Ilana Larasati, seorang agen biro jodoh yang periang dan penuh semangat terpaksa menikahi Virsanta Mochtar, klien VVVVIP-nya sendiri yang menjadi buta karena sebuah kecelakaan yang disebabkan ayah Lana.
Virsa yang awalnya menikahi Lana karena ingin balas dendam, justru menjadi semakin bergantung dan mencintai Lana. Namun kondisinya yang buta membuat Virsa kesulitan membahagiakan Lana seperti kebanyakan pria pada umumnya.
Lalu, akankah Virsa dengan keterbatasannya mampu mempertahankan Lana disisinya? Dan bagaimana keduanya menjalani romansa pernikahan di tengah perbedaan yang begitu besar juga ujian dan godaan yang datang silih berganti?
Disclaimer :
Novel ini murni fiksi belaka, tidak bermaksud menyinggung pihak manapun.
Jangan lupa tinggalin like, komen, subscribe, gift dan vote kalian ya dears! coz support kalian sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa otor 😘
Happy reading all..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jovinka_ceva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membanding-bandingkan
Setelah mengakhiri panggilan vidio dengan Virsa, Lana kembali belajar bersama Edwin. Lebih tepatnya Edwin yang mengajari Lana layaknya tutor pribadi.
“Makin encer aja otak lo, Lan.” Puji Edwin karena Lana terlihat lebih cepat paham tidak lemot seperti biasanya.
“Win, kalau nilau ujian gue bagus, lo harus kasih hadiah buat gue!”
“Yang ada lo kasih gue reward karena udah ngebuat lo ngedapetin nilai itu.”
“Iya juga yah? Ya udah, kalau gitu gue bakal traktir lo makan enak sepuasnya.”
“Deal. Dan karena lo udah rajin belajar gue kasih lo hadiah.” Edwin menyerahkan sebuah flashdisk kepada Lana.
“Apaan nih?”
“Lain kali kalau mau bikin adegan mesum liat-liat tempat. Untung aja belum gue share kemana-mana.”
“Hah?!” Lana langsung mengambil laptop Edwin dan melihat isi flashdisk itu yang ternyata adalah rekaman cctv di malam ia tidur di toko Edwin ditemani Virsa.
"Jadi dia tidur sambil duduk di kursi? Kenapa malah bilang bergadang semalaman? Dasar tuan gengsian!" gumam Lana dalam hati.
Lana menutup mukanya dengan tangan karena malu. “Lo ngga punya kopiannya kan, Win?”
Edwin mengankat bahunya dan langsung dipukul habis-habisan oleh Lana. “Awas ya kalau lo berani macem-macem sama gue!”
Pintu toko terbuka dan Lana buru-buru menutup laptop Edwin.
“Selamat siang!” sapa si pelanggan yang baru saja masuk.
“Pak Frans?” sapa Lana dan Edwin bersamaan.
“Loh Lana, kok kamu bisa ada disini?”
“Bapak sendiri?”
“Saya mau minta tolong benerin laptop saya sama Edwin. Dosen-dosen kamu nyaranin saya buat kesini.”
“Oh, bener Pak. Edwin emang paling jago kalau soal bongkar-bongkar. Tapi ngga tahu sih kalau soal balikinnya lagi.” canda Lana.
“Biasa aja kamu, Lan. Oh ya Win, laptop saya sering tiba-tiba mati sendiri. Bisa tolong dicek dulu.”
“Baik, Pak. Tapi mungkin butuh waktu. Bapak mau nunggu?”
“Ah, kebetulan saya belum makan siang. Lana gimana kalau kamu temeni saya makan siang? Kali ini saya yang traktir.”
“Beneran?” tanya Lana penuh semangat.
Lagi pula ia merasa perlu menebus kesalahannya karena membuat Frans menunggunya berjam-jam di Palma Resto waktu itu. Jadi tidak ada salahnya jika ia pergi hari itu. Kebetulan juga Virsa sedang tidak ada di rumah. Jadi tidak akan ada keributan seperti biasanya.
“Win, ikut juga yuk!” ajak Frans.
“Ngga bisa dong, Pak. Kalau saya ikut, laptopnya ngga kelar-kelar dong..”
“Bener juga yah?” timpal Frans sambil tersenyum mempertontonkan dagunya yang panjang. “kita berangkat sekarang, Lan?”
“Baik, Pak. Lana merapikan bukunya dan memasukkannya kembali ke dalam tas, dan tak lupa mengambil flasdisk yang Edwin hadiahkan kepadanya.
“Cabut dulu yak! Thanks hadiahnya, suka banget gue. Hehe..”
***********
Mereka makan siang di sebuah restoran di salah satu pusat perbelanjaan yang sangat ramai.
“Kamu cantik banget hari ini, Lan.” Puji Frans yang sedari tadi memperhatikan penampilan Lana dari ujung rambut sampai ujung kaki, hal yang belum pernah bisa Virsa lakukan untuknya.
Lana berusaha keras menjaga penampilan dan perilakunya karena tidak ingin Frans merasa ilifil karenanya. dan itu hal yang tidak perlu ia pusingkan saat bersama Virsa. Karena pria itu tidak akan mempermasalahkan sekacau apapun penampilannya dan perilakunya saat jalan berdua. Ia bahkan tidak sungkan berganti pakaian di depan Virsa karena pria itu tidak bisa melihatnya.
