Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HAMPIR
"Ersa?" tanya Rajendra terlihat bingung, masih heran saja kenapa menyangkut pautkan Ersa. Rajendra sendiri tak merasa ada hubungan berlebih dengan sahabat Ayuna itu, hanya teman ngobrol saja.
"Iya!" ucap Ayuna kemudian menunjukkan chat dari Ersa.
Nah gitu kencan, kasih waktu buat Rajendra biar gak kesepian dan gak diambil orang.
"Apa sih, Ay. Aku gak paham deh!"
"Sejak kemarin aku sedikit curiga pada Ersa dan kamu," kata Ayuna jujur. Inilah dia, gadis cantik dan baik hati tak mau berprasangka berlebih. Ayuna akan mengungkapkan apa yang ada dipikirannya pada pasangan. Ayuna sudah belajar pada rumah tangga kedua orang tuanya, yang mengutamakan komunikasi.
Ayuna sering melihat ayah dan ibunya berdiskusi dalam hal apapun, bahkan Ayuna sering terlibat pada obrolan mereka. Tak jarang berdebat, namun jalan tengah mudah sekali didapat. Oleh sebab itu, saat menjalin kasih dengan Rajendra, Ayuna pun belajar menerapkan keterbukaan dan komunikasi pada Rajendra. Tak peduli akan bertengkar, yang jelas tak ada hal kecil yang ia sembunyikan. Rajendra pun tahu kebiasaan Ayuna tersebut.
Kalau Ayuna suka, maka ia akan bilang suka. Kalau Ayuna setuju, dia juga akan bilang setuju. Pun kalau dia tak suka, dia akan langsung bilang tak suka dengan membeberkan alasannya. Meski begitu, Ayuna tidak memaksakan Rajendra harus mengikuti keinginannya. Ayuna hanya memberi saran dan nasehat, serta mengutarakan pemikirannya, mau dipakai silahkan, ditolak juga gak pa-pa.
"Kenapa?" tanya Rajendra penasaran.
"Dia bilang kamu kesepian, dia pun menyarankan aku untuk meluangkan waktu buat kamu, pokoknya dia tuh sok tahu sama hubungan kita. Cuma aku masih berusaha positif thinking aja, dia kasih saran buat hubungan kita, yah sebagai sahabat. Oke deh aku terima."
"Ya memang beberapa kali saat aku tunggu kamu, dia menemani aku. Sekedar ngobrol lagi gak kuliah atau gimana gitu doang. Ya memang dia sempat bilang kasihan cowok ganteng dianggurin begitu, ya aku anggap bercanda, dan aku balas iya nih kesepian kangen sama cewekku, Ayuna."
"Sejak kapan kamu sefriendly itu sama cewek?" tanya Ayuna berusaha tidak terlalu mengintimidasi, dia berkata santai namun sedikit ketus.
"Aku gak friendly Sayang, aku merasa biasa saja. Gak berlebihan juga sama Ersa. Emang dia gimana kalau cerita."
"Ya sok tahu tentang perasaan kamu, padahal aku juga sudah bilang kita gak ketemu lama itu biasa, karena dari awal pun kamu udah sibuk, mungkin giliran saat ini aku juga sibuk, tapi dia tetap nyolot seakan aku gak perhatian sama kamu."
"Dia melihat di luarnya aja sih, sesuai pengamatannya saja."
"Berharap seperti itu. Karena aku gak suka orang lain ikut campur tentang hubungan kita."
"Iya aku paham. Saat kamu mengantar Joyce modeling dulu, juga aku sempat ketemu dia."
"Maksud kamu? Bukannya kamu ada proyek sama dosen ya?"
"Iya, tapi gak jadi nginep. Paginya aku mau kasih surprise ke kamu, eh kamunya udah berangkat. Ya saat itu aku sempat ngobrol sama dia."
Ayuna menyenderkan tubuh di kursi, kok sedikit nyelikit ya. Niatnya mau kasih surprise ternyata bertemu dengan sahabat Ayuna, baru bialng sekarang lagi. Terus Ayuna gak curiga itu gimana?
"Kamu tertarik sama dia, Ndra?" tanya Ayuna kemudian. Ekspresi kaget Rajendra kok aneh ya. Matanya buru-buru mengalihkan ke arah lain. Detik itu Ayuna semakin curiga bahwa mereka memang dekat lebih dari sekedar teman.
"Tertarik kayak gimana? Mau selingkuh begitu?"
"Kalau selingkuh sih enggak kayaknya, mungkin teman tapi mesra?"
"Ay, kamu kejauhan deh mikirnya. Aku gak tertarik sama Ersa, hanya saja emang akui Ersa enak diajak ngobrol."
