“Ara!!!!” pekikan bagai toa masjid begitu menggema di setiap sudut rumah ku yang tak begitu besar,
Ku hembuskan nafas kasar, mendengar suara yang begitu mengusik telinga di pagi yang begitu cerah ini.
“Bangun!!! Anak gadis jam segini belum bangun! Pantes aja jodohmu ga nongol-nongol” gerutu wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, yang tak lain adalah mama ku tercinta.
“Ara capek ma!!” gumamku enggan beranjak dari ranjang kecilku yang begitu nyaman.
“ih, bangun ga? Atau mama siram pakai air!”
Begitulah ancaman yang aku dengarkan setiap aku bangun siang, padahal aku juga tak bangun siang tiap hari, hanya saat hari libur saja, apalagi saat aku kena palang merah seperti saat ini, jadi aku ingin menikmati masa istirahatku setelah di forsir kerja hingga malam hari.
***
“Bukannya aku terlalu pemilih, tapi bagaimana aku mau memilih, kalau laki-laki saja tak ada yang mendekatiku, tak ada yang mengharap menjadi pendamping hidupku”—Humaira Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WS Ryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
🌺Happy Reading🌺
Setelah berjuang dengan langkah pelannya, akhirnya Ara sampai di ruangan kerjanya setelah diantarkan security sampai loby kantor.
“Mbak Ara!!!” pekik Rindi yang melihat Ara berjalan tertatih memasuki ruangan.
Teriakan Rindi sontak membuat kedua pria yang tengah fokus dengan pekerjaan mereka menolah,
Rindi yang sudah berdiri pun segera membantu rekan kerjanya itu untuk berjalan sampai tempat duduknya.
“Ya Allah mbak, kok sampai gini sih?”
Kedua pria rekan kerja Ara pun ikut mendekat saat Rindi memperhatikan luka di tangan Ara, “Rindi kaget lho waktu Bang Ghani bilang mbak berangkat agak siang karena periksa ke dokter dulu”
Ara pun hanya terkekeh, merasa senang karena gadis yang akan menjadi adik iparnya ini begitu perhatian padanya.
“mbak gapapa Rin, hanya luka luar aja kok”
“Gimana bisa jatuh sih Ra?” timpal Bang Ghani yang penasaran dengan kronologi jatuhnya rekan kerja satu timnya itu.
"iya, gimana sih mbak? mbak kan jago naik motor, kok bisa jatuh?" timpal Rizal yang juga penasaran.
Ara pun menceritakan kronologi kejadian kemarin yang membuatnya terluka seperti ini, ia pun menunjuk luka di lututnya yang tertutup rok yang ia kenakan saat menjelaskan bagian tubuh yang terluka.
“Harusnya tadi kamu ijin aja Ra, itu tangan kamu bengkak lho”
“Gapapa bang, Bang Ghani lupa kalau hari ini kita ada zoom meeting sama perusahaan mitra, dan semua datanya kan ada di aku bang”
“Oh iya, habis istirahat nanti ya?”
Ara pun mengangguk membenarkan ucapan dari seniornya itu, lalu menatap kedua juniornya, “nanti kalian simak ya, mbak akan kasih tau kalian biar belajar handlenya, takut-takut kalau mbak ga masuk lagi kalian bisa langsung handle nanti”
“Siap mbak” jawab Rindi dan Rizal dengan kompak.
“bang Ara minta bantuan soal laporan ke Pak Rusli ya”
“Iya, nanti abang yang urus, kamu ga usah banyak gerak dulu”
Ara pun mengangguk, kemudian mulai bersiap untuk memulai berkerja, Rizal yang duduk di samping Ara pun membantu lebih banyak, dan Ara sesekali mengarahkan apa yang harus Rizal kerjakan.
Hingga waktu makan siang Ara masih fokus dengan pekerjaannya, sesekali ia mengusap tangan kanannya yang ia gunakan untuk menggerakan mouse maupun menekan keyboard.
“Mbak Ara ga makan siang dulu?” tanya Rindi yang melihat calon kakak iparnya itu masih sibuk di depan computer, sementara dua rekannya telah keluar ruangan. Padahal waktu istirahat telah di mulai dari 5 menit yang lalu
“Eh, kamu masih di sini Rin?” Ara malah balik bertanya, mengira ia berada di ruangan seorang diri.
“Iya, mbak ga makan?”
“Iya, bentar.”
“Mbak bawa bekal ndak?”
“Ndak, tapi udah contact OB buat pesankan makan di kantin, bentar lagi paling datang, kamu ga makan? Kok masih di sini?”
“Aku makan temenin mba aja di sini, tadi di bawain bekal tadi sama mama” Rindi pun pindah tempat duduk di samping Ara.
Ara pun mengangguk, kemudian menyingkirkan beberapa berkas yang ada di hadapannya agar tak kotor saat nanti ia makan siang.