Mereka juga ngobrol dengan akrab saat sedang makan bersama, membicarakan orang-orang dan pemandangan lainnya yang mereka lihat ketika makan. Menertawakan orang yang terlihat buru-buru tapi kemudian kejedot pintu kaca saking tidak fokusnya, juga memuji betapa lucunya anak kecil yang sedang tertidur di kereta dorong sementara ibunya memesan makanan. Hal-hal sederhana yang tidak bisa Lana lakukan bersama Virsa.
Karena setiap kali bersama Virsa, hanya dia yang melihat dan menjelaskannya kembali kepada Virsa yang tidak bisa melihat seperti dirinya. Virsa juga tidak bisa memuji penampilannya sebaik apapun dia berdandan, karena pria itu tidak bisa melihatnya.
Ketika keluar dari rumah makan, tanpa sengaja Frans, menarik tangan Lana dan berhasil membantunya menghindari seorang pengunjung yang hampir menabraknya karena berlarian entah mengejar apa. Itu adalah hal kecil lain yang juga tidak bisa Virsa lakukan padanya. Karena biasanya justru dialah yang lebih sering menarik dan melindungi Virsa dari kejadian-kejadian tak terduga seperti itu.
“Lana, gimana kalau kita sekalian nonton? Ada film bagus yang baru rilis dan ini Edwin juga ngabarin kalau laptopnya masih belum selesai.”
Karena sudah terlalu banyak belajar dan merasa jenuh, Lana menerima tawaran Frans. Tidak seperti Virsa yang selalu langsung menyerahkan semua dompetnya kepada Lana saat hendak membeli atau membayar sesuatu, Frans meminta Lana menunggu di kursi tunggu sementara ia membeli tiket.
Di kejauhan, Lana melihat seseorang yang terlihat mirip Jerry sedang berjalan bergandengan tangan dengan seorang perempuan berpakaian dress sepaha ketat berwarna biru navy. Ketika Lana hendak pergi mengejar mereka, Frans kembali dari loket dan mengajak Lana masuk ke studio. Jadi Lana terpaksa mengurungkan niatnya. Tapi ia masih saja penasaran apakah pria yang dilihatnya itu benar-benar Jerry atau ia hanya salah lihat saja.
“Lagi ngelihatin apa sih, Lan?”
“Nggak. Bukan apa-apa.”
Mereka nonton bersama, saling mengomentari tayangan film, berbagi popcorn dan minuman, juga bersenda gurau membayangkan adegan-adegan salah dari proses pembuatan film tersebut. Hal lain lagi yang juga tak bisa Lana lakukan bersama Virsa.
“Bagus ngga filmya?” tanya Frans ketika keluar dari studio.
“Heem, bagus banget.” jawab Lana yang baru saja sadar dari lamunannya membanding-bandingkan Virsa dan Frans.
"Lo lagi banyak pikiran? Gue perhatiin dari tadi lo lebih banyak bengong." tanya Frans.
"Ngng.. Ngga kok. Biasa aja." jawab Lana basa-basi. Ia tidak ingin Frans tahu bahwa Lana sedang memikirkan Virsa saat bersamanya.
“Lana?!" seseorang menyapa Lana yang baru keluar dari studio.
“Tasya?!" balas Frans dan Lana bersamaan.
Tasya menatap Frans dengan tatapan marah. “Ngapain kalian berduaan disini?”
“Kalian saling kenal?” tanya Lana sedikit terkejut karena mimpinya seolah menjadi nyata.
“Baru selesai nonton.” Jawab Frans santai. Dan itu membuat Tasya makin marah.
“Lo tuh jadi cewek murahan banget sih! Belum puas lo godain Virsa, sekarang lo mo ngerebut Kak Frans dari gue?”
“Tasya, kamu ngomong apa sih? Jangan kaya gini dong, malu dilihatin orang.” Bujuk Frans
“Maksud lo apa, sih Sya?”
“Kak Frans ini cowok gue. Jadi jangan coba-coba ganggu Kak Frans atau gue bakal bikin lo nyesel!” Tasya mendorong tubuh Lana dan Frans berusaha menahannya agar Lana tidak jatuh.
“Dasar pelacur! Apa karena Virsa buta jadi lo cari hiburan sama cowok lain di luar kaya gini?” oceh Tasya lagi.
Plak. Lana menampar pipi kiri Tasya.
“Gue udah pernah ingetin sama elo. Gue ngga bakalan biarin lo lolos lain kali. Dan sekarang lo berani nyebut nama Virsa sama mulut kotor lo.”
Tasya hendak membalas tamparan Lana, tapi Lana berhasil menangkap tangan Tasya. Ia bahkan kembali menampar pipi kanan Tasya dengan tangan kirinya.
“Aaaargh! Dasar kurang ajar!” Tasya kian menggila. Ia berusaha mengejar Lana yang sudah lebih dulu meninggalkannya setelah puas menampar kedua sisi pipi mulusnya, tapi Frans menahan Tasya dan menyeretnya ke tempat parkir yang berlawanan dengan Lana.
**********************************************
𝚜𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚕𝚊𝚗𝚊