Holah, satu tahap genting. Orang selingkuh bukannya berawal dari karena enak diajak ngobrol ya. Emang benar kok, hubungan paling bagus itu kalau komunikasi lancar. Pasangan enak diajak ngobrol. Nah Rajendra dan Ersa? Yakin hanya ngobrol biasa aja. Oh, alarm buat Ayuna untuk waspada.
"Ya emang Ersa enak diajak ngobrol, cuma hati-hati saja awas kebablasan. Apalagi aku sibuk kerja. Hati manusia itu mudah berubah juga Ndra. Apalagi bertemu dengan orang yang nyaman."
Rajendra sudah mulai takut, bibirnya terkatup rapat, dan berusaha menelan ludah secara kasar. Telihat dari gerakan jakunnya. "Kamu tahu aku gimana kan, Ndra. Sejak awal saat kita berkomitmen pacaran, aku sudah bilang kalau suatu hari nanti kita menemukan orang yang lebih baik dari kita, harus bilang. Lebih baik jujur daripada diam-diam menjalin hubungan dengan orang lain di belakang pasangan."
"Aku gak selingkuh, Ay!"
"Iya aku paham, Ndra. Aku cuma kasih rambu-rambu saja. Kondisiku memang lagi gak baik-baik saja, aku terpuruk masalah ekonomi dan aku gak mungkin bergantung sama kamu, Ndra. Kamu belum ada kewajiban untuk menanggung hidupku, makanya aku bekerja."
"Ya terus maksud kamu dengan obrolan seperti ini apa?" Rajendra mulai menaikkan intonasinya. Mungkin dirinya merasa terpojok dengan fakta tentang Ersa.
"Aku cuma gak mau ada orang lain di antara kita berdua."
"Kamu cemburu?"
"Jelas!" jawab Ayuna tegas.
"Sayang aku gak ada hubungan apapun dengan Ersa."
"Iya mungkin dari kamu. Bagaimana dengan Ersa? Kalau dia merasa kamu friendly sama dia, dan dia nyaman, lalu menaruh hati sama kamu gimana?"
"Enggak, Sayang. Toh dia udah punya pacar, kan?"
Ayuna diam, lalu mengangguk. Rajendra memegang tangannya, meyakinkan sekali lagi kalau dia serius dengan Ayuna. Gak berpikir hal lain apalagi sampai selingkuh, itu jelas tidak masuk akal.
"Maaf ya, kalau aku menaruh curiga ke kalian."
"Hei, gak pa-pa. Aku makin suka kok. Tandanya kamu gak mau kehilangan aku."
"Tetap ya, Ndra. Kalau memang kamu udah suka sama cewek lain, please bilang dulu sama aku sebelum selingkuh. Akan lebih baik kamu putusin aku dulu, ketimbang sakit dikhianati."
"Gak bakal, Ay. Gak bakal aku kayak gitu. Percaya sama aku."
"Aku sudah berusaha menyembuhkan lukaku ditinggal orang tua, dikhianati keluarga, gak tau lagi kalau kamu meninggalkan aku, apalagi kalau caranya begitu menyakitkan, stres mungkin."
"Hush, gak boleh ngomong gitu, Ay. Dijalani saja, kamu kuat, aku selalu ada buat kamu."
"Makasih."
Ayuna pun lega, kecurigaannya tidak terbukti. Hatinya menjadi tenang setelah mendengar pengakuan Rajendra sendiri.
Untuk Rajendra, ada rasa kesal pada Ersa. Selama mereka dekat ternyata diartikan lain oleh gadis itu. Rajendra memang nyaman bercanda dengan Ersa, tapi bukan berarti akan mengkhianati Ayuna juga. Gila kali melepas Ayuna demi Ersa.
Sa, gue harap lo gak mengartikan berlebih saat kita ngobrol atau bercanda. Gue menganggap lo hanya teman saja, please jangan bilang aneh-aneh sama Ayuna.
Terpaksa Rajendra menegaskan pada Ersa, ia juga tak mau kalau Ayuna terluka karena kedekatan dengan Ersa. Bahkan Rajendra menghapus nomor Ersa, sekaligus menghapus chat mereka. Andai saja, Ayuna tak peka dan bilang akan kecurigaannya, mungkin Rajendra akan terus meladeni kedekatannya dengan Ersa.
"Hampir saja!" ucap Rajendra lega. Dalam dirinya pun berjanji tak mau berurusan dengan Ersa ataupun perempuan lain. Ia tak mau menjadi luka batin sang kekasih nantinya. "Maaf, Ay. Hampir khilaf."