Sembari menunggu pesanannya datang, ia meraih ponselnya yang sedari tadi dia abaikan di dalam tas.
“Kamu makan dulu aja Rin, takut masih lama punya mbak datangnya”
“Iya mbak” Rindi pun mengangguk, dan mulai membuka kotak bekal yang disiapkan sang mama. “Rindi makan dulu ya mbak”
“hmmm” jawab Ara semabari fokus dengan ponselnya,
Terdapat beberapa pesan yang masuk, dari mamanya, adiknya, dan dari siapa lagi kalau bukan dari calon suaminya, begitu banyaknyan pesan membuat Ara tersenyum.
09:02 ‘sudah sampai ruangan belum dek?’
09:10 'kok ga bales sih? udah sampai di ruangan kan?’
09:15 ‘lagi sibuk banget ya?’
09:16 ‘kalau gitu selamat bekerja calon istri..’
10:00 ‘Dek, kalau ga kuat jangan di paksa ya?’
10.01 ‘kalau ga kuat bilang ya, mas jemput’
10:05 ‘dek….’
10:45 ‘dek….’
10:50 ‘mau di jemput ga dek?’
11:10 ‘udah beli makan siang belum?’
11:30 ‘jangan sampai telat makan siang lho dek’
Begitulah beberapa pesan yang Hafa kirimkan sedari pagi hingga sampai jam makan siang namun Ara tak kunjung menjawabnya.
Ara pun terkekeh setelah membaca pesan demi pesan, ia pun merasa bersyukur karena pria yang pagi tadi ia terima jadi calon suaminya itu begitu perhatian padanya. Tak ingin sang kekaksih menunggu lebih lama, Ara pun membalas pesan yang Hafa kirimkan,
Kemudian meletakan ponselnya kembali setelah OB masuk ke ruangnnya dan memberikan pesanan makan siangnya.
“Mbak Ara ga makan nasi?” tanya Rindi yang baru saja menyelesaikan makan siangnya dan melihat Ara yang hanya makan bakso, ia pun melihat beberapa tusuk bakso bakar dan bebapa jajajan pasar juga berada di atas meja.
“Ga Rin, ini nanti udah kenyang, tangannya juga susah buat makan nasi, nyendoknya susah” jawab Ara sambil terkekeh, menunjukan tangan kanannya yang masih bengkak dan di balut perban.
“kamu mau bakso bakar? Atau jajan lainnya? Ambil tuh, Mbak pesen banyak ini” lanjut Ara sembari menyendok kan bakso dengan tangan kirinya.
“kan bisa yang berkuah mbak biar gampang nyendoknya”
“Tadi pagi udah coba, soto, susah juga, jadi mbak pesen bakso ini aja, siapa tau lebih gampang kan, nah ini mbak bisa makan” Ara pun begitu menikmati bakso yang telah berada di depannya, meski agak lambat setidaknya perutnya nanti terisi hingga kenyang.
Rindi pun hanya melihat, dia pun juga menikmati jajanan pasar yang di tawarkan untuknya, sesekali keduanya mengobrolkan banyak hal sembari menikmati cemilan yang ada.
Setelah selesai Rindi membantu membuka bungkus obat yang harus Ara minum setelah makan, lalu menghubungi OB untuk mengambil mangkok bekas makan Ara yang telah ia singkirkan ke pinggir meja.
***
Hingga sore hari Ara pun tak jadi meminta ijin pulang setelah meeting, ia tetap menyelesaikan pekerjaannya hingga jam pulang kerja usai., ia yakin bisa menyelesaikannya hingga mengabaikan ponselnya, meskipun pesan demi pesan ia terima dari keluarga maupun calon suaminya
‘Nanti pulang bareng mas sekalian dek, ga usah minta Farhan atau bapak buat jemput’
‘Ga usah pesen taksi online juga’
Sederet pesan kembali masuk ke dalam ponsel Ara setengah jam sebelum jam pulang kantor, ia yang tengah bersiap membereskan pekerjaannya akhirnya membuka ponselnya.
‘Farhan udah mau jemput mas, ini barusan chat Ara kalau sudah mau jalan ke sini’ balas Ara pada sang kekasih,
Tanpa menunggu lama, Hafa pun segera membalas membuat Ara tersenyum seraya menggelengkan kepala, ‘Mas Hafa emang ga kerja apa? Online terus dari tadi?’ gumamnya dalam hati.
“Bilang aja nanti di antar mas dek, belum jalan kan? baru mau jalan?”
^^^“bilang mau otw nya dari 10 menit yang lalu mas, mungkin sekarang sudah di jalan’^^^
“Yach,,, kan tadi mas udah bilang mas yang jemput sih dek”
^^^“hehe…. Maaf mas, Ara belum bilang orang rumah tadi, besok aja kalau mau jemput mas’^^^
“hmm,, ya sudah gapapa, mau gimana lagi…Besok berangkat kerja mas jemput ya?”
Tbc