, abang tadi pekerjaannya lancar, makan nggak telat juga Alhamdulillah nggak ada yang godain juga." ucap Bagas.
Nizma dan Bagas tampak saling mengobrol. Keduanya melepas rindu walaupun belum satu hari bertemu. Lambat laun Nizma pun tampak menguap.
"Adek ngantuk? Istirahat gih." ucap Bagas.
"Tapi masih kangen Abang." jawab Nizma dengan manja.
"Yaudah sambil tiduran nanti abang temani sampai tidur." Nizma pun menurutinya namun namun saat merebahkan diri Bagas langsung melihat dua buah gundukan kenyal milik Nizma yang mengintip dibalik baju tidurnya.
"sayang, bisa naikin bajunya bentar nggak? Itu kelihatan anunya. Abang jadi kepengen." ucap Bagas.
Nizma yang mulai mengantuk hanya bergumam tanpa mengindahkan ucapan Bagas.
"Hmm.. Dasar marmut kecil yang itunya gede. Kalau begini gue jadi nggak tahan deh." setelah dirasa Nizma sudah tertidur pulas cepet-cepat Bagas pergi ke kamar mandi untuk menidurkan marmut ekor panjangnya.
...****************...
Sama cntik
ahhh.. pinisirin.
lanjut thor